32

1.2K 114 12
                                    

"Mas, kita cerai aja ya."

Deg

Raga langsung menatap Ranjani dengan tatapan tidak percaya. Baru kali ini Ranjani mengatakan kalimat terlarang tersebut. Selama mereka menikah, badai rumah tangga pasti selalu ada namun Ranjani masih bisa menanganinya, namun kali ini sepertinya Ranjani sudah sampai dibatas kesabarannya.

"Ran," lirih Raga. Ia menggelengkan kepalanya menandakan penolakan. Bagaimana Raga jika hidupnya tanpa Ranjani?

"Engga, Ran. Aku gabisa pisah sama kamu," kata Raga memohon. Ia menggenggam tangan Ranjani dan menatapnya sendu.

Ranjani masih membuang mukanya dan terus menghadap lurus sambil sesekali mengusap air matanya yang jatuh. Selama ini mungkin Ranjani bisa menahan Raga menuduhnya, tapi jika sudah sampai kehilangan anaknya, Ranjani sudah tidak sanggup.

"Aku cape, Mas. Aku udah kehilangan anak yang selama ini aku tunggu-tunggu," ujar Ranjani terisak. Ia menundukkan pandangannya.

Seharusnya hal ini tidak terjadi dalam hidupnya. Jika saja Raga mempercayai dirinya dari awal, mungkin mereka tidak akan kehilangan calon buah hatinya.

"Kamu jahat, Mas." Ranjani menatap kecewa kepada Raga.

Raga hanya bisa terdiam dan memohon lepada Ranjani. Ia sangat sadar akan kesalahannya yang telah diperbuat.

Entah kenapa kejadian fatal seperti ini bisa terjadi lagi dihidup Raga. Apakah ia akan kehilangan Ranjani untuk kedua kalinya?

"Aku sadar aku salah sayang. Maaf, maaf aku telat banget buat percaya sama kamu. Aku salah karena dari awal ga percaya sama kamu dan aku nyesel banget, Ran."

"Aku tau ini udah terjadi dan anak kita gabisa kembali lagi, tapi aku mohon kasih aku kesempatan buat perbaiki semuanya," kata Raga dengan lembut.

Raga masih ingin bersama Ranjani. Ranjani adalah hidupnya, ia benar-benar tidak bisa kehilangan Ranjani karena masalah ini.

"Gimana caranya, Mas?"

"GIMANA?!" Teriak Ranjani. Ia muak mendengar semua penjelasan Raga. Kenapa suaminya selalu mengulang kesalahan yang sama?

Kenapa Raga selalu telat menyadari kesalahannya? Ia sangat menyayangkan itu. Ranjani bahkan sudah memberi Raga waktu untuk memperbaiki semuanya dari kemarin, namun Raga tetap saja pada egonya.

"KAMU UDAH BIKIN ANAK KITA MATI!!"

"Andai kamu percaya sama aku dari awal, hal ini ga bakal terjadi, Mas!"

"Anak kita mungkin masih baik-baik aja sekarang," ucap Ranjani akhirnya melemah. Ia masih belum bisa menerima kenyataan bahwa anaknya sudah benar-benar tiada.

Padahal selama ini Ranjani berusaha mempertahankan bayinya agar tetap sehat meskipun psikisnya dihajar habis-habisan oleh suaminya sendiri.

Selama berbulan-bulan ia berjuang mempertahankan bayinya dan ketika bayinya sudah kembali sehat, namun ayahnya sendiri yang membunuhnya secara perlahan.

Sudah banyak penyesalan yang Ranjani alami dan ini adalah yang tepahit.

"Maaf, Ran. Aku tau aku salah, tapi aku mohon jangan tinggalin aku," isak Raga yang masih setia berlutut di samping Ranjani.

"Aku butuh waktu, Mas," kata Ranjani menatap Raga. Ia melepaskan genggamannya dari tangan Raga.

"Tolong tinggalin aku sendirian di sini," perintah Ranjani.

"Ran, aku gabisa ninggalin kamu sendiri," tolak Raga. Bagaimana jika Ranjani membutuhkan bantuannya?

"Mas, tolong," pinta Ranjani yang terkesan mengusir Raga. Ia menatap memohon pada Raga.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang