28

1.1K 102 19
                                    

Sudah genap memasuki minggu ke 8 usia kehamilan Ranjani. Dan selama itu juga hubungan rumah tangganya belum membaik sama sekali. Mereka berdua bagaikan hidup di dalam satu atap sebagai orang asing dan hanya berbicara ketika butuh saja.

Butuh waktu yang cukup lama untuk sampai dititik Ranjani ikhlas dengan semua yang terjadi dihidupnya saat ini.

Ranjani sekarang hanya ingin fokus dengan bayi yang ada di dalam kandungannya. Selama beberapa hari setelah kehamilannya, Ranjani sempat meragukan juga anak yang ada di dalam kandungannya.

Ucapan Raga terus menerus mendoktrin dirinya bahwa anak tersebut memang bukan Raga. Ranjani pun sempat membenci anak yang ada di dalam kandungannya, ia mogok makan bahkan tidak mau memenuhi nutrisi untung sang jabang bayi.

Namun, ada titik dimana Ranjani sadar bahwa itu hanya ilusi semata yang ia ciptakan karena rasa kecewa terhadap suaminya. Ranjani akhirnya kembali peduli terhadap anak yang ada di dalam kandungannya.

Setiap hari mencoba untuk memenuhi nutrisi sang anak. Mulai dari meminum susu ibu hamil dan vitamin lainnya yang disarankan dokter.

Ranjani sempat cek 1 kali ke dokter kandungan dan dokter bilang bahwa kandungannya sangat lemah sekali. Meskipun Ranjani rutin meminum susu dan memenuhi asupannya dan itu disebabkan oleh stress nya pikiran Ranjani selama ini dan berakibat pada kandungannya.

"Mas, nanti siang anter aku check up kandungan ya," pinta Ranjani pada Raga.

Sebenarnya Ranjani ragu mengatakan ini, ia juga sudah mengira jika Raga pasti akan menolak untuk mengantarnya karena Raga ternyata se benci itu terhadap anak yang berada di kandungannya.

"Nanti siang aku ada meeting, Ran. Kamu naik taksi aja ya, nanti aku pesenin," kata Raga buru-buru menghabiskan sarapannya.

Ranjani hanya bisa menghela nafasnya kasar. Check up pertama Raga tidak mau mengantarnya karena sibuk dan sekarang pun alasannya tetap sama.

"Yaudah kalo gitu setelah kamu selesai meeting," jawab Ranjani.

Raga melirik Ranjani tidak suka dengan keputusannya yang terkesan memaksa.

"Kenapa, Mas? Kerjaan lebih penting dari pada anak kita?" Balas Ranjani kesal.

Pelampiasan Raga terhadap masalah ini adalah menjadi gila kerja. Setengah harinya Raga berada di kantor dan pulang ketika ingin tidur saja.

"Anak kamu," jawab Raga.

Jawaban Raga barusan sontak membuat hati Ranjani merasa sakit. Sebenci itukah Raga terhadap anak yang dikandungnya? Apakah Raga tidak punya ikatan batin dengan bayinya ini? Bahkan, untuk melirik pun rasanya Raga tidak sudi.

Ranjani pun langsung menghampiri Raga dan meraih tangannya kasar untuk menyentuh perutnya yang kini mulai menonjol.

"Ran, apa-apaan sih!" Sentak Raga mencoba melepaskan tangannya untuk tidak menyentuh kulit perut Ranjani.

Ranjani pun dengan kuat terus membuat telapak tangan Raga menempel pada perutnya agar ia merasakan bahwa anak nya hidup di dalam sini dan membutuhkan sosok ayah.

Tatapan mereka sama-sama tajam, nafas Ranjani menderu dan ia seperti mengisyaratkan Raga agar melakukan sesuatu  kepada perutnya.

Mata Raga kini beralih melihat perut Ranjani yang terbuka dan menonjol. Perlahan jarinya bergerak mengusap melingkar, ia dapat merasakan ada sesuatu yang dihidup di dalam sana.

Deg

Jantung Raga berdetak kencang. Saat tangannya mengusap perut Ranjani, entah kenapa hatinya langsung merasa terkoneksi dengan bayi yang ada di dalam perut Ranjani. Ia dapat merasakan ada sesuatu di sana.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang