Dear Yohan

15 2 0
                                    

Yang tidak mengenal pria tampan sepertiku, payah sekali.Baiklah, akan kuperkenalkan siapa diriku sebenarnya. Bagi yang sudah mengenalku lebih jauh, ah tidak, karena aku belum pernah mengenalkan diriku secara rinci pada kalian.

Namaku Yohan Tri Sanjaya, anak sekaligus cucu ketiga ah, tidak, keempat dari delapan bersaudara. Disini, aku akan menceritakan tentang bagaimana aku bisa mengenal Yujin. Kalian penasaran bukan? Tentu saja.

Saat aku berusia sepuluh tahun, ayah dan bundaku mengajakku ke suatu tempat. Awalnya aku menolak karena aku ingin bermain dengan adik kesayanganku, Joshua. Karena aku tahu jika membangkang pada orang tua, maka akan disebut anak durhaka. Aku tidak mau hal itu terjadi, maka dari itu, aku menuruti kemauan mereka.

Aku dibawa oleh mereka seorang diri karena saudara-saudaraku tidak ingin ikut. Mereka bilang, di rumah adalah segalanya karena bisa bersenang-senang. Baiklah, aku akui jika itu benar.

Di sepanjang perjalanan, aku hanya melamun sembari menatap luar jendela mobil. Karena bosan, aku memejamkan mataku. Tiba-tiba, Bunda menepuk bahuku dan mengatakan, jika kita sudah sampai.

Aku membuka mataku dan mengerjap-kerjapnya. Aku menoleh kembali ke jendela dan melihat sebuah tempat asing yang belum pernah ku kunjungi. Aku menoleh kembali ke Bundaku. Aku bertanya padanya,

"Bunda? Ini di mana? Apa aku berada di surga?"pertanyaan bodoh keluar dari mulutku begitu saja.

Tentu saja tidak. Itu bukan di surga, melainkan di sebuah pedesaan.

"Hahaha....jelas bukan, sayang. Kita ada di desa." jelasnya.

Aku hanya mengangguk. Pertanyaan bodohku tentu saja membuat Bundaku tertawa. Tak lama, aku mengikutinya keluar.

Kuhirup udara segar yang baru kurasakan seumur hidup. Aku melihat bukit yang bertingkat, sawah yang membentang luas, serta melihat orang-orang kampung menyapa ayahku dengan sopan.

"Bunda? Kok mereka menghormati ayah? Lalu, untuk apa kita di sini?"

"Karena ayah adalah pemilik tanah yang berada di Bandung. Ayah sengaja ke sini mengajak kita, karena dia mau melihat tanah miliknya."

"Oh, gitu. Berapa lama kita di sini?"

"Bunda gatau. Tanya ayah aja sana!" aku mempoutkan bibirku.

Tak lama, aku mulai mendekati ayahku dan bertanya padanya.

"Ayah? Berapa lama kita akan di sini?"

"Eum....mungkin satu Minggu?"

"APA? SATU MINGGU?" aku berteriak karena aku sangat terkejut.

Tentu tidak adil bagiku. Bagaimana bisa aku meninggalkan adik kesayanganku serta enam saudaraku yang lain? Bagaimana kabar saudaraku jika tidak ada aku di sana? Bagaimana jika Joshua menangis karena merindukan kakak kesayangannya? Dapat kulihat jika Ayahku mengernyit bingung.

"Kenapa?"

"TIDAK, AKU TIDAK MAU!" aku menyilangkan kedua tanganku di dada.

"Yohan, Ayah ke sini karena ayah sedang ada tugas, tolonglah mengerti."

"Tapi gimana sama kalau Joshua kenapa-napa? Gimana kalau mereka tiba-tiba pergi tanpa ngajak aku? Aku pengin ikut mereka!" kurasakan elusan di puncak kepalaku.

"Joshua, dengerin Ayah ya? Mereka gak bakal pergi kemana-mana tanpa kamu dan Joshua juga gak bakal kenapa-napa tanpa kamu. Kakak kamu pasti bakal jagain Joshua begitupun saudara-saudara kamu yang lain. Jadi, kamu jangan sedih, ok? Seminggu itu gak lama kok. Ayah yakin, sebentar lagi kamu bakal betah di sini dan gak mau pulang."

8 Makes 1 Family'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang