Chapter : 13. We both have suffering.

3 2 0
                                    

"Akh!"

Bruk

Menatap pria yang tergeletak di lantai dengan tatapan datar, Misha melangkahi pria tersebut bergerak memasukkan sebuah suntikan yang isinya sudah berpindah ke dalam tubuh pria tersebut. Cairan alkohol berdosis tinggi, membuat pria itu akan dikatakan pingsan karena kandungan alkohol dalam tubuhnya.

Jangan tanya dari mana Misha mendapatkannya, karena dia sudah mempersiapkan semuanya untuk menelusuri gedung ini dengan keadaan aman. Kembali ke dalam lift, Misha menatap pria yang tergeletak itu hingga pintu lift menutup kembali untuk membawanya kembali.

Penelusuran kali ini gagal, dia pastikan dikedatangannya selanjutnya tidak ada kata gagal lagi. Misha akan memiliki waktu leluasa saat dia berhasil berada di dalam kunjungan Vebbern menuju Cassius's. Misha melihat ponselnya sudah kembali mati, dia tidak sempat menjawab telepon Raigha yang kedua kalinya.

Melirik ke arah angka yang mengurang di atas sana, Misha sudah hampir sampai di bagian Basement. Misha menghubungi Raigha kembali, untuk memberitahu keberadaannya.

"Kak, aku udah ada di Basement. Kak Rai di mana?"

Misha membuat ekspresi wajahnya kembali menghangat, setelah ekspresi datar dan dinginnya itu berada di wajahnya ini. Misha membuat suaranya pun terdengar seperti biasanya, seperti yang mereka biasa dengan sebagai aksennya.

"Tunggu di sana."

Telepon tersebut terputus. Misha mengantungi ponselnya kembali ke dalam jaketnya, dia berjalan menuju mobil Raigha dan kakaknya berada. Tangannya bergerak menekan bibirnya, membuat darah yang ada di sana sedikit berkurang. Membuat wajah Misha menjadi sedikit pucat. Misha menghela nafasnya membuat dirinya sedikit terlihat lemas.

Tidak lama kemudian, Misha melihat tiga orang yang dia tunggu itu keluar dari lift. Misha yang langsung dihampiri Raigha yang terlihat mengkhawatirkannya. Dan pertanyaan yang selalu Misha dengar, Raigha katakan lagi.

"Lo gapapa?" Raigha menatap wajah pucat Misha.

Kakaknya yang terlihat mengkhawatirkannya juga itu melihat ke arahnya dan sedikit mengamati keadaannya. Misha yang lalu mengangguk singkat itu menjawab. "Gapapa."

"Sekarang kita pulang." Garath berkata lalu berjalan masuk ke dalam mobil. Sementara Raigha membawa Misha masuk ke dalam mobilnya.

⊰⊰⁠ ⊹ ⊰⊰

Esok hari adalah hari di mana Misha kembali ke gedung Cassius's. Saat ini dia tengah berada di depan laptopnya, beberapa hari lalu Alder mengirimkan struktur bangunan dari gedung Cassius's. Misha tengah mempelajari setiap ruangan yang ada dalam gedung berlantai 56 itu. Mempersiapkan ruangan mana saja yang akan dia jelajahi.

Kecelakaan itu benar-benar membuat Misha menjadi sosok yang berbeda, dia tidak selembut dulu dia tidak sebaik dulu. Seakan sarafnya sudah dialiri dendam, Misha merasa menjadi orang yang ditakdirnya hidupnya yang kedua kalinya untuk mengungkapkan semuanya dan membuat para korban yang ketakutan pada hari itu bisa tenang.

Mereka yang sudah tiada dengan dilandasi kematian yang begitu mengerikan di depan mata Misha, membuat Misha merasa dihantui oleh rasa bersalah. Kematian mereka memang sudah takdir, takdir yang berlatar kejahatan seseorang yang menginginkan kekuasaan. Mereka yang tidak bersalah, mereka yang tidak tau apa-apa harus ikut mati dalam kejahatan seseorang yang hingga kini masih belum terungkap.

Rasa bersalah, dendam, amarah, kesedihan dan rasa kehilangan Misha sudah mengikatnya dalam hal yang kini sedang dia lakukan. Misha akan mengungkapkan semuanya, dan membuat orang tersebut merasakan apa yang dia rasakan. Bahkan yang orang-orang itu rasakan.

MINERVA : Not an Illusion |Completed|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang