25 - Pukul Rata

22 2 0
                                    

25

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25. PUKUL RATA

Sudah lama samsak itu didiamkan. Tidak lagi menjadi bahan pelampiasan Jian untuk waktu yang cukup lama. Kini Jian kembali ke sana, ke belakang rumahnya dengan pikiran kacau. Tak menyangka bahwa urusan cinta serumit ini, pantas saja banyak orang patah hati di bumi.

Satu dua pukulan Jian layangkan, sampai beberapa kali pukulan terdengar cukup kencang. Buku-buku tangannya memerah karena ia tak memakai pelindung apapun. Jian kalaf dengan dirinya sendiri.

Jam terus berputar, menunjukkan pukul 6.40. Dan Jian masih sibuk meluapkan amarahnya pada samsak tinjunya. Padahal ini hari senin, ada upacara bendera yang harus ia ikuti.

"Nak," Zeya datang dari dalam. Memanggil Jian yang bahkan sama sekali tidak menyadari kehadirannya.

"Jian," panggil Zeya sekali lagi.

Jian menoleh, sorot matanya meredup saat netranya bertemu dengan netra hangat sang bunda.

"Sudah siang, ayo siap-siap berangkat."

Jian mengangguk, tersenyum menyembunyikan tangannya di belakang punggung.

"Sebelum berangkat sarapan dulu, ya? Bunda sudah bikin roti panggang untuk Jian."

"Iya, Bunda."

Zeya masuk ke dalam meninggalkan Jian. Sebenarnya ia tahu, ia tahu kondisi anaknya sedang tidak baik-baik saja. Samsak itu tidak akan digunakan jika Jian dalam keadaan baik. Namun Zeya tidak ingin bertanya, Zeya menunggu Jian menceritakannya sendiri. Zeya begitu menghargai privasi anak semata wayangnya.

Jian memukul samsak sekali lagi. Pukulan terakhir untuk hari ini.

******

Langsung masuk ke dalam barisan, hampir saja Jian telat dan mendapatkan hukuman. Buku tangannya yang memerah menarik perhatian setiap orang yang ia lewati. Namun Jian acuh, terus berjalan sampai di depan Jean dan Juan.

"Tumben telat," kata Jean menyapa kedatangan Jian.

"Antar Bunda dulu," balas Jian beralasan.

"Tangan lo, kenapa?" Juan bertanya.

Jian melirik pada tangannya lalu mengedikkan bahu. "Biasa, anak laki."

"Mukulin samsak lagi ya lo?" tebak Jean. "Kemarin tetep nggak dibukain pintu?"

Jian menggeleng kemudian menegakkan badannya menghadap ke depan.

"Pulang sekolah coba lagi, atau nanti lo datengin ke kelasnya," usul Juan.

******

"Ghea mana?"

Abel yang sedang duduk manis sembari memoles kukunya terkejut dengan kedatangan Jian. Raut wajah cowok itu membuatnya takut, tidak bisa dideskripsikan.

3J Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang