Perasaan Misha semakin tidak nyaman, sosok yang dia lihat benar seperti yang dia ingat. "Seliah," bibir Misha bergerak memanggil sahabatnya itu. Menoleh melihat ke arah orang yang memanggilnya, Seliah berhenti melangkah. Begitupun dengan gadis yang juga tengah bersama dengannya.
"Aku mau pulang." Kata Misha.
Seketika Seliah merasa terkejut, dia menutupi perasaan gelisah mengkhawatirkan Misha dengan mengatur ekspresinya. "Kenapa? Bentar lagi Raigha sampe lho, kita lanjut jalan sama dia." Sahut Seliah.
"Aku mau pulang, Seliah." Misha kembali berkata.
"Lo gapapa kan?" Seliah menghampiri sahabatnya ini dan memegangi tangannya. Stephanie yang ikut merasa tidak enak itu menghampiri Misha.
Keadaan yang semakin tidak mengenakan itu, ketika Misha tidak menjawab pertanyaannya dari sahabatnya ini. Seliah dan Stephanie saling menatap, mengangguk samar. Stephanie seakan menyuruh Seliah untuk pulang. Seliah pun menggadeng Misha untuk pergi, meninggalkan Stephanie setelah berpamitan dengan anggukan kecil antara Seliah dan juga Stephanie.
Sementara tatapan Misha yang melirik seseorang tersebut selama beberapa saat itu, menghela nafasnya samar dan mengalihkannya saat dia sudah hampir sampai di mobil yang terparkir milik Seliah itu.
'Mereka udah datang.'
Misha masuk ke dalam mobil, disusul Seliah yang juga masuk ke bagian kursi pengemudi. Seliah yang tidak langsung menyalakan mesin itu melihat ke arah Misha. "Mish, lo beneran gapapa?" Tanya Seliah, perasaannya yang masih mengkhawatirkan sahabatnya ini membuatnya tidak tahan untuk bertanya kembali.
Kini Misha melirik ke arah Seliah. "Gapapa." Jawabnya. Namun masih tidak membuat pandangan Seliah beralih darinya.
"Aku udah gapapa Seliah." Tegasnya.
"Terus tadi lo kenapa?" Tanya Seliah.
"Aku gak bisa lama-lama di pantai." Terang Misha. Seketika Seliah menghembuskan nafasnya panjang, dia lega.
"Ahh— maaf ya gue gak tau." Ucap Seliah.
"Gapapa, aku suka kok ke pantai. Tapi gak bisa terlalu lama aja, rasanya jadi gak nyaman." Jelas Misha. Seliah mengangguk mengerti, dia sudah merasa lega sekarang. Dan sudah bisa untuk menyalakan mesin, dan melaju keluar dari area parkir.
"Jadi sekarang yakin gak mau pulang?" Tanya Seliah di tengah aktivitas menyetirnya ini.
"Memangnya kamu mau kemana lagi?" Balas Misha.
Ekspresi Seliah yang berpikir sembari tersenyum itu, tidak langsung menjawab balasan Misha. Dia baru saja mengingat tentang planningnya hari ini yang sempat dia lupakan. "Sebenarnya nanti malam gue ada acara Ultah sepupu gue, tapi berhubung gue gak punya pacar gue mau ajak lo aja." Ujar Seliah.
"Raigha diundang juga kok, jadi aman gue izinnya ke Kak Cakra." Imbuh Seliah.
"Kalau begitu kamu pergi aja sama Raigha sebagai pasangan." Ucap Misha dengan santainya. Hampir saja Seliah mengerem mobilnya secara mendadak, namun tidak jadi karena di hampik tersedak dengan oksigen yang dia hidup.
"Kenapa Raigha udah punya pacar ya?" Misha kembali bersuara setelah Seliah masih belum menjawabnya.
"Bukan gitu, tapi mustahil banget itu terjadi. Lagian mana gue tau dia punya pacar atau nggak. Gue sama Raigha gak mungkin, kayak gue ikan hidup di air dia harimau hidup di darat. Gak akan mungkin bersatu." Tutur Seliah.
"Lo aja yang dulu sering ketemu dia, lo gak tertarik. Apalagi gue." Tambahnya.
Misha berdeham panjang. "Ohh, kalau sama Kak Garath?" Tanyannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINERVA : Not an Illusion |Completed|
Ficción GeneralSelamat dari kecelakaan pesawat adalah hal terburuk bagi Misha. Yang lebih buruk lagi, penderitaannya tidak terhenti sampai dia memulai hidup barunya. Trauma dan rasa bersalahnya meninggalkan semua orang dalam pesawat itu, membuat Misha harus mengun...