Setelah mendengar permintaan sahabatnya yang menginginkan dirinya untuk perjalanan pekerjaan itu membuat gadis itu mengikutinya hingga ke rumah, karena menolak untuk ikut perjalanan itu.
Misha yang hendak pergi ke kamarnya pun, Seliah tetap ikuti. Hanya Raigha yang setuju-setuju saja untuk ikut, karena berlandaskan pekerjaan dia pasti mudah untuk diajak. Sementara Misha yang sampai ke kamarnya dengan Seliah yang masih memohon Misha untuk ikut.
"Aku gak mau, kali ini aku gak mau ikut." Tekan Misha. Sebenarnya penolakannya memiliki alasan besar untuknya, dia baru saja mendapatkan kesempatan untuk ikut bersama Brenda ke dalam perusahaan Cassius's saat hari di mana perjalanan pekerjaan Seliah dilakukan. Tentu saja dia akan menolak.
"Kal—"
"Setiap ajak aku, kamu bilangnya kali ini terus. Tapi ini udah berkali-kali." Sela Misha seraya membuka jaketnya dan berjalan masuk ke dalam Walk in Closetnya menaruh jaket tebal itu.
"Please Mish, masa gue harus pergi sama mereka berdua aja. Sama aja gak punya temen." Tutur Seliah dengan nada rendahnya.
Menggantung pakaian hangatnya itu kembali ke dalam lemari, Misha menutup lemari tersebut. Dia melihat ke arah Seliah yang sangat bersikeras itu. Sementara Misha yang juga benar-benar tidak mau meninggalkan kesempatannya begitu saja.
"Itu perjalanan pekerjaan kan, bukan liburan." Ucap Misha.
"Padahal kita udah lama gak liburan, gue pengen lo ikut karena gue pengen kita sekalian liburan bareng. Lo tau, terakhir kali kita liburan pas kelas 3 SMP." Seliah menunduk dengan ekspresi sedihnya. Dia menatap lantai yang beralaskan karpet berbulu lembut itu.
"Dan mungkin aja lo udah kehilangan ingatan itu." Imbuhnya dengan lebih merendahkan suaranya.
Menatap Seliah yang begitu sedih dan sangat menginginkan dirinya ikut itu, membuat Misha mengingat kalau dirinya juga sudah dianggap hilang ingatan. Ucapan Seliah itu menyeret hatinya ke rasa sakit atas kehilangan semua itu. Misha menghela nafasnya.
"Aku ikut, kita liburan di sana." Tandasnya.
Ekspresi wajah Seliah seketika berubah menjadi penuh kebahagiaan, dia bergerak memeluk tubuh sahabatnya ini erat. "Makasihhh!" Ucapnya.
Semuanya pasti sudah ada jalannya, kali ini dia meloloskan kesempatan itu untuk membuat kenangan baru dengan sahabatnya ini. Mengangguk dalam pelukan Seliah, Misha membalas pelukannya.
Beberapa hari kemudian keberangkatan mereka pun sampai, menyiapkan barang-barang mereka masing-masing dan berkumpul di rumah Misha. Namun setelah mereka berkumpul pun, mereka tidak langsung berangkat.
Kini dua lelaki yang menunggu Misha dan Seliah yang masih belum terlihat muncul. Karena dua gadis itu tengah sibuk dengan permasalahan pakaian yang Misha akan bawa itu. Seliah yang mengecek isi pakaian sahabatnya itu langsung membongkarnya kembali.
"Mish lo harus bawa baju ini, terus ini, ini lagi, pokoknya yang ini juga harus." Seliah mengusai Walk in Closet Misha dengan memilih-milih pakaian Misha.
"Kenapa sebanyak itu? Kita cuma tiga hari di sana." Ucap Misha melihat banyaknya pakaian yang Seliah masukkan ke dalam kopernya.
"Kita bakal foto-foto Mish, masa bajunya itu-itu aja. Lagian baju yang lo bawa masa modelnya sama, yang beda cuma jaket-jaket lo doang." Tutur Seliah yang menyusun pakaian yang sahabatnya ini akan bawa.
"Kita juga bakal bernang, jadi bawa baju renang juga. Bikini lo taruh di mana?" Seliah kembali masuk ke dalam Walk in Closet tersebut.
"Bernang? Ini musim dingin Seliah. Aku gak punya itu." Sahut Misha yang mengerutkan dahinya heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINERVA : Not an Illusion |Completed|
General FictionSelamat dari kecelakaan pesawat adalah hal terburuk bagi Misha. Yang lebih buruk lagi, penderitaannya tidak terhenti sampai dia memulai hidup barunya. Trauma dan rasa bersalahnya meninggalkan semua orang dalam pesawat itu, membuat Misha harus mengun...