Berada di Bandara, hari ini Misha mengantarkan Cakra untuk kembali ke Australia. Tak hanya Misha, Seliah, Raigha dan Garath pun ikut mengantarkan Cakra. Rasa sedih menghampiri mereka semua, terutama Misha. Untuk pertama kalinya, Misha berada sangat jauh dengan Cakra.
Saat ini dua laki-laki itu tengah berpamitan dengan Cakra, mereka terlihat berbicara satu sama lain yang Misha tidak terlalu ingin mendengarnya. Dia berdiri di samping, Seliah yang tidak lama kemudian Seliah pun berpamitan dengan Cakra. Kini giliran Misha, Cakra berdiri di depan Misha dan mengusap kepala keponakannya yang sebenarnya tidak ada rasa seperti Paman dan Keponakan. Mereka seperti adik kakak.
Selama ini Cakra yang menjaga Misha, tidak ada rasa sayangnya yang dia lupakan. Cakra menjaga Misha dengan penuh kasih sayang, dia selalu memastikan Misha baik-baik saja walau lecet sedikit pun. Setelah kecelakaan itu, Cakra pun sangat kehilangan sang kakak dan kakak iparnya. Rasa kehilangan itu sebenarnya benar-benar jauh menyesakkan, karena itu dia akan menjaga Misha bagaimana pun caranya.
Namun tidak mungkin, Cakra akan terus menerus berada di samping Misha dan terus memantaunya. Misha memiliki kehidupan sendiri, ingin menjalani semuanya dengan leluasa. Cakra tidak pernah lupa kalau waktu ini akan datang suatu saat nanti, dan hari ini lah waktunya.
Cakra bergerak memeluk tubuh Misha, menghembuskan nafasnya panjang. "Lo harus janji bakal baik-baik aja di sini." Cakra berkata dalam pelukannya.
Misha mengangguk dan membalas pelukan Cakra dengan erat. "Makasih Kak. Aku janji." Ucapan yang tidak pernah cukup dikatakan sekali. Misha selalu merasa berterima kasih pada Cakra yang sudah menjaganya dengan sepenuh hati.
Cakra tersenyum. "Udah cukup bilang makasih, jaga diri lo. Lo hidup bahagia udah cukup buat gue lega." Tuturnya.
Misha tidak membalas, dia memeluk Cakra dengan erat sekali lagi sebelum akhirnya dia melepaskan pelukannya. "Kak Cakra hati-hati di jalan." Ucapnya. Cakra mengangguk dan mengusap kepala Misha dengan lembut sebelum akhirnya dia mulai melangkahkan pergi.
"Hati-hati bro." Garath berkata dan mendapatkan tepuk dipundaknya dari Cakra yang tersenyum.
"Jaga Misha." Ucap Cakra kembali.
"Udah puluhan kali lo bilang, kita gak bakal lupa. Lo tenang aja di sana." Ujar Garath.
"Dadah kak Cakra!" Seliah melambaikan tangannya kepada Cakra yang mulai berjalan menjauh.
Misha hanya bisa tersenyum, banyak sekali kebaikan Cakra yang tidak akan Misha lupakan. Tapi satu hal yang Cakra tidak tau, sampai saat ini Misha masih diganggu oleh traumanya sendiri.
Sesampainya di rumah, Misha hanya duduk di atas ranjangnya. Hari ini tidak ada kelas, Misha memutuskan untuk diam di rumah setelah mengantar Cakra ke bandara. Rasanya tidak memiliki semangat untuk beraktivitas, dia melihati layar ponselnya. Misha tidak hanya dia melamun, tapi saat ini dia sedang bertukar pesan dengan Milos, Giichi, Alder dan Brenda dalam sebuah Grup Chat.
Misha tersenyum saat membaca candaan Giichi yang membuat lelucon kecil. Menghela nafasnya, Misha menaruh ponselnya. Misha tidak kembali membalasi pesan-pesan itu, dia melirik ke arah balkon yang pintunya sedikit terbuka itu.
Beranjak dari tempatnya, Misha berjalan ke arah pintu yang menuju ke balkon kamarnya ini. Menggeser pintu kaca tersebut, Misha berada di area balkon melihat ke seluruh bagian yang terlihat dari ketinggian lantai dua ini. Kamar Misha berada di bagian depan, karena itu pemandangan yang Misha dapatkan adalah bagian pekarangan depan rumahnya. Jalanan komplek dan sekelilingnya yang terlihat dari ketinggian.
Misha melirik ke arah pintu gerbang yang dibuka oleh Aston penjaga rumahmya. Terlihat sebuah mobil memasuki pekarangan rumahnya, mobil yang Misha belum pernah lihat datang ke rumahnya. Mengamati mobil tersebut, Misha menunggu melihat siapa kah yang datang ke rumahnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINERVA : Not an Illusion |Completed|
General FictionSelamat dari kecelakaan pesawat adalah hal terburuk bagi Misha. Yang lebih buruk lagi, penderitaannya tidak terhenti sampai dia memulai hidup barunya. Trauma dan rasa bersalahnya meninggalkan semua orang dalam pesawat itu, membuat Misha harus mengun...