Hal ini dimulai pada saat Jendra berusia 10 tahun. Dimana sang bunda dinyatakan tak bisa mengandung kembali karena suatu kecelakaan. Disaat itu juga, Jendra terus merengek meminta seorang adik.
Karena sudah kewalahan menghadapi rengekan Jendra, akhirnya mereka memutuskan untuk mengadopsi seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. Menurut penjelasan ibu panti, anak tersebut ditinggalkan begitu saja di dekat perkebunan dan ditemukan oleh salah satu anaknya, dengan sepucuk surat di pojok keranjang bayi.
Surat tersebut berisi tentang alasan orang tua bayi itu meninggalkannya, salah satunya karena masalah ekonomi.
Akhirnya, setelah mengurus surat-surat anak laki-laki yang diketahui bernama Raka Karunasankara, dan mengajaknya berinteraksi, ia bisa dibawa pulang.
Jendra yang melihatnya pun senang, saat pertama kali menyaksikan Raka masuk ke dalam rumah, ia sudah berlari memeluk adik barunya.
Hari-hari keluarga itu sangat bewarna dengan ocehan Jendra yang berusaha memulai obrolan dengan Raka. Hingga suatu ketika, 3 hari setelah ulang tahun Jendra ke 17, orang tua mereka mengalami tabrak lari yang merenggut nyawa mereka.
Sejak saat itulah, sikap Jendra mulai berubah. Yang tadinya lembut, menjadi sedikit kasar ketika Raka tak mau mendengarkannya. Perubahan sifat Jendra semakin parah ketika Raka menginjak usia 15 tahun. Ia mulai menggunakan fisiknya untuk melarang ini itu dan lainnya.
Raka sangat terkejut saat itu, bahkan ketika berusia 17 tahun, Raka pernah dikunci dalam kamar mandi semalaman oleh Jendra karena ia menggunakan kosa kata 'gue-lo' saat berbicara Jendra.
Perbuatannya pada Raka ia lakukan hingga sekarang. Raka bahkan memiliki jadwal pulang, yang mana jika ia ketahuan terlambat melaksanakan jadwal itu, maka sudah ia pastikan, Jendra tidak akan melepaskannya.
.
.
.
Suara alarm berbunyi memecah keheningan kamar. Pemuda berpipi chubby yang sedang tidur pulas sampai terbangun mendengarnya.
Ia mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya. Menggerakkan badannya pelan, dan menghela nafas lega saat merasakan punggungnya tak sesakit tadi malam.
"Raka!" Panggilan dari luar kamar membuat beranjak.
Raka membuka sedikit pintu, hanya salah satu matanya yang terlihat.
"Sarapan," ucap Jendra. Tanpa permisi, ia masuk kedalam kamar. Raka berjalan menuju kamar mandi setelah melihat Jendra masuk.
"Gu-" Jendra menatap tajam Raka yang berada di depan kamar mandi.
Raka memejamkan matanya erat menyadari satu kesalahan. Menelan ludahnya sebentar, ia berucap, "Ah, Sorry. Maksudnya... Aku mandi dulu." Setelah mengatakan itu, ia segera masuk kamar mandi. Jendra mendengus kesal mendengarnya.
Jendra memang sangat tidak suka jika Raka menggunakan kosa kata 'gue-lo' padanya. Jadi, jika Raka masih bersikukuh menggunakannya, ia tak segan-segan untuk menghukumnya. Ia berdiri dan mencari pakaian untuk Raka dari lemari.
Hari ini adalah hari Minggu, ia berencana mengajak Raka ke pantai. Setelah menunggu beberapa menit, pemuda yang Jendra tunggu sudah keluar dari kamar mandi menggunakan handuk yang melilit tubuh putih mulusnya.
"Pakai ini," titah Jendra menyodorkan setelan pakaian. Raka mengambil pakaian itu dan berganti baju di kamar mandi.
Setelah bersiap-siap, mereka berjalan ke ruang makan. Jendra duduk di salah satu kursi, dengan Raka yang berada di pangkuannya. Memang tak susah memangku atau menggendong Raka, karena Raka memiliki tubuh ringan, dan hanya memiliki tinggi 162cm. Sedangkan Jendra sendiri memiliki tinggi 185cm.
Saat ini Raka tampak sangat menggemaskan dengan sweater polos bewarna coklat susu dan celana denim putih. Sedangkan Jendra terlihat tampan dengan kaos putih yang dilapisi jaket hitam, dengan celana jeans bewarna hitam.
"Bang," panggil Raka. Tangannya menyuapkan makanan ke mulutnya. Kakinya ia ayunkan saat mengetahui sarapannya terasa enak.
"Kenapa, hm?" Tanya Jendra dengan suara beratnya. Ia mengalihkan pandangannya dari handphone yang ia pegang. Tangannya yang berurat itu bergerak mengelus pipi berisi Raka.
"Kita mau kemana?" Raka bertanya. Karena... Biasanya sang kakak memakai pakaian seperti ini saat akan mengajaknya keluar.
"Pantai." Jendra menjawab singkat.
Raka tampak berbinar, sudah lama sekali ia tak ke pantai. "Beneran bang?"
Jendra mengangguk sekilas. "Cepat habiskan makananmu atau saya tinggal."
Mendengar itu, ia segera menghabiskan makanannya. Sesekali Jendra mengusap sudut bibir Raka yang terdapat serpihan roti.
"Udah?" Raka mengangguk tak menjawab karena sedang meneguk susunya.
"Ayo." Jendra dengan mudah menggendong Raka ala koala menuju mobil. Yang digendong hanya diam dengan tangan yang ia lingkarkan di leher Jendra.
"Bang, aku duduk dibelakang aja." Raka menahan Jendra saat akan mendudukkannya di kursi sebelah sopir. Endra adalah panggilan kesayangan yang diberikan Raka untuk Jendra.
"Duduk disini, Raka," tegas Jendra menatap mata bulat yang sedang menatapnya juga.
"Tapi-"
"Membantah?" Jendra menaikkan sebelah alisnya.
Raka menghembuskan nafasnya pelan. "Okay, duduk didepan," jawabnya pelan hampir tak terdengar.
Jendra tersenyum tipis melihat Raka yang sangat menurut padanya.
.
.
.
Jangan lupa buat vote nya yaa, terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal; Shanka [END]
General Fiction[BROMANCE AND BROTHERSHIP AREA] Bagaimana jika seseorang yang menyukai kebebasan harus hidup berdampingan dengan manusia yang sangat posesif? apakah ia harus menuruti perintah untuk keselamatannya, ataukah tetap berusaha mencari celah untuk bebas? M...