03. Beach

16.1K 1K 7
                                    

Dua pemuda berbeda usia sedang melakukan perjalanan ke salah satu pantai. Yang lebih muda bersenandung kecil menyanyikan lagu favoritnya.

"Lantas mengapa ku masih menaruh hati...."

"Padahal ku tahu kau t'lah terikat janji...."

"Keliru ataukah bukan tak tahu...."

"Lupakanmu tapi aku tak mau...."

"Kamu punya pacar? Atau menyukai seseorang?" Celetuk Jendra. Raka menoleh, melihat Jendra yang menyetir dengan satu tangan, sedangkan tangan satunya Jendra gunakan untuk menggenggam tangannya.

Mata tajamnya melihat lurus kedepan, tak menatap Raka. "Engga, kenapa emangnya? Tumben tanya kaya gitu."

"Baguslah, kalau kamu punya pasangan tanpa sepengetahuan saya, segera putuskan atau kamu terima akibatnya."

Raka mengernyitkan dahinya heran, namun tak urung ia mengangguk.

"Iya."

Mobil kembali hening, hanya ada suara mesin AC yang berbunyi.

Selang beberapa menit, keduanya sudah sampai di pantai. Jendra mencari tempat untuk memarkir mobilnya.

Raka memilih memainkan handphone miliknya dan membuka salah satu pesan.

Kak Dimas

Raka
Mau main ga?

Maaf kak, aku lagi pergi sama Bang Jendra

Oh gitu, yaudah. Lain kali saya main ke rumah ya

Iya kak, main aja

Sip, kalau gitu have fun Raka!

Raka mengulas senyum tipis membacanya, Jendra yang sudah selesai parkir menyadari Raka yang sibuk dengan handphonenya.

Ia segera merebut handphone milik Raka dan melihat apa yang dilakukan pemuda kecil itu.

"Dimas?"

"Sejak kapan kamu punya nomor HP Dimas?" Alis Jendra menukik tajam.

"Tiga Minggu yang lalu mungkin...." Jawab Raka tak yakin.

"Jangan terlalu dekat dengan Dimas."

Raka mengangkat kedua alisnya. "Kenapa emangnya?"

Jendra berdecak. Ia melepas seatbelt nya lalu membuka pintu mobil. "Kamu tidak perlu tahu. Intinya jangan terlalu dekat dengan Dimas!" Tegasnya sebelum menutup pintu dengan kencang.

Brak

"Lah kok marah? Padahal sini nanya baik-baik," gerutunya. Raka mengambil tas kecilnya lalu ikut keluar.

Ia berlari untuk menyusul Jendra yang sudah lumayan jauh, beberapa kali ia mencibir laki-laki yang terlihat santai berjalan dengan kaki panjangnya.

"Itu kaki apa tiang? Panjang amat. Ini juga, ngasih baju kaya gini, malu anjir diliatin." Raka terus mendumel pelan.

Saat asik berjalan sambil menunduk menatap pasir, ia menabrak sesuatu yang keras.

"Aduh!"

"Ceroboh." Suara itu membuat Raka mendongakkan kepalanya. Ia sedikit terkejut melihat Jendra yang tiba-tiba mengelus pelan dahinya.

"Ayo," ajak Jendra. Tangannya ia ulurkan kearah Raka.

Raka menerima uluran tangannya. Dengan segera Jendra menggenggam tangan mungil tersebut dan membawanya berjalan-jalan. Sekarang masih jam enam pagi, jadi tempat ini belum begitu ramai.

Pemuda berpipi chubby itu berjalan riang, ia mengayunkan genggaman tangannya disebelah Jendra yang setia memasang ekspresi datarnya.

"Bang, aku boleh main air?" Izin Raka saat mereka sudah dekat dengan bibir pantai.

"Ya." Jendra melepaskan genggamannya. Raka tersenyum lebar. Ia melepas sepatu sandalnya, dan menggulung celana miliknya hingga lutut. Setelah itu dia berlari menuju pinggir pantai dan bermain air.

Diam-diam Jendra tersenyum kecil melihat pemandangan indah itu. Tangannya mengambil ponsel dan memotret Raka dari tempatnya berdiri. Melihat hasil foto yang ia ambil, senyumnya bertambah lebar. Raka yang berdiri menangkup air dengan cengiran lucu membuatnya terpana sejenak.

.

.

.

"Bang Endra!" Raka berlari menemui Jendra yang sedang duduk di pasir putih, diantara jari telunjuk dan tengahnya terdapat sebatang rokok yang menyala.

"Udah puas, hm?" Jendra menyelipkan rokok diantara kedua belah bibirnya. Jemari panjangnya ia gunakan untuk menyingkirkan poni rambut yang menutupi setengah mata Raka.

Raka memejamkan matanya menikmati elusan tersebut. Ia menganggukkan kepalanya. "Udaah."

"Ini baju ganti mu." Jendra memberikan paper bag yang berisi setelan pakaian.

"Wait, aku ganti dulu," ujar Raka setelah mengambil pakaian yang dibawa Jendra.

Jendra mengecek jam tangannya, ia berjalan-jalan sebentar sambil menunggu pemuda manis yang sedang berganti pakaian.

Setelah beberapa saat berjalan-jalan, ia mendengar suara langkah kaki menghampirinya.

Jendra membalikkan badannya, dihadapannya kini sudah ada Raka yang berjongkok seakan mencari sesuatu.

"What's wrong?"

"Nothing," jawabnya. Namun tangannya aktif mengorek pasir. Sampai beberapa saat ia mengambil sesuatu dan tersenyum lebar.

"Ini masih jam sembilan, setelah ini kita makan dulu." Raka mengangguk tanpa menghadap Jendra, ia masih sibuk bermain dengan pasir.

"Look!" Serunya senang. Ia berdiri dan memperlihatkan seekor anak kepiting yang masih sangat kecil.

"So cute," ucap Raka pelan. Ia mendekatkan kepiting itu ke wajahnya untuk melihatnya lebih dekat.

"Like you," ucap Jendra kelepasan. Raka reflek membulatkan matanya.

"Hah?"

"Engga." Jendra melangkahkan kakinya menuju parkiran, telinganya tampak memerah jika dilihat dari dekat. "Ayo makan," imbuhnya.

Raka segera cuci tangan dan menyusul dengan berlari agar tak tertinggal. Ia segera memasuki sebuah cafe dipinggir pantai yang baru saja buka.

Matanya menatap sekeliling dan menemukan Jendra yabg duduk dipojok dengan rokok yang sudah menyala terselip di sela-sela jari tangannya.

Raka berjalan menghampiri laki-laki yang sibuk menghisap dan menghembuskan asap rokoknya.

Tanpa sepatah kata, Jendra memberikan buku menu padanya. Ia melihat-lihat menu yang ada dan mulai mencatat, ia tak lupa memesankan untuk Jendra.

Seorang pegawai menghampiri mereka. "Baik, saya cek ya. Paket kerang bumbu saus padang satu, gurita pedas manis satu, dan cumi-cumi asam manis satu. Untuk minumnya lemon squash satu, dan iced americano satu." Pegawai itu membaca ulang tulisan yang ditulis oleh Raka.

"Iya kak," balas Raka.

Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk langsung pulang kerumah agar bisa mengistirahatkan tubuhnya. Bahkan Jendra tanpa berkata apapun langsung menuju kamar, meninggalkan Raka yang sangat heran. Apakah ia melakukan kesalahan?

.

.

.

Segini dulu, tandai kalau ada typo.

Eternal; Shanka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang