PBE-32

362 46 5
                                    

Edzard melirik sang daddy yang tengah bertelepon dengan pamannya. Ia mencoba menahan tawa mendengar suara Ersyand yang enggan bertanggungjawab atas musuhnya yang mengira bahwa Erland adalah dirinya. Ia sudah mendapat kabar jika Elsye sudah ditemukan. Oleh karena itu, ia terlihat santai. Tidak ikut mendesak sang paman untuk membantu mencari keberadaan menantu keluarga Evander.

"Mommy! Daddy!! Kak Ezra mengirim pesan. Kak Elsye sudah ditemukan!!!" teriak Eisha berlarian turun dari tangga.

Anak perempuan itu menunjukkan sederet kalimat di layar ponsel pada keluarganya. Ia mendudukkan diri di samping Emmanuel, lalu menidurkan kepala di atas paha sang kakak. Hatinya sudah tak lagi gundah. Kakak ipar kesayangannya telah terselamatkan.

"Ca, telepon Kak Ezra," titah Eidlan menyodorkan benda pipih milik adik bungsunya.

"Berani bayar berapa?" tantang Eisha seraya mengangkat dagu ke arah tuan muda ketiga Evander.

Erland menghela napas panjang. Selain manja dan cengeng, putri semata wayangnya juga matre. Ia mengambil selembar rupiah berwarna hijau, lalu menempelkannya di kening sang putri.

"Dua puluh ribu mah kurang, Dad!" protes Eisha tak ayal memasukkan uang tersebut ke dalam saku piyama yang dikenakan.

"Mommy tambah sepuluh ribu," ucap Eleana mengalah.

Mereka semua tak bisa membuka ponsel milik Eisha yang terkunci oleh kata sandi. Hanya anak itu dan Ezra yang tahu. Demi mengetahui kondisi pasutri tersebut, para kakak Eisha ikut menyumbangkan uang mereka. Membuat nona muda Evander mendadak kebanjiran uang jajan tambahan.

"Sebentar, jangan ada yang mengintip," tuturnya membawa pergi benda pipih itu.

Setelah panggilan terhubung, ia meletakkan benda tersebut di meja ruang tengah, lalu menyalakan loud speaker. Nyonya dan tuan Evander menutup mulut rapat-rapat. Membiarkan Eisha berbicara seorang diri. Mereka tidak ingin membuat Ezra curiga.

"Halo Kak Ez! Kak Esye tidak kenapa-kenapa, 'kan? Lalu sekarang kakak ipar Eca yang paling cantik sedang apa? Kalian ada di mana sekarang? Oh, ya, apa penculiknya sudah dilaporkan polisi?" tanya Eisha bertubi-tubi.

Terdengar helaan napas di seberang sana. Eleana meremas tangan sang suami. Wanita itu takut jika kondisi sang menantu jauh dari kata baik, lalu putra kedua mereka benar-benar akan menjauh.

Suara grasak-grusuk membuat Eisha mengerutkan kening. "Kak Ezra... Haloo...," panggilnya.

"Elsye baru sadar, Kak Ezra tutup dulu."

"Yah, kok dimatikan?! Abang ini bagaimana? Eca mau bicara dengan Kak Elsye!!" pekik Eisha menghentakkan kakinya di lantai.

"Kita pergi sekarang. Abang sudah dapatkan alamat rumah sakit tempat di mana Elsye di rawat," tukas Edzard tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

Semua orang saling memandang. Mereka saling bertanya-tanya. Dari manakah sang tuan muda pertama Evander mendapatkan alamat tersebut? Ezra jelas tak akan memberitahu. Menyadari rasa penasaran keluarganya, Edzard pun angkat bicara. "Zion, anak buah Ezra yang mengirimkan alamatnya."

Zion tak mungkin mengkhianati sang tuan. Edzard sengaja menyebut kaki tangan Ezra untuk menyakinkan keluarganya. Jika tidak, ia akan dicurigai. Karena tak semudah itu untuk melacak keberadaan seseorang Ezra yang sangat suka menghilang. Tuan muda kedua Evander seringkali menyembunyikan keberadaannya setelah menyelesaikan tugas di luar negeri. Menghilang selama berhari-hari dan kembali ke tanah air tanpa mengabari. Hal tersebut sudah sering terjadi, maka aneh jika dirinya tiba-tiba tahu keberadaan Ezra.

"Sudah, jangan menangis lagi. Aku sudah ada di sini," bisiknya sambil mengelus kepala wanita yang berada di pelukannya.

Semenjak sadarkan diri, Elsye terus menangis dan tak berbicara sepatah kata pun. Ezra yang kebingungan harus melakukan apa untuk menenangkan sang istri, akhirnya memutuskan untuk memeluk tubuh Elsye. Akan tetapi, tangisnya belum juga mereda. Wanita itu sampai sesenggukan. Ezra yang tak tega berusaha menggapai segelas air dengan menjulurkan tangan kanannya ke arah nakas.

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang