03. Kekesalan Mereka

13 5 0
                                    

Makan sore selesai. Kedelapan cucu Sanjaya sudah kembali ke-kegiatatan mereka masing-masing. Berbeda dengan Yujin yang harus membantu bi Irma mencuci bekas makan kedelapan cucu itu. Sementara bi Irma sendiri, dia mengantarkan Oma terapi di rumah sakit untuk pemulihan dari foktor usianya yang sudah terbilang tidak muda lagi.

Di tengah aktivitasnya, tiba-tiba datanglah salah satu cucu Sanjaya yang membuat Yujin memekik karena terkejut.

"Lagi ngapain?"

"Astagfirullah! Eh, mas Satria teh ngagetin abdi wae. Naon mas?"

"Gak usah panggil saya mas, panggil Satria aja."

"Oh, iya mas--eh, Satria."sahutnya gugup. "Eum, saya lagi nyuci bekas alat makan."

"Sini, biar saya bantuin."Satria merebut spon pencuci piring dari Yujin.

"Eh, gak usah repot-repot! Kamu teh istirahat aja. Biar saya yang beresin."

"Saya majikn kamu. Mau saya pecat?"Yujin menggeleng cepat saat melihat tatapan Satia yang begitu mengerikan. "udah, kamu aja yang istirahat! Biar saya yang gantiin kamu nyuci alat makan."

"Beneran gapapa?"

"Iya."

"Yaudah, makasih udah bantuin saya."

"Hm. Oh iya. Soal adik-adik saya. Yang tadi itu namanya Sandi atau San. Dia adik saya yang paling bandel sekaligus adik saya yang kelima. Yang keenam namanya Mondy. Dia yang paling tinggi dan selalu bareng sama si San, Wahyu dan Joshua. Terus kalau Wahyu, dia yang duduk antara Harlan sama Mondy tadi. Selanjutnya, Joshua. Dia paling muda dan anak bungsu di keluarga Sanjaya. Dia emang susah diatur dan semaunya sendiri. Tapi dia selalu bersikap paling dewasa kalau sama yang lebih tua. Dan satu lagi, Yunan. Dia yang paling deket sama Mondy dan dia bukan adikkandung saya, meskipun kami beda ibu---"

"Jadi, mas Yunan teh bukan anak kandung? Berarti, mas Yunan adik tiri kamu?"

"Iya. Tapi, dia selalu berusaha buat yang terbaik. Dan terakhir, Yohan. Ah, mungkin kamu udah tahu dari bi Irma, kan? Kalau gitu, tidak perlu saya jabarkan lagi tentang dia. Dia memang adik saya yang tidak pernah bisa ditebak sifatnya. Kamu bakal tahu sendiri nantinya."

"Sudah selesai. Kalau begitu, saya akan kembali ke kamar. Dan terakhir, hati-hati sama keempat adik saya yang paling muda, terutama San. Mereka suka membuat gara-gara. Satu lagi, kalau kamu mau ketujuh adik saya nurut sama kamu, kamu harus bisa mengambil hati mereka. Itu satu-satunya cara biar kamu gak gagal jadi asisten pribadi kami."

"Oh, i-iya. Terima kasih informasinya."

"Kalu begitu, selamat istirahat."Songhwa tersenyum singkat, kemudian dia berlalu.

Yujin memandang kepergian Satria dengan ucapannya yang masih membekas. Harus mengambil hati mereka? Mengambil satu hati saja rasanya sangat sulit. Ini, harus mengambil kedelapan hati sekaligus? Oh, astaga! Ah, apa ini yang dinamakan menjadi asisten keluarga Sanjaya?

---

BRAKK!

"Ba****d! Mau apa dia ke markas kita?! Ini gak bisa dibiarin!"

"Lagian, tuh orang ngapain sih, dateng-dateng langsung keroyokan?! Kalo mau lawan maju kek, satu-satu!"

"Cuih, pengecut! Tampang aja hebat, giliran berantem aja maennya kroyokan! Gak elit banget!"

Di sebuah SMA—lebih tepatnya di sebuah markas, kelima anggota geng brandal sepertinya tengah didatangi oleh beberapa tamu tak diundang alias musuh mereka dari sekolah lain.

"Tenang Mon, Yu. Kalo mereka bisa, kenapa engga?"keduanya kemudian tersenyum miring mendengar ucapan kakak mereka sekaligus si ketua geng.

Sementara di luar....

8 Makes 1 Family'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang