23 - Hug

16 1 0
                                    

23

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

23. HUG

Kepalanya berdenyut hebat saat kedua netra coklat itu memaksa untuk terbuka. Panggilan halus menembus rungunya seakan menjadi alunan lagu yang menyuruhnya untuk tidur kembali. Pipinya ditepuk pelan beberapa kali, menariknya dari alam bawah sadar.

Ghea membuka matanya perlahan. Sembap, merah, dan sedikit bengkak, begitu kira-kira kondisi wajah Ghea sekarang. Membuat Haikal yang sedari tadi sabar menunggu adiknya bangun kini panik, air mukanya berubah 180°.

"Mas...," rintih Ghea.

"Dek? Kamu nangis semalaman? Mata kamu—astaga sini peluk cerita sama Mas, ada apa?"

Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari labium pucatnya. Ghea hanya menangis, kembali menumpahkan air matanya.

"Dek, Mas bukan ngelarang kamu nangis. Tapi kamu udah nangis semalaman, sayang. Ini mata kamu sampai sembap begini. Jadi, berhenti dulu nangisnya, ya? Kasihan kepala kamu pasti berat banget sekarang."

Usapan halus telapak tangan Haikal pada kepala dan punggungnya membuat tangis Ghea semakin menjadi. Matanya berpendar, menangkap bingkai foto berwarna putih yang melapisi fotonya dengan Jian. Rasa bersalahnya semakin membuncah, tangannya tanpa sadar meremas lengan Haikal.

"Ghe? Ghea? Lihat sini, jangan kayak gitu. Mas ikut sakit lihatnya, Mas ikut sakit dengar kamu nangis begini. Bilang sama Mas, siapa yang bikin kamu kayak gini? Ayo bilang Ghea jangan diem aja."

Haikal tidak tahan melihat keadaan Ghea seperti ini. Air mata yang tertahan menggenang di pelupuknya kini tumpah bersamaan dengan erangan Ghea. Maka pagi itu rumah besar bercat putih yang selalu terlihat sepi dihiasi dengan suara tangis yang begitu pilu.

Rasa bersalah dan penyesalan memenuhi kepala Ghea membuat air matanya kian turun dengan derasnya. Tidak ingin berbagi pada siapapun, bahkan Haikal kakaknya sendiri. Ghea ingin memendamnya sampai ia siap untuk sebuah kata yang menyakitkan.

Perpisahan.

Ia sudah mengkhianati kepercayaan Jian. Laki-laki yang selalu berujar maaf tanpa dirinya sendiri tau letak kesalahannya.

Jian lebih baik mengalah daripada membuat Ghea marah.

******

Melamun tanpa ada niat untuk beranjak dari tempat tidur. Tatapannya kosong menerawang melalui jendela kamarnya. Benda pipih berwarna putih tergeletak tak disentuh sama sekali sejak semalam. Berisik pun tak mengganggu padahal panggilan telepon beberapa kali masuk tanpa jawaban.

Haikal memperhatikan dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka. Khawatir melanda melihat perubahan sikap sang adik yang tiba-tiba. Lemas, pucat dengan tatapan kosong seperti raga tanpa nyawa. Diajak bicara pun percuma, hanya dehaman kecil yang keluar dari bilah bibir Ghea.

Apakah ada hubungannya dengan kembalinya dia?

Itu yang terbesit di kepala Haikal saat melihat rumah kosong di depan rumahnya kini kembali berpenghuni. Setelah hampir tiga tahun lamanya sang pemilik memilih kembali.

3J Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang