09. Mood

8.7K 612 8
                                    

Suara ketukan pada meja menggema di ruangan dingin itu. Lelaki tampan yang memiliki tatapan tajam tersebut menatap sebuah pigura kecil berisi sebuah foto dua orang dewasa dengan kedua anak kecil di pojok mejanya, tatapannya sendu, ia menghela napas berat.

"Maaf, Jendra-" ia menggantung ucapannya. Memejamkan mata singkat, ia kembali bersuara. "-ga sengaja, ayah."

"Lagian, dia juga yang ga nurut sama Jendra."

Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Raka, tetapi pemuda itu tak membalas pesan ataupun mengangkat panggilannya.

Saat handphonenya berbunyi, ia langsung mengambilnya. Berharap jika yang mengirimkan pesan adalah Raka.

Seketika ia berdecak kesal saat mengetahui siapa yang memberinya pesan.

Dimas

Vijendra bodoh Shankara! Lo apain adek gue hah!

Gue ga ngapa-ngapain Zen


Adek gue si Raka maksudnya, lo apain semalem!?

Raka adek gue, sialan!


Kakak mana yang sering main tangan ke adeknya pas ngelakuin kesalahan dikit

Jendra tak membalas, ia meletakkan handphonenya di meja secara kasar.

Tok tok tok

"Masuk!"

Suara ketukan high heels terdengar jelas, menampakkan seorang perempuan dengan kemeja putih yang dimasukkan ke dalam rok hitam sedikit di atas lutut, kemeja itu dilapisi dengan blazer hitam.

"Permisi pak, ini sudah saatnya jam makan siang. Apa bapak ingin memakan sesuatu? Jika iya, akan saya pesankan," ujar perempuan itu dengan nada yang lembut. Ia adalah sekretaris Jendra.

"Tidak perlu, saya akan keluar setelah ini." Jendra berucap datar.

"Baik pak, kalau begitu saya permisi," jawabnya. Ia berjalan menuju pintu ruangan.

"Jihan!" Panggilnya saat perempuan bernama 'Jihan' itu akan membuka pintu.

"Iya pak?"

"Saya ada meeting jam empat?" Tanya nya dingin.

"Benar, apa ada masalah?"

Jendra menggeleng. Ia mengibaskan tangannya seakan menyuruh perempuan itu pergi.

Ia merenggangkan ototnya sejenak, dan mengantongi dompet serta mengambil jasnya.

Ia nenyampirkan jas hitam miliknya di lengan, lalu berjalan cepat keluar dari ruangannya.

Beberapa kali ia disapa oleh karyawannya, dan ia hanya membalasnya dengan anggukan singkat, tanpa senyuman sedikitpun. Karyawan disana sudah terbiasa, jadi mereka tak mempermasalahkan hal itu.

Jendra memasuki mobilnya, ia memutuskan untuk pergi ke salah satu cafe bernuansa alam. Di sana, ia duduk di salah satu kursi pojok yang ada.

Setelah memesan makanan dan minuman, ia melamun menatap sebuah vas bunga kecil di meja.

Seorang waiters datang membawa pesanannya, ia memakan dengan tenang. Hingga satu manusia datang yang seketika menghilangkan nafsu makannya.

"Pak Jendra?" Panggilnya.

Jendra mendongak sekilas melihat siapa perempuan yang berdiri didepannya, ia menghela napas kecil. "Hm."

"Ah ternyata benar, eum... Sebelumnya maaf kalau saya kurang sopan, tapi... Apakah saya boleh ikut duduk di sini?"

Eternal; Shanka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang