"Gue gak habis pikir," lelaki yang baru saja datang beberapa jam lalu itu sudah dibuat pusing dengan keadaan yang benar-benar mengejutkannya dan membuatnya langsung terbang dari negara lain saat itu juga ketika dia baru mendapatkan kabar.
Misha menunduk dia menghela nafasnya samar, sebelum akhirnya dia kembali menaikan pandangannya kepada Cakra. Lelaki yang duduk di depannya itu. "Jangan marahin Seliah ya Kak, dia gak sepenuhnya salah. Seliah juga dipaksa buat lakuin itu." Tutur Misha.
"Misha, dia udah biarin lo dalam bahaya selama ini. Dia tau apa yang bakal terjadi." Balas Cakra.
Mengalihkan pandangannya dari tatapan Cakra yang terlihat tidak terima atas kejadian ini. "Aku percaya Seliah gak sejahat itu, aku kenal dia dari dia kecil. Seliah memang nutupin banyak rahasia, tapi aku tau sifat aslinya kayak gimana. Dia gak jahat, dia terancam dan harus lakuin itu dengan keamanan dia Kak." Kembali menatap Cakra, paparan Misha ini berhasil membuat Cakra menghela nafasnya.
Dia menahan emosinya, untuk pertama kalinya terhadap Misha. "Dia tau kalau bakal ada banyak hal berbahaya yang bakal terjadi, tapi dia biarin itu. Dia gak jaga lo." Timpal Cakra.
"Udah cukup Kak, bahaya memang bakal datang kapan aja tapi gak setiap saat. Aku bisa jaga diri aku Kak, aku gak mau ngerepotin banyak orang hanya buat jagain aku. Aku gak selemah itu, aku pernah ada dikejadian yang bahkan gak akan pernah bener-bener sama apa yang Kak Cakra bayangin." Balas Misha.
Menatap Misha, Cakra begitu menahan dirinya untuk tidak terus mengkhawatirkan Misha setiap saat. Dia takut, selalu takut jika terjadi sesuatu kepada Misha. Karena itu dia selalu menarik orang untuk menjaga Misha, dan menghindari Misha dari orang yang tidak bisa menjaga Misha.
"Gue tau Misha, karena itu gue gak mau lo ada dikejadian buruk lagi untuk kesekian kalinya. Itu kenapa gue mau lo ada bersama orang yang aman." Ucap Cakra begitu dalam menatap Misha. Gadis yang ingin selalu dia jaga, dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayang lagi.
"Aku merasa aman sama Seliah, dia bukan orang yang nyakitin aku. Tapi orang yang nyakitin aku juga yang ngendaliin dia." Jelas Misha.
"Dia kendalikan, jadi bisa aja dia dikendalikan untuk sakitin lo." Timpal Cakra.
Misha menggeleng, kalimat itu sama sekali tidak membuat bisa pikirannya terbesit kata benar. "Seliah udah menyesal Kak, dia udah minta maaf sama aku. Orang yang kendaliin dia juga udah gak ada dan gak bisa kendaliin dia lagi. Itu udah berakhir Kak, Seliah selesai dari masa penderitaannya karena udah nahan diri biarin aku—Sahabatnya dalam bahaya. Dia benar-benar menyesal Kak."
"Seliah punya Trauma soal keluarga, dan kepercayaan. Seliah masih sakit Kak, gak cuma fisiknya tapi juga batinnya. Sama apa yang pernah aku rasain. Seliah juga lagi merasa kehilangan." Imbuh Misha.
Cakra mendengar setiap perkataan Misha yang benar-benar dalam, dia tau Misha sedang kembali mengingat saat titik terendahnya. Cakra merasakan betapa hancurnya Misha saat itu, dan sekarang dia kembali mengatakan hal itu. Misha sangat ingin menunjukkan kebenaran kepadanya.
"Masalah apa yang dia alami? Apa sepadan sama apa yang lo rasain?" Lontar Cakra.
"Keluarganya gak sesempurna keluarga aku, dia saksiin orang yang dia sayang berantem dengan kekerasan di depannya. Sikap Kakaknya juga keras, selama bertahun-tahun dia mendengar dan melihat Kakaknya ngelakuin kekerasan sama perempuan. Itu benar-benar merupakan mental, ditambah dia harus ngebiarin aku dalam bahaya yang direncanakan Kakaknya sendiri. Dan tanpa dia tau, ternyata Kakaknya udah buat rencana untuk aku dan Mama-Papa dalam kecelakaan itu."
"Dia menyesal setelah tau Mama-Papa gak selamat di kecelakaan itu. Seliah juga sayang sama Mama-Papa, dia bener-bener kehilangan orang yang udah kasih dia kasih sayang orangtua yang gak pernah dia dapetin."
KAMU SEDANG MEMBACA
MINERVA : Not an Illusion |Completed|
General FictionSelamat dari kecelakaan pesawat adalah hal terburuk bagi Misha. Yang lebih buruk lagi, penderitaannya tidak terhenti sampai dia memulai hidup barunya. Trauma dan rasa bersalahnya meninggalkan semua orang dalam pesawat itu, membuat Misha harus mengun...