Gelap dan sepi. Pemuda manis itu terlihat sangat kacau. Tangan dan kaki yang di tali pada kursi, mata ditutup menggunakan kain hitam, juga mulut yang dilakban.
"Hmphh!!!" Ia menggoyangkan tubuhnya ke kanan-kiri. Bukannya terlepas, tali itu malah semakin terasa kencang.
"Berisik!" Sentak seorang lelaki di ruangan itu yang merasa terganggu.
Pemuda itu, tak lain adalah Raka tetap memberontak. Karena kesal, lelaki itu menghampirinya.
Plak
"Lo budek!? Diem!" Raka meringis tertahan ketika pipinya terasa perih.
Seseorang dengan kaos hitam pendek memasuki ruangan itu. Seketika lelaki tadi menunduk hormat bersama 2 temannya.
"Gimana?"
"Dia terus memberontak tuan muda," lapornya.
"Cih..., akhirnya gue bisa ketemu lo tanpa sandiwara," ujar pemuda itu.
Srek
"Aish!"
Lakban dimulut Raka dibuka dengan kasar, tetapi kain hitam dan tali di tangan juga kakinya tidak dilepas.
"Lo siapa!?"
"Lo ga perlu tau, yang pasti..., lo sayang banget sama gue." Karena menggema, suara pemuda itu menjadi sedikit berbeda. Sehingga Raka tak dapat mengenali pemilik suara ini. Ditambah, matanya tertutup oleh kain.
Ketika Raka ingin menjawab, dagunya lebih dulu dicengkeram oleh pemuda yang dipanggil 'tuan muda' tadi.
"Gue benci sama lo."
Plak
Raka kembali ditampar, dan kali ini lebih kencang dari sebelumnya.
"Gara-gara lo, gue hidup menderita!"
Bugh
Pemuda itu memukul pipi Raka hingga sudut bibirnya berdarah.
"Gara-gara lo juga, Allyn pergi," ujarnya melirih.
Deg
Tubuh Raka membeku. Nama itu....
Brak
Kursi usang itu ditendang hingga membuat Raka yang berada di sana terjatuh dengan kencang ke belakang.
Kepalanya terbentur lantai, sedangkan tangannya tertekuk di belakang.
"Gue bener-bener benci sama lo, bajingan!"
"Harusnya gue ga nolongin lo waktu digebukin abang lo!"
Pemuda itu mengambil pisau lipat dari saku jaketnya, lalu menarik kursi itu hingga berdiri seperti semula.
Sret
"Akhh!" Pisau itu menggores wajah Raka dari bawah mata hingga lehernya. Darah merembes keluar, Raka memejamkan mata ketika mencium bau anyir darah.
Setelahnya, ia merasakan pahanya seperti tertusuk sesuatu. Pemuda tadi ternyata menancapkan 10 jarum jahit pada paha Raka.
"Shit!" Umpat Raka pelan.
"Sakit, hm?"
"Gue ga peduli, sih."
Jleb
"Sialan!"
Sebagai akhir dari ucapan selamat datangnya, pemuda tersebut menancapkan jarum jahit itu lebih dalam.
"Ah, udah jam sepuluh. Sayang banget pasti gue udah dicari sama orang rumah, gue pulang dulu deh," pamitnya lalu meninggalkan Raka yang terduduk lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal; Shanka [END]
General Fiction[BROMANCE AND BROTHERSHIP AREA] Bagaimana jika seseorang yang menyukai kebebasan harus hidup berdampingan dengan manusia yang sangat posesif? apakah ia harus menuruti perintah untuk keselamatannya, ataukah tetap berusaha mencari celah untuk bebas? M...