Seorang pemuda berjalan tergesa-gesa menuju salah satu ruang rawat VVIP. Ia mendapat kabar jika kakak sulungnya babak belur karena menyelamatkan nona muda Zygmunt. Rasa menyesal menyelinap masuk ke dalam hati. Seharusnya, ia tidak pulang lebih dulu agar bisa berjuang bersama mengalahkan para pria yang diduga adalah musuh keluarga Zygmunt.
"Assalamu'alaikum," ucapnya sembari mengetuk pintu.
Pintu terbuka menampilkan tuan muda keempat Evander. Emmanuel menerobos masuk dan mendekati sang abang yang tengah duduk bersandar di ranjang pesakitan. Ia menundukkan kepala, tak berani bersitatap dengan lelaki yang menepuk-nepuk pundaknya.
"Abang tidak apa-apa, Nuel. Jangan merasa bersalah," ujar Edzard mencoba tersenyum.
Emmanuel mengangguk, kemudian duduk di pinggiran ranjang. Mereka berbincang singkat karena kedatangan seorang anak perempuan yang langsung berhambur memeluk erat tubuh tuan muda kelima Evander. Si kembar kompak memutar bola matanya malas. Mereka sudah mampu menebak apa yang akan dilakukan oleh Eisha.
"Mas Nuel, Eca takut. Wajah orang-orang itu seram. Mana pakai bajunya hitam-hitam. Abang Kembar aja takut. Mereka nggak mau bantu Bang Edzard jadi pahlawan. Untung Eca ingatkan untuk menelepon Kak Ezra. Jika tidak, Eca terpaksa menyusul Abang. Mas Nuel 'kan tahu, jika Abang Kembar itu penakut," celotehnya memojokkan si kembar yang tak bisa apa-apa saat abang mereka menolong gadis tersebut.
"Enak sekali mengatai kami penakut, kau sendiri penakut, Ca!" timpal Elan tak terima.
Eisha pinggang seraya menatap garang kakak keempatnya. "Eca 'kan perempuan. Wajar saja jika Eca penakut! Setelah ini, Eca tidak mau pergi bersama kalian lagi. Kalian payah tidak bisa berkelahi. Tidak seperti Kak Ezra dan Mas Nuel."
"Kau pikir, kami ingin pergi bersamamu? Tidak, Ca! Yang ada perjalanan kami terhambat karena mulutmu yang terus mengoceh seperti beo!" cerocos Elan kesal.
Setiap kali ada kesempatan, Eisha selalu membanggakan Emmanuel dan Ezra. Meski kakak keduanya adalah musuh bebuyutannya, tetap saja Ezra memiliki keunggulan di antara para kakak yang lain. Kemudian Edzard. Sosok kakak penyayang yang selalu menuruti segala keinginannya.
Elsye tak berhenti tersenyum menyaksikan perdebatan mereka. Ternyata memiliki banyak anak tidak buruk juga. Suasana akan selalu ramai dengan sorak-sorai. Ia bisa membayangkan kehidupan Eisha yang penuh dengan perlindungan lima kakak laki-lakinya. Meski ada salah satu di antara mereka yang suka menjahili anak perempuan tersebut.
"Eca, cepat tidur. Sudah malam," titah Ezra memandang ke arah Eisha yang berada di pangkuan Emmanuel.
Tak kunjung mendapat sahutan, ia pun melangkah mendekat dan menggendong sang adik. Mengabaikan Eisha yang terus meronta dan meminta diturunkan. Setelah membaringkan si bungsu di atas kasur yang disediakan untuk penunggu pasien, ia pun membisikkan sesuatu. Mereka yang melihat merasa sedikit curiga. Tak biasanya, Eisha menurut pada tuan muda kedua Evander. Kecuali karena satu hal.
"Ezra, jangan coba-coba ajak Eca makan mie. Jika ketahuan, Abang akan meringkus semua mie instan yang kau timbun!" ancam Edzard tak main-main.
"Ih, siapa juga yang mau makan mie, iya 'kan, Kak Ez?" elak Eisha yang tak mau membuang kesempatan untuk menikmati makanan yang hanya bisa didapatkan dari kakak keduanya. "Kak Esye sini! Tidur dengan Eca!"
Ajakan sang adik ipar bungsu membuat Elsye terkesiap. Ia mengangguk dan tersenyum, lalu mendekati ranjang yang ditempati oleh Eisha. Ia menelan ludah saat sepasang mata elang terus menatap ke arahnya. Seolah ingin menelan dirinya hidup-hidup.
"Ke-kenapa, Bang?" tanya Elsye gugup.
"Ingat statusmu, Sye," bisiknya membuat gadis itu mengerutkan kening bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Bermata Elang [END]
Teen FictionPangeran bermata tajam bak elang itu mendapati kabar yang sangat memilukan hati. Kabar perjodohan tersebar membuat Edzard terpukul. Ia harus merelakan sahabat perempuannya menikah dengan sang adik. Ezra yang tidak mau menjalin hubungan dengan gadis...