6

2.5K 168 23
                                    

Raga masih dengan posisinya memeluk tubuh Ranjani dari belakang. Kepalanya ia tenggelamkan diceruak leher Ranjani dan menghirupnya dalam dalam.

Sudah lama sekali rasanya Raga tidak memeluk rumahnya, tempat ia pulang. Tangannya semakin mengerat dipinggang Ranjani dan membuat sang pemiliknya bergerak gelisah.

"R—raga, jangan kaya gini."

Mendengar penolakan dari Ranjani, akhirnya Raga memutuskan untuk melepaskan pelukannya.

Ranjani berbalik arah menatap Raga, wajahnya memerah menahan rasa yang tidak ia mengerti. Senang kah? atau marah? Ranjani sendiri tidak tau.

"Aku mau nyiapin baju buat besok," ucap Ranjani dengan datar lalu meninggalkan Raga yang masih mematung.

Raga menghembuskan nafasnya panjang dan tersenyum simpul, mungkin Ranjani masih belum terbiasa dengan dirinya yang sekarang, Raga dapat mengerti.

Setelah itu Raga langsung menyusul Ranjani menuju kamarnya. Ia tersenyum melihat keadaan sekitarnya lalu mendapati figura yang terdapat dipojok nakas.

Langkahnya tertuju untuk memastikan foto yang ada di dalam figura tersebut. Diambilah foto itu, dugaannya benar. Ini adalah foto Raga dan Ranjani saat merayakan aniversary satu tahun.

Senyum terulas begitu nyata diwajah Ranjani dan Raga, itulah saat saat terindah mereka.

"Kamu masih nyimpen foto kita?"

Ranjani terkejut lalu berbalik menuju Raga, ia baru sadar jika figura tersebut masih terpajang dinakasnya.

Dengan cepat Ranjani meraih foto ditangan Raga lalu memasukkannya ke dalam box berisi barang-barang yang sudah tidak terpakai.

"Kenapa dimasukin?"

"Aku lupa, harusnya foto ini disimpan," bantah Ranjani tanpa mau menatap Raga.

Ranjani tidak ingin Raga menganggap dirinya belum bisa melupakan Raga, meskipun kenyataannya adalah benar.

"Sebenci itukah kamu sama aku, Ran?"

"Kita gaada rencana buat bahas ini kan?" Tanya Ranjani balik.

Semakin Raga memancing dirinya untuk membuka masa lalu, emosi Ranjani selalu tidak stabil.

Butuh waktu lama dirinya untuk sembuh dengan semua trauma yang Raga beri, tapi ia malah seenaknya ingin membuka luka itu.

"Aku udah gamau bahas masa lalu," kata Ranjani menatap tajam Raga lalu kembali melanjutkan mengemasi bajunya.

"Oke, aku minta maaf."

Sepertinya Ranjani memang tidak mau memperbaiki hubungannya dengan Raga. Namun Raga dapat memaklumi, ia sadar bahwa laki laki brengsek seperti dirinya tidak pantas bersanding dengan Ranjani.

"Besok kamu pake baju apa?" Raga mencoba mengalihkan topik mereka agar tidak canggung.

"Ini," kata Ranjani menunjukan setelan blazer dengan celana bahan

"Sopan kan?"

"Sopan."

Raga mengangguk lalu mengambil tempat duduk dipinggir ranjang. Ia melihat sekeliling kamar Ranjani begitu sejuk dan nyaman, sepertinya sangat enak jika menginap di sini.

"Kapan-kapan aku boleh nginep di sini?"

"Jangan ngaco deh," ketus Ranjani menatap sewot Raga.

Raga terkekeh kecil, ternyata Ranjani benar-benar menolak Raga sepenuhnya.

"Saya atasan kamu loh, Ran," ancam Raga menggoda Ranjani.

Ranjani menghela nafasnya, ia kesal karna Raga pasti hanya sedang menguji dirinya kali ini.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang