Ranjani sudah siap dengan laptop serta buku catatan yang ia genggam erat ditangannya.
Pikirannya masih ragu untuk mengetuk pintu kamar Raga. Entah kenapa perasaannya seperti tidak beres, pasti Raga tidak sekedar hanya mengajaknya berdiskusi kerjaan saja.
Setelah memikirkan semuanya, Ranjani pun mengetuk pintu kamar Raga lalu disambut hangat oleh sangat pemiliknya.
"Masuk."
Ranjani menatap Raga meringis tersenyum, ia pun memasuki kamar lalu duduk di sofa yang berada di dekat kaca kamarnya.
"Mau pake laptop kamu apa saya?"
Raga masih berdiri dengan menatap Ranjani yang terududuk di sofa. Sedangkan Ranjani langsung menyerahkan laptopnya pada Raga.
"Pake punya saya aja pak."
"Sini naik," perintah Raga langsung membawa laptop tersebut di kasurnya.
Raga sengaja meminta meja lipat kecil agar bisa bermain laptop di kasurnya.
"Engga di bawah aja pak?"
"Maksud kamu di lantai?"
Ranjani mengangguk.
"Nanti pantat sama pinggang kamu sakit, bukannya kamu gabisa kelamaan duduk dilantai ya?"
Ranjani terkekeh pelan. Raga benar-benar masih mengingat detail tentang dirinya.
Saat dulu mereka masih berkuliah dan sering mengerjakan tugas bersama dilantai apart, Ranjani selalu mengeluhkan pinggangnya sakit.
Padahal baru satu jam mereka duduk, tetapi Ranjani sudah bergerak tidak nyaman dan selalu berakhir mengerjakan di atas kasur.
"Sini, Ranjani," kata Raga menatap Ranjani yang masih duduk di sofa.
Akhirnya Ranjani pun mengalah, mau tidak mau ia langsung duduk di atas kasur bersama dengan Raga.
Raga pun segera membahas tentang laporan rapat yang tadi siang mereka selenggarakan.
Banyak hal-hal penting yang harus Ranjani catat. Ranjani pun diminta oleh Raga untuk membuat beberapa surat yang akan dikirimkan ke beberapa perusahaan.
"Kamu bisa kan bikin suratnya?" Tanya Raga seperti mengkhawatirkan kemampuan Ranjani.
"Bisa, aku udah lulus segala macam surat menyurat."
"Ck."
Ranjani dan Raga pun tertawa pelan. Disela sela kegiatan mengetiknya, fokus Raga teralihkan oleh Ranjani yang tengah mencatat.
Raga melirik ke arah Ranjani dan memperhatikannya diam-diam. Kenapa makin hari Ranjani terlihat semakin menawan.
Bahkan dari awal masuk pun Raga sudah mati-matian menahan dirinya untuk tidak bersikap berlebihan pada Ranjani.
Tetapi perasaannya tidak bisa ia bohongi. Sudah hampir 2 bulan ini ia mencoba untuk menjaga interaksi dengan Ranjani agar terlihat biasa saja, tetapi kenyataannya sikap Raga malah makin menggila.
"Ran."
"Kenapa, Pak?"
"Kamu ga penasaran sama rumah yang pernah aku beli waktu itu?"
Ranjani menaikkan alisnya sebelah, ia kebingungan dengan pertanyaan Raga. Jika ditanya penasaran, dirinya memang penasaran dan sangat ingin melihat rumah tersebut.
"P-penasaran, kenapa emang?" Tanya Ranjani sedikit ragu.
"Tadinya aku mau ngajak kamu buat ke rumah itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance[SEQUEL TOXIC] Pertemuan tidak disangka antara Raga dan Ranjani setelah 4 tahun lamanya berpisah membuat mereka kembali terasa asing. Rasa rindu masih ada di antara keduanya, tetapi ego yang membuatnya tidak pernah mau mengungkapkan perasaan masing...