Pagi ini Ranjani sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Ranjani memakai setelan yang disarankan oleh Nova untuknya.
Kemarin malam Nova menyempatkan waktunya menemani Ranjani berbelanja beberapa setelan yang pas dipakai dirinya sebagai seorang sekretaris.
Bahkan Nova memilihkan baju yang menurutnya pasti disukai oleh Raga.
"Ternyata selera Raga dari dulu ga pernah berubah," gumam Ranjani menatap dirinya di depan cermin.
Matanya menatap takjub melihat dirinya memakai celana panjang serta blazer. Meskipun sederhana, namun terlihat sangat elegan.
Waktu pun menunjukab pukul 6 pagi dan Ranjani langsung berangkat ke kantor. Ia lebih memilih untuk datang lebih awal daripada nanti telat.
Sesampainya di kantor Ranjani menuju ruangan yang sudah disiapkan untuknya. Untunglah ruangannya hanya di isi oleh 4 orang saja dan itu termasuk Nova.
"Ranjani," panggil Nova menghampiri Ranjani.
Ranjani pun berdiri lalu tersenyum menyambut Nova. "Cantik banget," puji Nova memandang takjub Ranjani.
"Makasih, bu," ucap Ranjani.
"Kok masih bu manggilnya?"
"Anu, tapi kalo di lingkungan kantor sebaiknya memanggil dengan panggilan formal kan?" Tanya Ranjani berhati-hati.
Ranjani jadi teringat oleh nasihat Raga kemarin. Ia jadi trauma memanggil senior di sini jika dengan nama saja.
"Pasti Raga yang bilang gitu ya?" Kata Nova memasang muka kesal.
Raga memang selalu mengedepankan formalitas jika di lingkungan kerja. Bahkan pernah anak magang yang memanggil Nova dengan namanya saja ketahuan oleh Raga langsung diceramahi habis-habisan, padahal itu Nova yang menyuruh.
"Yaudah, kalo misal ada Raga kamu panggil aku 'Bu' tapi kalo gaada panggil aku Nova aja ya?"
"Kita cuma beda 2 tahun doang padahal," ungkap Nova terkekeh.
"Oke deh, Nova," jawab Ranjani tersenyum. Ia harus berhati hati mulai sekarang.
Setelah lama berbincang, Ranjani pun mempersiapkan berkas yang harus ditanda tangani oleh Raga. Surat tersebut berisi kontrak kerja sama dengan P.T Kanavi.
"Good luck, Ranjani," bisik Nova menyemangati Ranjani.
Ranjani tersenyum mendapat dukungan dari Nova. Ia pun berjalan menuju lantai 3, yaitu ruangan Raga.
Sepanjang jalan ia terus berdoa supaya Raga tidak mau berlama-lama menginterogasinya.
Ranjani lebih memilih Raga memberinya kerjaan se abreg daripada harus berbicara dengannya.
Entah kenapa semenjak pertemuan kemarin, Ranjani semakin takut dengan Raga. Padahal Raga hanya mengubah gaya bicaranya saja.
Tok tok tok
"Permisi pak, saya Ranjani ingin mengantarkan berkas," ujar Ranjani di depan pintu.
"Masuk."
Setelah dipersilakan, Ranjani pun memasuki ruangan Raga. Ia lumayan kaget melihat ruangannya yang sangat luas, wangi dan juga dingin.
Berada di ruangan Raga seperti tengah berada di ruangan uji nyali.
"Permisi pak, ini ada dokumen yang harus bapak tanda tangani," kata Ranjani sambil menyerahkan dokumen tersebut.
Raga pun mengambil dokumen tersebut lalu membaca sekilas isinya. Ternyata ini adalah proyek kerja sama dengan P.T Kanavi.
"Ada berapa dokumen yang harus saya tanda tangani lagi?" Tanya Raga tiba-tiba, ia menatap datar kepada Ranjanji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance[SEQUEL TOXIC] Pertemuan tidak disangka antara Raga dan Ranjani setelah 4 tahun lamanya berpisah membuat mereka kembali terasa asing. Rasa rindu masih ada di antara keduanya, tetapi ego yang membuatnya tidak pernah mau mengungkapkan perasaan masing...