20. KETEMU
Merasa bertanggungjawab karena telah menahan Ghea cukup lama di rumah, maka Jian mengantarkan gadis itu pulang. Pukul 23.50, keduanya merasakan angin malam yang menerpa wajah karena kaca helmnya sengaja tidak ditutup. Satu tangan Jian tidak berada pada setang motor, melainkan pada lutut Ghea. Telapak tangannya terus mengusap di sana memberikan kehangatan yang menjalar sampai hati.
Ghea menelisik setiap tempat yang dilaluinya. Gemerlap lampu pada bangunan tinggi, taman, dan jembatan begitu kentara pada malam hari. Ghea semakin merapatkan tubuhnya pada punggung Jian. Melingkarkan tangannya pada perut Jian membuat yang dipeluk tersenyum hangat di balik helmnya.
"Peluk yang kencang kalau dingin," kata Jian.
"Will do!" balas Ghea sedikit tertawa.
Maka Jian semakin menambah kecepatan laju motornya. Membelah jalanan malam yang sama sekali tidak pernah lengang. Keduanya tinggal di kota yang tak pernah tidur.
******
Selalu menyenangkan saat menjadi orang yang menduduki jok belakang motor Jian. Ghea beruntung sekali karena bisa merasakan itu. Malam hari, dengan usapan di lutut dan pelukan hangat adalah salah satu momen yang paling Ghea sukai saat bersama Jian. Ghea selalu merasa aman dan nyaman jika berada di dekat Jian.
"Makasih banyak ya, Jian," ucap Ghea.
"Eh jangan dulu dilepas." Jian menahan pergerakan Ghea yang akan melepas helmnya.
"Kenapa?" tanya Ghea bingung.
Maka Jian menarik pinggang kecil Ghea. Mendekatkan bagian mulut helmnya pada mulut helm yang dipakai Ghea. Netranya terpejam selama beberapa detik. Jian dapat merasakan remasan kecil pada bahunya—gadisnya nervous.
Tanpa menjauhkan posisinya, Jian membuka matanya. Sedekat itu ia bisa melihat netra coklat Ghea yang perlahan terbuka.
"Bener kata Bunda, obat capek nggak melulu harus pil. Cukup liat kamu aja capekku langsung hilang," ungkap Jian.
Ghea tersenyum, sangat manis.
"Makasih ya udah selalu jadi obat buat aku."
"Aku senang bisa jadi obat buat kamu. Keep use me, Sir." Ghea mengedipkan mata kirinya.
Damn! Ghea so hot when said that. Tolong ampuni pikiran Jian sebagai cowok normal.
"Ya udah," Jian melepaskan tangannya dari pinggang Ghea, lalu membantu gadis itu melepaskan helmnya. "Aku pulang dulu, ya," pamit Jian.
Ghea mengangguk lalu melambaikan tangannya. "Hati-hati pacar!"
******
Menghilang di tikungan depan, siluet Jian sudah tak terlihat lagi. Baru saja menyentuh besi pagar rumahnya, sebuah suara mengintrupsinya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
3J Universe
Teen FictionSelalu ada tempat di mana jadi rumah terakhir untuk pulang. Jian, Jean, dan Juan: nggak ada jalan yang mulus untuk terus sama-sama. Berantem seringkali jadi bumbu manis di sini. ****** Jian: posisi gue di sini sebagai wasit kalau Jean dan Juan baku...