Khazani yang baru saja hendak mengubah pikirannya. Ketika sang adik, Shawn yang tepat berada di belakangnya tiba-tiba mendorong tubuh jangkung itu agar segera masuk ke dalam wahana itu.
Takut.
Bahkan sudah sejak awal, pemuda itu memang telah merasa takut untuk mengikuti saudaranya yang ingin mencoba wahana permainan itu. Bahkan ketika mendapat giliran ke empat, dia malah semakin merasa enggan untuk ikut bermain.
Dia juga sempat berpikir jika dia tidak akan memasuki wahana itu, kalau dia mendapat giliran terakhir. Karena dia yakin saudaranya tidak akan tahu jika dia tidak mengikuti mereka.
Hanya saja ego dalam dirinya yang tidak mau memilih untuk kalah dari kedua adiknya, membuat pemuda itu akhirnya terpaksa menyetujui keinginan semua saudaranya.
Dan sesaat setelah dia memasuki wahana itu, dia merasa seperti sedang berada di sebuah bangunan pabrik tua. Bangunan yang masih tampak terawat dengan baik, meski terlihat jelas bahwa bangunan itu sudah lama tidak digunakan lagi.
Satu-satunya hal yang membuat dia heran adalah perbedaan waktu. Dia ingat dengan baik ketika mereka sengaja datang untuk bermain dan bersenang-senang, waktu terakhir yang dia lihat di layar ponselnya masih menunjukkan pukul delapan malam.
Sedangkan suasana di sekitarnya saat ini, seperti masih menunjukkan waktu sekitar pukul sebelas siang. Tapi dia berusaha mengabaikan suasana yang terang benderang itu, dengan berpikir mungkin hal itu memang sudah di set sedemikian rupa oleh si pemilik wahana.
Tentu saja dia sangat bersyukur di dalam lubuk terdalam hatinya, karena dia tidak harus sendirian berada di tempat ini. Dia sungguh takut pada apa yang dinamakan kegelapan.
Kegelapan membuatnya mengingat masa lalu, ketika melihat sesosok bayangan hitam menghampirinya di saat lampu di panti asuhan tempat dirinya tinggal mendadak padam di malam hari. Beruntung sang kakak berada di sampingnya, lalu dengan tubuh kecilnya yang hangat, sang kakak memeluk serta berusaha menenangkan dirinya dengan sebuah lantunan senandung merdu penghantar tidur.
Senyum tipis yang begitu manis tersungging indah di bibir merah mudanya ketika mengingat cara sang kakak, serta Lyndon dan juga Refanka menenangkan dirinya, setiap kali terjadi pemadaman listrik di area tempat panti asuhan itu berada. Senyum manis yang tak pernah dia sadari akan membuat setiap hati akan jatuh, ketika satu saja tatapan mata tanpa sengaja mengarah padanya.
Dia yang sejak dulu tahu ketiga pemuda itu sangat menyayangi dirinya serta Hershel, di tambah sekarang juga ada Shawn di tengah-tengah mereka. Membuat dirinya tak membutuhkan hal yang lain, selain hanya keluarga kecilnya selalu bersama, selamanya.
Akan tetapi, senyum tipis miliknya tidak bertahan begitu lama, ketika telinganya mendengar suara seperti detakan jarum jam dalam iringan langkah pelan kaki jenjangnya. Kemudian mencari asal suara itu, yang ternyata berasal dari sebuah kardus bekas, dengan suara yang semakin lama terdengar semakin cepat di telinganya.
Apa itu? Peledakkah?
Dengan segera dia berlari mencari tempat aman untuk berlindung. Namun setelah suara itu tak lagi terdengar dan tak terjadi apapun, saat itu juga dia mengerucutkan bibirnya, dia marah karena merasa telah tertipu.
"Kenapa selalu aku, sih?"
Segera saja dia berlalu dan berjalan semakin masuk ke area dalam pabrik. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja, serta dua buah kursi yang setiap kursinya menghadap ke arah yang berlawanan. Tentu saja dia memilih untuk duduk sejenak, untuk melepas rasa terkejut yang tadi sempat hinggap di hatinya.
Namun hanya berselang sekitar lima menit dia duduk di salah satu kursi itu, datang dari arah depannya pria bertudung yang sama seperti yang ditemui oleh Hershel dan juga Salvio, pria itu berjalan perlahan namun terlihat gagah menghampiri dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Or Not To Be
FantastikPerjalanan mencari jati diri dari enam ksatria bulan yang di hapus ingatannya dan buang oleh dewi bulan ke bumi menjadi enam manusia biasa, karena kemarahan sang dewi atas kesalahan yang tidak mereka mengerti dari titah sang dewi. Mereka harus menca...