17. Star 1117

9 3 0
                                    

Yunan baru saja selesai mengerjakan tugas kuliahnya. Karena belum mengantuk, Yunan memutuskan untuk menikmati angin malam di balkon kamarnya. Yunan membuka pintu balkon, kemudian berdiri di sana sembari meletakkan tangannya di atas pembatas besi.

Tak lama, ia melihat seseorang yang tidak asing baginya, Yujin. Namun, bukan hanya Yujin saja yang ia lihat, melainkan seorang laki-laki yang bersandar pada bahunya. Bahkan, laki-laki itu terlihat dielus-elus surainya oleh Yujin. Cukup lama ia memperhatikan postur tuhuh laki-laki itu, dan ia baru mengetahui jika itu adalah saudaranya, yaitu San.

Ngapain San malem-malem sama Kak Yujin?

Beralih pada mereka, San menegakkan tubuhnya setelah letih menangis di bahu Yujin. San menghapus sisa air matanya di wajah tampannya.

"Makasih udah mau dengerin curhatan gue. Gue bingung harus curhat sama siapa lagi selain lo,"

"Sama-sama mas San. Lagi pula, saya sudah menganggap kamu seperti adik saya sendiri,"mendengar ucapan Yujin baru saja, hati San merasa sakit jika ia dianggap seperti adiknya.

Adik ya? Padahal gue mau lo anggap lebih, Jin. Bukan sebagai adik, tapi sebagai orang yang berarti buat lo. Gue tahu gue egois. Tapi, gue mau sekali-kali egois buat dapetin apa yang gue mau, sebelum Yunan rengkuh semua kebahagiaan gue. batinnya. Setelah hening beberapa saat, Yujin tiba-tiba berujar,

"Udah malem, mas. Kalau gitu, saya balik ke kamar dulu ya? Saya takut bangun telat. Mas San juga jangan kemalaman, besok sekolah, kan?"Yujin berniat bangkit, namun tiba-tiba San menahan tangannya.

"Tunggu!"Yujin terkejut mendapat perlakuan tiba-tiba dari San.

Rasanya seperti malam itu, saat San tiba-tiba menahan tangannya. San menatapnya dengan tatapan sulit dijelaskan.

"Temenin gue disini!"mohonnya.

Mendapat perintah dari majikannya, Yujin hanya pasrah dan akhirnya menuruti keinginan San. Yujin pun duduk kembali ke tempat semula, kemudian menatap ke langit malam.

"Kalau saya di kampung, biasanya saya suka kumpul bareng sama teman-teman saya sambil cerita-cerita di luar sambil lihat bintang. Tapi, beda kalau di kota. Bintangnya gak kelihatan, cuma lampu-lampu jalan aja yang kelihatan."gumannya.

"Beneran ada?"Yujin mengangguk.

"Iya,"

"Padahal gue pengin banget lihat bintang. Emang, di kota gak sebagus di desa atau di perbukitan buat lihat rasi bintang."gumannya pelan, kemudian menunduk lesu.

"Kamu teh, gak usah lihat bintang."sontak, San langsung menoleh dengan tatapan bingung.

"Karena kamu bintangnya. Gak harus jadi sempurna seperti kakak-kakak kamu, tapi, jadilah diri sendiri. Karena kamu udah jadi bintang buat adik-adik kamu. Bintang yang ke seribu seratus tujuh belas."seketika, San tertegun mendengarnya.

Bernarkah begitu?

"Tapi gue selalu buat kekacauan dimana-mana. Bahkan, lo tau sendiri kan, kalau gue sering di hukum sama kakak-kakak gue? Apalagi Oma juga kayaknya benci banget sama gue,"

"Enggak! Jangan mikir hal yang negatif! Semua manusia itu paisti memiliki sinar sendiri di dalam dirinya, seperti bintang. Dan saya yakin, kalau mereka pasti bakal tahu sinarmu yang sebenarnya. Percaya sama saya,"San tersenyum tipis mendengar ucapannya.

Tak sia-sia ia mengajak Yujin menemani kesendiriannya di malam yang panas ini. Sepertinya, ia akan menyukai cara gadis itu berbicara mulai besok.

"Masuk yuk?"

"Udah ngantuk emangnya?"

"Eum...belum sih. Tapi gue yakin, habis ini gue bisa tidur nyinyak,"

"Alhamdulillah, bagus itu."setelah itu, San dan Yujin bangkit dari tempatnya untuk menuju ke dalam rumah.

8 Makes 1 Family'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang