PBE-01

1.4K 133 7
                                    

Seorang lelaki membuka pintu ruangannya. Ia tersenyum tipis menyambut kedatangan seorang gadis beranjak remaja yang tak lain adalah adik bungsunya. Semua karyawan kantor yang tak mau kehilangan moment senyuman sang bos pun mencuri-curi pandang ke arahnya. 

Edzard Edrick Evander. Lelaki berusia dua puluh lima tahun yang menjadi incaran anak gadis para pengusaha kaya raya yang berharap dapat berbesanan dengan keluarga Evander. Sayangnya, tak ada satu pun gadis yang berhasil menarik perhatian lelaki bermanik tajam bak elang itu. Semua orang segan padanya. Wajah datar dan dingin yang dimiliki menambah kesuraman lelaki yang hanya tersenyum untuk keluarga dan teman terdekatnya saja.

"Masuk, Dek." Edzard mempersilakan adik bungsunya masuk ke dalam ruangan.

"Abang kenapa sih, mukanya tuh keliatan kecut mulu? Pasti, Daddy kasih banyak tugas kantor ya?! Kalo bener, nanti Eca marahin Daddy biar Abang punya waktu luang supaya bisa cari pacar," cerocos Eisha menatap serius ke arah sang Abang.

Anak perempuan itu tersenyum malu-malu seraya mendekati Edzard yang duduk di kursi kebesarannya. "Eca 'kan mau punya ponakan, Abang. Mommy bilang, usia Abang udah cocok buat nikah, loh."

Edzard menghela napas panjang. Ia menggiring Eisha duduk di sofa ruangannya, lalu beranjak pergi. Meninggalkan Eisha yang mencebikkan bibir memandang kepergian Abangnya. Langkah Edzard terhenti di depan gadis yang membawa nampan berisikan segelas kopi di tangannya. Keningnya mengerut, merasa asing dengan gadis yang sepertinya adalah karyawan baru di kantornya.

"Kamu," panggilnya pada gadis yang perlahan mengangkat kepala yang semula tertunduk.

"I-Iya, Pak?" sahut gadis itu menahan kegugupan.

Berhadapan dengan bos yang selalu melayangkan tatapan tajam adalah hal yang sangat menguji adrenalin. Ia tak mengelak pada sebuah penyataan bahwa siapa saja pasti tidak akan bisa berkutik pada dua lelaki yang dijuluki pangeran bermata elang itu. Hanya saja, ia baru bertemu dengan salah satunya di minggu pertama bekerja sebagai office girl di kantor ini. Ia harap, jika bertemu dengan pangeran bermata elang lainnya tak akan semenakutkan ini.

"Dimana Zoya?" tanya Edzard menelisik wajah gadis yang sejak tadi menatapnya tanpa kedip.

Elsye terkesiap. Ia memalingkan wajah, merasa kedua pipinya memanas. Wajah bosnya itu kelewat tampan dibalik sikap dingin dan tak acuhnya. Tersadar terlalu lama terhanyut oleh pesonanya, ia bergegas menjawab pertanyaan sang bos.

"Mbak Zoya..." jawabnya menggantung karena kehadiran gadis yang dicari oleh bosnya.

Zoya mengangguk kaku. "Ada apa ya, Pak?"

"Buatkan saya kopi dan belikan makanan untuk Eisha," suruh Edzard memberikan lembaran rupiah padanya.

Selepas kepergiaan sang bos, Elsye menatap penuh kecewa pada teman lamanya itu. Sejak awal menginjakkan kaki di sini, ia sudah tertarik pada Edzard. Namun, Edzard tak membiarkan seorang pun mendekatinya. Jika membutuhkan sesuatu, lelaki itu memilih Zoya untuk membantunya. Karena Zoya adalah teman sekolah semasa SMA, sekaligus tetangga sang Paman.

"Lo salah cari saingan, Sye!" seru Zoya tersenyum mengejek. "Gue bakal selalu jadi pilihan pertama Pak Edzard!!"

Menekan rasa dongkol di hatinya, Elsye pun berbalik. Kemunculan lelaki berwajah tampan membuatnya terperanjat, mengakibatkan segelas kopi itu berguncang dan berakhir tumpah mengenai kemeja putihnya.

"Ma-Maaf Pak, atas kecerobohan saya kemeja Bapak jadi kotor," ucapnya penuh sesal.

Tak kunjung mendapat sahutan, Elsye memberanikan diri untuk menatap lawan biacaranya. Ia menelan ludah melihat lelaki yang sangat dihindari oleh semua karyawan. Selain tatapan tajamnya, lelaki itu juga suka berkata pedas. Elsye mengetahuinya karena diceritakan segala seluk-beluk kantor ini oleh Zoya. Dan sekarang, ia berada dalam masalah. Ia berhadapan dengan tuan muda kedua keluarga Evander, yaitu Ezra Albern Evander.

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang