31

1.2K 113 35
                                    

Sudah Ranjani duga bahwa masalah ini akan lanjut ke babak 2. Benar saja, Raga melihat dirinya yang di antar Mark ke rumah sakit karena ia mengalami sakit perut yang sangat hebat, ternyata itu penyebabnya karena tekanan dari Ranjani sendiri. Mungkin karena ia terlalu kaget dan marah saat berhadapan dengan Mark.

"Terserah kamu deh, Mas," ujar Ranjani yang langsung duduk diranjang. Ia sudah lelah meladeni Raga. Mau sampai kapan suaminya seperti ini?

"Kok malah kamu yang marah, Ran?"

"Ya terus mas maunya gimana? Aku ngaku kalo aku diem-diem ketemuan sama Mark di taman? Check up kandungan bareng?" Tanya Ranjani kembali dengan nada yang sudah meninggi.

Raga menghela nafasnya. Padahal hubungan mereka baru saja membaik akhir-akhir ini tetapi entah kenapa Mark tiba-tiba datang dan merusak semuanya.

"Ya jelasin sama aku," jawab Raga.

"Aku cape jelasin hal yang sama ke kamu berulang kali mas," kata Ranjani yang masih mengelus perutnya.

Entah kenapa kini perutnya kembali sakit, padahal tadi sudah lebih membaik. Dokter bilang pun seharusnya Ranjani sudah istirahat dan jangan terlalu banyak pikiran dan tekanan.

"Kamu selama ini pengen mulu jalan-jalan keluar ternyata cuma pengen ketemu, Mark?" Sindir Raga.

"Mas, aku keluar itu mau cari udara segar sekalian nunggu kamu pulang. Kamu kira ga suntuk di rumah terus setiap hari? Sedangkan kamu ga ada tuh ajakin aku keluar jalan-jalan," jawab Ranjani nyolot. Ia menatap tajam suaminya dengan menahan sakit yang kini semakin ketara.

"Karena ga aku ajak jalan-jalan jadi kamu panggil, Mark?"

"Terserah kamu, Mas. Jujur aku udah cape banget. Istri lagi hamil bukannya di buat seneng malah dituduh mulu," sindir Ranjani lalu meneguk segelas air di nakas.

"Nyesel aku ngasih kepercayaan lagi buat kamu, Ran," lirih Raga lalu berjalan menuju walk in closet.

Merasa tidak terima dengan ucapan Raga, Ranjani pun bangun dan menyusul Raga. Ia mencekal lengan suaminya untuk menghadap Ranjani.

"MAS!"

"Cukup ya! Aku udah cape banget tau gak! Aku hamil anak kamu, sedikit pun kamu ga peduli dan nanyain aku mau apa. Selama ini kamu cuma fokus sama kesalahan aku aja! Kamu pikir aku ga cape nahan ini semua sendirian?!" Teriak Ranjani sambil menangis. Ranjani benar-benar meledak kali ini.

Toh, mau dibilang berapa kali pun Raga tetap menutup telinganya. Ia tidak mau percaya pada ucapannya karena Raga hanya percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ran!"

"Kamu kira aku juga ga cape berperang sama perasaan aku sendiri?!"

"Aku udah coba buat percaya sama kamu, Ran. Tapi bukti kalian itu lebih banyak, dan saat aku coba buat percaya lagi kamu malah matahin itu," kata Raga mencoba meredam amarahnya.

"Padahal kamu tinggal percaya sama aku aja apa susahnya, Mas," jawab Ranjani dengan nada yang rendah.

Ranjani menghela nafasnya kasar, ia menghapus air matanya yang terus mengalir. Dan sakit diperutnya kini semakin ketara.

"Selama pacaran aku selalu memaklumi kelakuan kamu, Mas. Aku selalu percaya apa pun tentang kamu. Tapi, kali ini kenapa kamu gabisa percaya sama istri kamu sendiri?"

"Aku kira kamu udah berubah, Mas. Ternyata masih sama. Kamu masih nyakitin aku kaya gini," tangis Ranjani menatap sendu wajah Raga.

Raga hanya terdiam. Apakah upayanya selama ini untuk sembuh dan meninggalkan karakternya yang dulu ternyata sia-sia dimata Ranjani? Benarkah Raga tetap brengsek seperti dulu?

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang