06. Yunan itu Sebenarnya Peduli

13 5 0
                                    

"Kenapa kalian lakuin ini?"

"Maaf kak."ujar mereka.

"Terus, apa yang bakal kalian lakuin setelah ini? San? Kenapa kamu ngajakin dua adik kamu tawuran? Siapa yang suruh?"

"Maaf kak. Tapi mereka yang ngajakin ribut duluan."

"Lo yakin mereka yang ngajak? Bukan kalian?"San langsung menggeleng cepat.

"Terus, untungnya lo berantem buat apa? Mau unjuk kekuatan sampai libatin dua adik kamu? Mau jadi sok jagoan?"

"Kak! San gak salah!"elak Mondy membela.

"Diem Mondy!"

"Yang kalian lakuin itu bukan merugikan diri kalian, tapi juga orang lain. Apa kalian gak sadar itu?"

"Maaf,"ucap San.

"Wahyu? Joshua? Kenapa kalian diem dari tadi? Sariawan gara-gara habis di pukul?"Wahyu langsung menegakkan tubuhnya dan menatap dingin kakaknya.

"Kalau kita ngomong, yang ada kakak bakal nyuruh gue diem kaya Mondy. Terus, pas kita diem, kakak malah nyuruh gue ngomong? Ck, gak guna!"

"Wah, berani ngatain gue ya? Siapa yang didik nih? Mondy kah? Atau San?"San masih berusaha sabar.

Tak terima, Mondy sudah mengepalkan kedua tangannya dan bersiap untuk memukul kakaknya. Harlan menyadari hal itu, kemudian menatap Mondy dingin.

"Kenapa Mon? Mau mukul gue? PUKUL SEKARANG MON!"Mondy yang sudah siap ancang-ancang memukul, langsung ditahan oleh Wahyu.

"Udah Mon, gak ada untungnya lawan kak Harlan,"mendengar bisikan adiknya, Mondy menurunkan kepalan tangannya perlahn sembari mengatur deru napasnya.

"Sekarang kalian renungin diri kalian dulu sampai gue dateng lagi kesini!"San langsung menurut disusul Wahyu.

"Sory. Gara-gara gue bilang ke kak Satria kalian ikut disalahin."sesal Mondy.

"Gapapa Mon, ini bukan salah lo. Yang salah itu mereka. Coba aja kalau mereka gak ngajakin kita tawuran, pasti gak akan jadi kaya gini terus kejadiannya. Dan....ini semua juga salah cewe kampung itu. Pasti dia ngadu ke kak Satria kalau kita tawuran. Awas aja, gue bakal bikin dia menyesal."hardiknya.

----

Di lantai bawah, Harlan bersandar pada sofa sembari memijit pelipisnya. Kenapa hidupnya begitu sangat rumit? Kenapa dia harus memiliki adik semenyebalkan mereka?

"Ini mas Harlan minumnya, hati-hati panas,"
Yujin meletakkan secangkir teh panas untuk Harlan.

"Hm? Oh, makasih."responnya.

"Kalau gitu, saya permisi dulu."seperginya Yujin, Harlan kemudian mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa hidup gue gini amat sih? Punya adik banyak kirain bisa bahagia, taunya pada nyusahin semua. Haduh....,"lantas, Harlan mengambil cangkir itu dan menyesapnya.

Perlahan, bebannya terasa terangkat seketika saat merasakan kehangatan teh yang ia minum.

"Kenapa tehnya enak banget ya? Apa emang kebetulan, atau gue yang lupa rasa teh itu gimana?"monolognya.

Sebenarnya Harlan memang sudah lama tidak meminum teh. Tiap hari yang ia konsumsi hanya kopi atau jus saja. Terakhir kali ia minum teh ketika ia SD. Dan itu pun ia minum sebelum kedua orang tuanya meninggal. Semenjak itu, Harlan jadi tidak pernah merasakan kenikmatan teh.

Tak lama, Harlan kemudian bangkit dari sofa untuk melihat kondisi keempat adiknya. Biarpun ia selalu menghukum mereka, sebenarnya Harlan tidak pernah membenci mereka sedikitpun. Baginya, mereka tetaplah adiknya yang ia miliki.

Sudah satu jam berlalu, akhirnya Harlan membuka pintu kamarnya yang berisi keempat traublemakker. Harlan sudah tidak marah lagi, namun tatapannya masih datar seperti tadi dengan suara yang lebih datar.

"Kalian boleh istirahat atau apapun!"dengan cepat, mereka langsung buru-buru keluar.

Sepergi adik-adiknya, Harlan menatap punggung mereka yang tampak menjauh. Tak lama ia menghembuskan napas perlahandan menutup pintu kamarnya.

Harlan berjalan ke ranjangnya kemudian tangannya meranggai sebuah bingkai di nakas. Ia menatap foto perempuan dan pria paruh baya, serta seorang anak laki-laki yang berpose dengan senyuman lebar, sementara satu lagi terlihat cemberut. Mereka adalah Harlan, Satria dan kedua orang tuanya.

Harlan mengelus foto itu sembari berujar- membayangkan jika kedua orang tuanya ada di depannya.

"Ma? Pah? Maafin Harlan ya? Harlan gak bisa jagain adik-adik Harlan dengan baik. Harlan gak bisa didik mereka seperti yang kalian amanahkan. Harlan juga gak bisa nepati amanah Oma juga mah, pah. Harlan gagal didik mereka....maafin Harlan sama Kak Satria ya?"perlahan, air matanya menetes begitu saja dari pelupuk matanya.

"Harlan sama Kak Satria harus gimana mah, pah? Harlan bingung cara didik adik-adik Harlan dengan baik....,"monolognya lagi. Tak lama, dia menghapus air matanya.

Di sisi lain, Satria juga melakukan hal yang sama. Dia duduk bersandar pada tembok, sembari memegang sebuah bingkai foto sembari menangis.

Mah? Pah? Maafin Satria ya? Satria gagal jagain mereka....

----

Setelah mereka berempat keluar dari kamar Harlan, mereka segera kembali ke kamarnya. Saat hendak menuju ke kamarnya, Mondy melihat Yunan bersandar di samping tembok kamarnya. Ia hampiri kakak tirinya yang membuat empunya ikut menoleh kearahnya.

"Kak Yunan?"sapanya.

"Oh, Mondy. Lo gakpapa kan?"Mondy menggeleng lesu. "Gue gapapa kak. Kakak sendiri ngapain disini? Gak istirahat atau makan gitu?"

"Gue udah makan kok. Dan....gue cuma khawatir sama lo dan yang lain."mendengar ucapan itu, Mondy menunduk lesu sembari menyesali perbuatannya.

"Maaf kak. Gara-gara gue, lo jadi ikut terlibat,"

"Gapapa Mon, lo gak salah kok. Gausah minta maaf."Yunan langsung mengusap kepala Mondy dengan lembut. Perlakuan itu, membuat Mondy merasa tenang. Setidaknya masih ada yang ingin membela dirinya.

"Yaudah, istirahat gih. Mau makan gak? Kebetulan gue beliin makanan kesukaan lo di kamar gue."sontak, Mondy yang tadi menunduk, langsung menegakkan tubuhnya dengan semangat.

"Serius kak?!"

"Iya. Ambil gih! Kalau mau bagi-bagi sama keempat saudara lo juga gapapa. Sekalian, sisain buat Yohan satu."

"Than's kak!"Mondy langsung memeluk kakaknya dengan perasaan bahagia. Setelah itu, dia berlari ke kamar Yunan untuk mengambil makanan untuk dirinya dan keempat saudaranya mungkin?

Setelah itu, Mondy berlari kearah kamar San, Wahyu, Joshua dan Yohan sembari berteriak.

"GUE BAWAIN MAKANAN! ADA YANG MAU GAK? SAN WAHYU JOSHUA KAK YOHAN!"teriaknya dengan nada cepat.

Tanpa Mondy ketahui, Yunan mengeluarkan satu makanan di saku hoodienya untuk seseorang yang telah ia simpan dari tadi. Yunan tersenyum sembari menatap makanan itu.

Gue gatau lo suka atau engga. Semoga lo suka apa yang gue beliin buat lo, kak.















Bersambung....

8 Makes 1 Family'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang