Kedatangan gadis yang kini berada di ruang tamu bersama dengan pemilik rumah yang sedari tadi membuatnya berdecak kagum dalam hatinya. Sudah beberapa saat mereka mengobrol, setelah beberapa hari tidak bertemu karena libur semester yang sedang berjalan.
Freya, gadis berambut pendek itu sesekali melirik ke sekitarnya. Dia tidak melihat banyak orang yang berlalu-lalang di sini, selain penjaga rumah di depan dan seorang wanita paruh baya yang datang menyajikan minuman. Freya tidak melihat menghuni lain, kecuali Misha yang sedari tadi mengobrol bersama.
Sejak awal, Misha memang memperhatikan gerak-gerik Freya. Dia memang terlihat tidak fokus pada dirinya saja, Freya seperti mengharapkan orang lain yang datang. Terlihat dari matanya yang tidak berhenti bergerak.
"Rumah Saudara kamu di sebelah mana? Kamu sering ke sana?" Tanya Misha.
Perhatian Freya kembali beralih kepada Misha. "Duh, gue gak pernah liat nomor rumahnya, ada di jajaran sebrang rumah ini. Baru beberapa kali, biasanya Saudara gue yang datang ke rumah gue soalnya." Paparnya. Misha mengangguk singkat.
"Beberapa hari kayaknya lo sama Kakak lo gak di rumah yañ biasanya gue liat ada mobil di depan." Ujar Freya. Dia sampai memperhatikan hal seperti itu, Misha semakin curiga dengannya.
Senyum Misha terukir dengan anggukkannya. "Iya, kita ke luar kota karena ada kerjaan." Jawabnya.
Berdeham, Freya kembali melihat ke sekitarnya. "Lo tinggal sama siapa aja di sini? Keliatan sepi banget." Akhirnya dia berani bertanya. Misha tau, Freya sudah sangat penasaran dengan hal itu. Gerak-gerik memang memperhatikan.
"Sama Kakak aku." Jawab Misha. Tentang siapa sebenarnya Kakak Misha, Freya masih belum mengetahuinya. Dia masih berpikir kalau Raigha lah Kakak Misha. Karena Freya melihat seringnya mereka bertemu dan berbicara dengan sangat akrab.
"Lagi pergi ya Kakak lo?" Tanya Freya.
"Masih di kantor, biasanya pulang malam. Jadi biasa kalau rumah sepi kayak gini." Jawab Misha. Ya sebenarnya Garath ada tidak ada, rumah ini pasti selalu sepi. Di rumah pun, lelaki itu lebih sering menghabiskan waktu di ruangan kerjanya atau mungkin di kamarnya.
Freya berdeham menanggapinya dia juga mengangguk singkat. "Kalau Ortu lo?" Tanyanya.
Membuat Misha terdiam seketika, dia menghela nafasnya samar agar kejadian terakhir dia melihat Raka dan Ashira tidak terbayangkan lagi. Tetap terbayang, tapi Misha tetap berusaha mengendalikan dirinya agar terlihat baik-baik saja di depan orang yang menanyakan hal tersebut.
"Mereka udah gak ada." Jawab Misha.
Mendengar jawaban itu, seketika Freya merasa tidak enak tentunya. "Ahh sorry, gue gak tau." Ucapnya.
Misha tersenyum. "Gapapa." Ujarnya.
Senyum Freya masih merasa tidak enak, dia mengalihkan pandangannya untuk keluar dari suasana yang tiba-tiba tidak enak itu.
"Mish gue boleh ke toilet dulu gak?" Freya kembali bersuara.
"Ohh boleh, biar aku kasih tau toiletnya di mana." Misha membalas lalu berdiri berjalan menunjukkan letak kamar kecil itu. Freya yang mengikuti langkah Misha itu sampai di depan sebuah pintu yang ada di samping tangga.
"Ini." Ucap Misha.
"Oh iya, makasih." Freya berkata.
"Aku mau ke kamar dulu ya, mau Charger hp." Ujar Misha.
Mengangguk, Freya lalu melihat Misha yang berjalan pergi menuju tangga itu juga bergerak membuka pintu kamar kecil tersebut.
Beralih ke sisi Misha, dia benar-benar pergi menuju kamarnya. Bukan untuk mengisi daya ponselnya, namun dia duduk di depan monitor komputernya. Membuka sebuah rekaman beberapa kamera CCTV yang ada di lantai dasar. Misha memperhatikan layar monitor yang menampilkan sebagian area rumahnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINERVA : Not an Illusion |Completed|
General FictionSelamat dari kecelakaan pesawat adalah hal terburuk bagi Misha. Yang lebih buruk lagi, penderitaannya tidak terhenti sampai dia memulai hidup barunya. Trauma dan rasa bersalahnya meninggalkan semua orang dalam pesawat itu, membuat Misha harus mengun...