"Bang, aku bantuin ya?"
"Ga usah, duduk aja."
"Gapapa aku bantuin, lagian udah ga sakit kok tangannya," jawab Raka.
Beberapa Minggu telah berlalu, kini tangan Raka sudah 90% sembuh. Walaupun ia masih harus menggunakan arm sling untuk menyangga lengannya.
Hari ini, Jendra dan Raka mengunjungi rumah mereka dulu, dan juga membersihkannya.
"Besok kita ke rumah yang dulu, dibersihin aja. Barangkali kamu mampir kesana." Itu yang diucapkan Jendra kemarin, dan Raka setuju-setuju saja.
"Raka, duduk." Nada bicara Jendra mendingin, membuat Raka mengulum bibirnya dan menurut.
Ia kembali duduk di sofa yang sudah dibersihkan oleh lelaki yang sedang menggeser lemari kaca.
Ting!
Raka mengecek handphonenya yang bunyi, lalu menghampiri Jendra.
"Bang, aku keluar dulu. Makanannya udah sampe."
"Hm."
Pemuda itu berjalan dan membuka pintu, disana terdapat seorang pria yang membawa sebuah plastik menunggu Raka datang.
"Atas nama Mas Raka?"
"Iya pak."
"Baik, ini ya mas. Saya kira tadi ini rumah kosong, soalnya dari depan...," ujarnya menggantung.
Raka tersenyum mengerti. "Iya pak, emang dari depan kelihatan kaya rumah kosong. Soalnya baru dibersihin."
"Oh gitu, yaudah mas, kalo gitu permisi."
"Iya pak, makasih!"
Setelahnya, ia kembali memasuki rumah dan menutup pintu.
"Bang! Makan dulu, itu dilanjut nanti," suruh Raka pada Jendra. Lelaki itu menurut, ia membersihkan kedua tangannya dan duduk di sebelah Raka.
"Ini," ujarnya sambil menaruh seporsi gimbap di depan Jendra.
"Kamu?"
"Nih," tunjuk Raka pada nasi padang dengan sayur daun singkong dan rendang sebagai lauk yang telah ia buka.
"Saya kira kamu pesen ini juga."
Raka menyuapkan nasi ke mulutnya lalu menggeleng. "Lagi pengen nasi padang, siang-siang gini enak pasti."
Jendra mengangguk sekilas, lalu ikut memakan gimbap miliknya.
Mereka makan dengan tenang, setelah selesai, Jendra kembali melanjutkan kegiatannya. Sesekali Raka membantu memindahkan barang-barang seperti pigura dan miniatur.
.
.
.
Seorang pemuda berdiri di depan sebuah gedung besar. Ia menatap bangunan itu sebelum melangkahkan kakinya untuk masuk.
Ditangan kirinya, ia membawa sebuah kotak bekal bewarna hitam.
Raka menghampiri seorang resepsionis dan menanyakan dimana Jendra berada.
"Permisi, kak mau tanya. Ruangan Pak Jendra dimana ya?"
"Maaf, apa sudah membuat janji?"
Raka tak menjawab. Ia hanya menunjukkan pesan dari Jendra yang menyuruhnya untuk datang kemari.
Resepsionis itu mengangguk, lalu memberitahu dimana ruangan Jendra berada.
Sesampainya di atas, ketika Raka akan mencari ruangan Jendra, ia tiba-tiba ditabrak oleh seorang wanita dengan pakaian ketat hingga terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal; Shanka [END]
General Fiction[BROMANCE AND BROTHERSHIP AREA] Bagaimana jika seseorang yang menyukai kebebasan harus hidup berdampingan dengan manusia yang sangat posesif? apakah ia harus menuruti perintah untuk keselamatannya, ataukah tetap berusaha mencari celah untuk bebas? M...