"Anjay, udah baikan ama pawangnya," canda Ferro yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Berisik!"
"Ga mau pulang, lo?"
"Ngusir lo!?" Raka memelototi pemuda itu.
Ferro berusaha menghindar dari bantal yang dipukulkan Raka ke tubuhnya. "Kaga elah! Tanya doang njir. Sensi banget sih, lagi dapet lo?"
"Aduh! Engga woi bercanda!" Ferro berteriak ketika tangan lentik Raka menarik rambutnya.
"Ulangi," titahnya.
"Ampun Ka, ga lagi." Pemuda itu memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Sini," perintah Zen yang langsung dituruti oleh Raka.
Meraih pinggang ramping pemuda manis itu, Zen mendudukkan Raka di pahanya.
"Gimana?" Tanyanya lembut sambil mengelus pipi Raka.
"Gue pengen. Tapi kalo dia...."
Zen tersenyum lembut. "Gue tau, lo sebenernya kangen rumah lo. Atau gini aja, lo coba dulu. Nanti kalo Bang Jendra kasarin lo lagi, gue bakal bawa pergi lo lagi."
Raka terdiam. Ferro yang mengerti suasana hati pemuda itu juga ikut diam, tak ingin memperburuk suasana hati Raka.
"Pikirin dulu, ga usah langsung dijawab sekarang. Yang penting, salah paham kemarin udah selesai."
Pemuda manis itu mengangguk. Lalu, seolah teringat sesuatu, ia menatap kedua pemuda yang ada di sini bergantian.
"Apa?" Ferro bertanya terlebih dahulu.
"Kok kalian tau gue udah baikan!?" Tanya Raka mengintrogasi.
"Hehe..., tadi pas gue sama Zen mau nyamperin lo, ternyata lagi ada Bang Jendra. Jadi ya ngumpet dulu di belakang pohon."
"Gue mau kasih lo waktu buat ngobrol dulu sama Bang Jendra," sahut Zen. Ia bahkan tak marah ketika Jendra mengetahui rumah miliknya.
"Thanks." Keduanya mengangguk bersamaan dan mengacungkan jempol.
"Eh gue baru kepikiran, Bang Jendra tau dari mana kalo gue di sini?"
"Mungkin pernah ngeliat lo pas pulang, terus diikutin. Tapi dia mau ngasih ruang buat lo?" Ferro menjawab setelah berpikir sejenak.
Zen terdiam sebentar, lalu mengangguk menyetujui.
"Mungkin aja gitu."
"Oh..., yaudah lah penting udah clear." Raka mengibaskan tangannya lalu berdiri untuk mengambil coklat yang ada di kulkas.
"Lo mau berhenti atau tetep kerja?"
"Kerja, lah!"
Satu kegiatan yang dilakukan selama 3 bulan ini adalah bekerja di cafe yang berada lumayan jauh dari lingkungan yang biasa dikelilingi oleh Jendra.
Ia bekerja sebagai kasir. Zen dan Ferro bahkan sampai terkejut ketika Raka mengatakan bahwa ia bekerja. Ketika ditanya, jawabannya hanya ingin menyibukkan diri agar tidak bosan.
.
.
.
Di dalam kamar, Jendra merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Saat hampir terlelap, dering handphone membuatnya kembali membuka mata.
"Halo?"
"Jen, lo di rumah ga?"
"Di rumah."
"Gue mau ke sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal; Shanka [END]
General Fiction[BROMANCE AND BROTHERSHIP AREA] Bagaimana jika seseorang yang menyukai kebebasan harus hidup berdampingan dengan manusia yang sangat posesif? apakah ia harus menuruti perintah untuk keselamatannya, ataukah tetap berusaha mencari celah untuk bebas? M...