04. Motorcycle

14.3K 851 4
                                    

"Setelah sarapan, datang ke kamar saya," perintah Jendra. Ia tak sengaja melewati ruang makan, melihat Raka yang sedang memakan sandwich. Pemuda manis itu sudah siap dengan seragam sekolahnya.

"Huum," jawabnya. Mulutnya penuh dengan sandwich yang dimakannya hingga pipi berisi itu terlihat semakin menggembung.

Jendra melirik sekilas lalu berlalu pergi. Rasanya ia ingin mencubit dan memakan pipi gembul itu.

"Ngapain lagi tuh si aki-aki," gumamnya pelan.

Raka segera menghabiskan sarapannya dan berlari menuju kamar Jendra agar laki-laki itu tak berbuat nekat, yaitu menyeret atau bahkan menggendongnya secara paksa.

Tok tok tok

"Bang Endra?" Panggilnya setelah mengetok pintu.

Cklek

Jendra membuka pintu kamarnya dari dalam. ia mempersilahkan Raka masuk, setelah itu ia kembali menutup pintu.

Raka terkejut melihat penampilan Jendra yang acak-acakan. Kemeja yang setengah keluar dari celana, tiga kancing baju yang terbuka, rambut yang berantakan, dan dasi yang belum terbentuk dikalungkan di leher begitu saja.

"Are you okay?"

"Ya seperti yang kamu lihat," jawab Jendra. Ia masih berusaha membenarkan dasinya.

Raka tertawa kecil melihatnya, membuat Jendra memicingkan matanya. "Kenapa tertawa?"

Spontan ia menutup mulutnya dan menggeleng pelan. "Sini aku bantuin," tawarnya. Jendra mengangguk pelan dan memajukan tubuhnya mendekat.

Dengan telaten Raka merapikan penampilan Jendra, saat selesai ia tersenyum puas dan menepuk dada Jendra dua kali.

"Udah selesai," ucapnya.

Jendra tersenyum tipis dan mengelus rambut Raka pelan. "Terima kasih."

"Iya. Udah mau setengah tujuh, aku... Boleh naik motor sendiri?" Tanya Raka takut-takut. Jendra diam.

Menyadari jika yang ia ajak bicara hanya diam, alarm bahaya di kepala Raka berbunyi. Ia menggigit bibirnya cemas, takut berakhir dengan 'sesuatu'.

"Boleh ya?" Raka menampilkan puppy eyes nya yang membuat Jendra memalingkan wajah, tak mau melihat ekspresi menggemaskan yang dimiliki Raka.

"Ya sudah. Tapi ingat, hati-hati."

Raka mengangguk senang, ia berlari mengambil tas dan menuju garasi. "Makasih! Aku berangkat!!!"

Jendra menggeleng pelan. Lantas, ia masuk kamar untuk mengambil tas kerja dan juga jasnya.

.

.

.

Di sisi lain, Raka dengan semangat mengendarai motor besarnya. Bibirnya bersenandung pelan, menikmati udara segar pagi hari. Ia sangat senang karena sudah lama sekali ia tak mengendarai motor besarnya, karena Jendra yang sangat posesif tidak mengijinkannya naik motor sendiri.

Alasannya? Hampir satu tahun yang lalu, Raka pernah mengalami kecelakaan tunggal. Saat hujan deras, ia nekat pulang dari sekolah. Yang terjadi setelahnya adalah Raka terpeleset dan menabrak sebuah pohon besar yang menyebabkan tangan kirinya retak.

"Widih tumben pake motor," ujar seorang pemuda bermata sipit saat melihat Raka memarkirkan motor disebelahnya.

Raka menoleh, ia menyengir menatap pemuda tadi. "Sepupu lo mana Zen?" Tanya nya.

Pemuda yang dipanggil 'Zen' itu menunjuk seseorang yang keluar dari mobil sambil memakan permen.

Raka menghampirinya dan menarik tas yang disampirkan ke bahu, lalu menghampiri temannya yang pertama melihatnya.

Eternal; Shanka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang