Chapter : 28. This is the first.

11 3 0
                                    

Setelah bermain Billiard, Misha orang pertama yang pergi ke kamarnya. Setelah itu Misha tidak tau lagi apa yang mereka lakukan. Waktu sudah menunjukkan 2 dini hari, dan Misha terbangun tepat di waktu tersebut. Dia keluar dari kamarnya dan melihat suasana sudah benar-benar sepi. Dia berjalan menuju Bar lalu mengambil minum dan berdiam diri di sana.

Lampu utama di ruangan ini sudah mati, hanya penerangan stand lamp yang menyala di setiap sudut di sini. Melirik pintu kamar yang di tempati oleh masing-masing dari mereka tertutup rapat. Sepertinya tidak ada aktivitas lagi, selain Misha yang merasa kembali segar setelah terbangun tadi.

Misha yang melirik ruangan Billiard yang terlihat sedikit terbuka dan membuat cahaya lampu yang menyala di dalam sana menyelinap keluar. Entah kenapa dia tertarik dan membuatnya beranjak dari tempatnya tersebut. Dan berjalan masuk ke dalam ruangan tersebut, dia juga menutup kembali pintunya.

Ada lorong pendek sebelum benar-benar masuk ke dalam ruangan dengan meja Billiard yang terlihat sudah tidak serapi awalnya. Perhatian Misha beralih dari meja Billiard itu menjadi pada sosok lelaki berkacamata yang ternyata ada di sana duduk menatap ke arahnya.

"Kak Azniel?" Misha sedikit terkejut melihat keberadaan lelaki itu di sana. Azniel yang memakai kacamata itu benar-benar membuat Misha teringat pada figur orang yang mendorongnya dari pesawat itu. Misha menatap Azniel cukup lama, karena dia terbayang kembali pada orang yang mendorongnya itu.

Senyum Azniel terukir. "Gue memang orang yang lo pikirin sekarang." Tiba-tiba saja dia bersuara. Dan kalimatnya itu langsung membuat Misha terdiam seketika menatap lelaki itu.

"Gue yang dorong lo dari pesawat." Ungkap Azniel.

Misha berjalan menuju single sofa yang ada di sana dan duduk dengan pandangan yang masih memperhatikan lelaki itu. "Kenapa kamu lakuin itu?" Misha menyahut. Dia memang terkejut, tapi dia sudah pernah berpikir tentang itu walau tidak mungkin.

Senyum Azniel kembali terukir bersamaan dengan dia yang mengalihkan pandangannya. "Karena gue yakin bakal ketemu lo lagi setelah kecelakaan itu."

Mencerna kalimat itu, Misha terdiam sesaat. Hingga pertanyaan yang sebenarnya muncul, pesawat itu benar-benar meledak di depan matanya. Jadi bagaimana bisa dia selamat?

Misha menggeleng. "Itu bukan kamu, pesawat itu meledak di depan mata aku baru setelah aku jatuh." Tuturnya.

Azniel bergerak mengangkat pakaiannya dan melihat bekas luka panjang yang berada di bagian dada hingga perutnya. "Kita kena bagian tajam yang sama pas guncangan pesawat, gue yakin luka di punggung lo lebih parah." Ujar Azniel yang lalu menurunkan kembali pakaiannya itu.

Ini benar-benar tidak mungkin, lukanya hanya diketahui oleh Dokter yang menanganinya dan Dokter yang sama juga yang membuatkan tattoo itu untuknya. Dan garis luka yang ada di dada Azniel juga sama dengan luka yang Misha lihat dari lelaki itu.

"Terus gimana kamu bis selamat?" Lontar Misha.

"Karena gue udah siap, gue tau kecelakaan itu bakal terjadi." Terang Azniel.

"Kalau kamu tau kenapa kamu ada di dalam pesawat itu?"

"Karena gue mau pastiin kalau kecelakaan itu cuma bohong. Tapi ternyata salah, untung gue udah persiapan." Jawab Azniel.

Misha mengalihkan pandangannya, dia dibuat berpikir. Jika Azniel berbohong bagaimana mungkin dia tau letak luka itu. "Kenapa kamu bisa tau kecelakaan itu?" Tanya Misha.

"Itu permasalahan Bisnis, gue denger dari orang yang waktu itu lagi ada kerjaan sama Ayah gue. Orang itu bilang kalau dia berhasil ajak Ayah gue buat naik pesawat itu. Dan ya Ayah gue juga jadi korban." Papar Azniel.

MINERVA : Not an Illusion |Completed|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang