Jendra berdiri di depan IGD dengan tatapan cemas setelah mengurus administrasi. Raka sedang di tangani di dalam, ia hanya bisa berdoa agar semua berjalan lancar.
Ia bahkan tak peduli bahwa pakaian dan tangannya penuh bercak darah yang membuatnya menjadi pusat perhatian. Pikirannya hanya tertuju pada satu nama, Raka.
Cklek
"Keluarga Raka?"
"Saya kakaknya, dok."
"Begini, operasi pengambilan peluru berjalan dengan lancar. Luka tusukan di perutnya tidak terlalu dalam, jadi belum mengenai organ dalamnya."
Jendra mengangguk dan tersenyum tipis mendengar penjelasan sang dokter.
Setelah dokter tersebut pamit pergi, ia mengambil handphone ketika mendengar dering telepon.
"Halo, mereka berdua udah gue bawa ke tempat biasa."
"Hm, thanks."
"Kasih mereka balasan yang setimpal. Anggep aja dia bukan sepupu gue."
"Lo gila?"
"Engga. Keluarga gue udah di didik buat tanggung jawab. Bahkan om gue ada yang dihukum mati."
"Sorry."
"Gapapa. Yaudah gue otw ke sana."
"Ya."
3 jam berlalu, Raka sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.
Jendra duduk di kursi yang berada di sebelah ranjang sambil menggenggam tangan Raka. Ia menunduk sambil mengajak Raka berbicara, yang pastinya tidak akan ada jawaban.
Cklek
Pintu terbuka, seorang lelaki masuk dan menepuk bahu Jendra.
"Pulang dulu, baju lo kotor kena darah semua. Istirahat juga, biar gue yang jaga Raka."
"Gapapa, Mas?"
Dimas mengganguk. "Udah santai aja, sana istirahat! Jangan sampe sakit." Lelaki itu mengusak gemas rambut Jendra.
"Makasih. Gue pulang," pamitnya.
"Iya! Hati-hati. Kalo ada apa-apa kabarin."
Jendra mengacungkan jempol sebelum menutup pintu.
.
.
.
Nyatanya, Jendra tak benar-benar pulang ke rumah. Ia malah pergi ke tempat di mana kedua bajingan yang menyakiti Raka di sekap.
Jendra membuka pintu hitam di depannya dan mengambil sebuah ember yang sudah disiapkan oleh anak buahnya.
Byur
"ARGHH PANAS!" Raung Ferro keras. Ia hanya menggunakan celana pendek. Sedangkan bajunya sudah terlepas entah kemana.
Lelaki itu mengguyur tubuh Ferro dengan air panas. Jendra melempar ember tersebut hingga menimbulkan kebisingan.
Melangkah pelan, ia menuju meja yang berada di pojok ruangan.
Memilih sebentar, matanya tertuju pada sebuah garpu yang sudah berkarat.
Jendra mengambil garpu tersebut dan menghampiri Ferro yang masih meringis kesakitan.
Dengan tatapan datar, Jendra menancapkan garpu itu pada bahu Ferro dan menariknya hingga siku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal; Shanka [END]
General Fiction[BROMANCE AND BROTHERSHIP AREA] Bagaimana jika seseorang yang menyukai kebebasan harus hidup berdampingan dengan manusia yang sangat posesif? apakah ia harus menuruti perintah untuk keselamatannya, ataukah tetap berusaha mencari celah untuk bebas? M...