Pagi ini Ranjani sudah menyiapkan sarapannya sendiri dan untuk Raga. Keadaan nya sudah lebih membaik dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi.
Ranjani memasak pasta kesukaannya, entah kenapa pagi ini ia ingin sekali memakan pasta karena selama 2 minggu belakangan ini Raga sering membuatkannya menu 4 sehat 5 sempurna.
Mengingat Raga, daritadi Ranjani tidak melihatnya keluar dari kamar. Ia melirik jam dinding dan sudah menunjukan pukul 8 pagi, bukankah harusnya Raga sudah bersiap untuk berangkat?
"Apa udah berangkat?" Guman Ranjani, ia melihat garasi dan mobil Raga masih terparkir di sana.
Ranjani pun akhirnya mengabaikan itu, mungkin Raga masih bersiap dikamarnya. Namun, lama kelamaan kegiatan memasaknya jadi tidak fokus dan teralihkan, Ranjani memutuskan untuk mengecek kamar Raga.
"Kalo Mas Raga kegeeran nanti gimana ya," guman Ranjani, jika ia ketahuan mengkhawatirkan Raga, anak itu pasti akan bertingkah lagi dan semakin merasa menang.
Namun karena rasa penasaran dan khawatir begitu mengganggunya, Ranjani akhirnya membuka pintu kamar Raga, ia melirik ke arah kasur dan masih mendapati Raga yang meringkuk di dalam selimut.
Ranjani bertanya-tanya, tumben sekali Raga kesiangan, biasanya ia selalu bagun pagi dan tidak pernah bermalas-malasan seperti ini.
Ranjani berjalan pelan dan mengendap agar Raga tidak bangun, ia memperhatikan wajah Raga, seperti ada yang aneh. Raut wajah Raga mengkerut layaknya orang yang menahan sesuatu.
Tubuh Ranjani membungkuk lalu mencoba menyingkap sedikit selimut yanh dipakai Raga, ia memegang lengan Raga berniat untuk membangunkannya.
"M—mas," lirih Ranjani, matanya membelakak tatkala memegang lengan Raga yang sangat panas.
Tangan Ranjani langsung beralih ke dahi dan leher Raga. Suhu tubuhnya sangat panas. Raga demam tinggi. Ranjani menelan ludahnya khawatir, ia langsung duduk di sebelah dan mencoba mengecek kembali suhu tubuh Raga.
Ranjani memperhatikan wajah Raga yang mulai memucat dan ini semakin membuatnya panik.
"M—mas bangun," kata Ranjani, ia dengan pelan mencoba membangunkan Raga.
Raga perlahan membuka matanya yang sudah memerah. Sudah dipastikan ia demam tinggi.
"R—ran," lirih Raga, tangannya mencoba meraih wajah Ranjani namun ia terlalu lemas untuk melakukan itu.
"Mas kamu demam," kata Ranjani dengan wajah khawatirnya. Ah, Ranjani sangat tidak menyukai hal seperti ini, dimana ia sangat mencemaskan Raga.
Raga hanya bisa diam dan ia kembali memejamkan matanya dengan bibir yang sedikit gemetar. Badannya tiba-tiba ikut menggigil karena suhu tubuh yang meningkat.
Ranjani langsung beranjak mengambil termometer dan kompresan untuk mengompres Raga. Ia dengan telaten mengompres dahi Raga dan mencoba mengecek suhu tubuh suaminya.
39,4° Celcius.
Benar saja, Raga demam dan sepertinya ini sudah terjadi dari malam hari. Apakah Raga begini karena selama 2 minggu ini Ranjani tidak pernah memperhatikannya?
"Kamu kenapa ga bilang kalo demam mas?" Kata Ranjani dengan nada yang marah dan khawatir.
"Mas juga gatau kalo bakal demam," jawabnya lemah.
Mendengar suara Raga yang lemas, membuat hati Ranjani sedikit mencelos. Selama ini ia selalu bersikap ketus dan keras jika berbicara pada Raga, melihat Raga tidak berdaya seperti ini membuat dirinya ingin meruntuhkan egonya.
"Kamu terlalu banyak begadang sih, aku kan udah bilang jangan keseringan begadang. Kerjain kerjaan kantor itu di kantor," oceh Ranjani. Raga mendelik lemah ke arah Ranjani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance[SEQUEL TOXIC] Pertemuan tidak disangka antara Raga dan Ranjani setelah 4 tahun lamanya berpisah membuat mereka kembali terasa asing. Rasa rindu masih ada di antara keduanya, tetapi ego yang membuatnya tidak pernah mau mengungkapkan perasaan masing...