07. Meet

9.6K 703 1
                                    

"Hi, kitten, long time no see."

Raka melepaskan pegangannya pada pintu, dan langsung menubruk badan seseorang yang ia rindukan. Ya, sepertinya ia melupakan ucapan sang kakak tempo lalu.

"Kak Dimas!"

"Woo, santai," ucapnya setelah membalas pelukan itu.

Dimas Vaganzha, lelaki 23 tahun itu adalah sahabat Jendra sedari SD. Hanya dia yang tahu bagaimana kehidupannya dengan sang adik selain Zen dan Ferro.

Dimas selalu memberi nasehat, namun Jendra yang keras kepala tak pernah mendengarkannya.

"Ayo duduk kak," ajak Raka. Ia menggiring Dimas untuk duduk di salah satu sofa.

"Kamu gimana kabarnya?" Tanya Dimas. Tangannya ia gerakkan untuk merangkul dan mengelus rambut halus Raka.

"Baik, kalo kak Dimas gimana?" Tanya Raka balik.

"Sebenernya saya kurang baik-baik aja dua hari belakangan, cuman...." Dimas sengaja menggantung ucapannya.

"Karena udah ketemu lagi sama kamu, saya jadi baik-baik aja," lanjut nya. Raka tertawa kecil mendengarnya.

"Kalau aku cewe udah jejeritan kali," canda Raka.

"By the way, kenapa ga baik-baik aja?"

"Udah tiga hari ini saya agak ga enak badan," ucapnya.

Raka membulatkan matanya, refleks ia menempelkan punggung tangannya ke dahi Dimas. "Udah tau masih sakit kenapa malah keluyuran!? Nanti kalau tambah sakit gimana, suka minum obat apa gimana sih!? Mending istirahat di rumah!" Omelnya persis seperti ibu yang mengomel dengan anaknya.

"Saya ga papa, udah baikan juga kok."

"Kamu kemarin abis dari rumah pohon, ya?" Tanya Dimas mengalihkan pembicaraan.

Raka mengangguk, membuat poninya ikut bergerak. "Kok tau?"

"Zen kemarin bilang, katanya kamu nyemil mulu. Bilangnya mau punya perut kotak-kotak tapi kok kerjaannya makan mulu," ucap Dimas terkekeh.

"Ih! Jangan kaya Zen, ngatain aku mulu," kesal Raka mengerucutkan bibirnya.

"Ga kakak ga adeknya, sama aja."

Satu hal yang belum diketahui oleh banyak orang, bahwa Zen memiliki seorang kakak laki-laki, yaitu Dimas Vaganzha.

"Hahahahaha! Maaf, saya bercanda."

"Oh ya, ini. Saya bawakan sesuatu untuk kamu," ujarnya. Ia memberikan kantung plastik yang ia bawa untuk Raka.

Pemuda menggemaskan itu mengambil plastik yang diberikan Dimas. "Woah! Green tea boba! Makasih kak," ucap Raka sambil tersenyum lebar. Ia langsung meminum boba miliknya.

Dimas menepuk sebentar kepala Raka. "Sama-sama."

Mereka terus mengobrol hingga lupa bahwa ada satu manusia yang sudah mengepalkan tangannya dan menatap tajam mereka.

Dimas tentu menyadari hal itu, ia melirik Jendra dan memberi senyuman menyebalkan yang lebih terkesan mengejek.

Jendra semakin menajamkan tatapannya. "Sialan," umpatnya pelan.

"Oh iya! Aku sampe lupa ga buatin minum Kak Dimas, bentar ya kak." Belum sempat Dimas menjawab, lelaki mungil itu sudah berlari menuju dapur. Kini di ruang tamu hanya ada dua lelaki yang saling diam, sebelum salah satunya mengatakan sesuatu.

.

.

.

"Loh Bang Jendra mana?" Tanya Raka saat melihat sang kakak tidak ada di ruang tamu.

Eternal; Shanka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang