Tak terasa satu bulan telah berlalu. Tak ada perkembangan dari masa pencarian tuan muda kedua Evander yang diduga terseret oleh derasnya arus sungai. Suasana kediaman keluarga Evander berubah suram. Eisha dan si kembar yang ceria selalu terlihat murung, sama seperti yang lainnya.
"Semuanya, Elsye pamit. Elsye butuh waktu untuk nenangin diri," pamit menantu Evander kepada keluarga sang suami.
Eleana mendekap tubuh Elsye, lalu menangkup wajahnya. "Kami menunggu Elsye di sini. Pintu kediaman ini selalu terbuka, jangan sungkan untuk kemari."
Elsye menganggukkan kepala. Ia bersalaman dengan mereka. Kecuali Eisha yang bersembunyi. Anak perempuan itu merasa amat bersalah dan tak kuasa menampakkan diri di depan wanita yang amat dicinta oleh kakak keduanya.
'Elsye harap, Abang masih hidup,' benak Elsye menatap kediaman keluarga Evander untuk terakhir kali.
Wanita itu akan kembali ke kampung halaman guna mengalihkan perhatian dari rasa duka yang mendalam ini. Ia masih harus melanjutkan hidup bersama Ezra junior yang ada di perutnya. Elsye mengandung dan tak ada seorang pun yang tahu, kecuali keluarganya sendiri. Ia sengaja menyembunyikan kabar kehamilan seusai kecelakaan yang terjadi pada suaminya. Ia hanya tidak ingin kelak anaknya berada dalam situasi bahaya jika berada di lingkungan keluarga Evander. Ia cukup menyadari bila selama ini selalu ada bahaya yang mengintai mereka. Cukup dirinya saja yang mengalami penculikan itu.
"Hati-hati, Kak!" pekik si kembar sambil melambaikan tangan pada wanita yang mengulum senyum.
Kehidupan baru mereka tanpa sosok tuan muda kedua Evander telah dimulai. Masa terpuruk mereka semua harus segera dituntaskan. Akan tetapi, hal itu sulit dilakukan oleh Erland, Edzard, dan Eisha. Ketiga orang yang sampai kini belum bisa mengikhlaskan kepergian Ezra Albern Evander.
Erland merasa sangat kehilangan. Putra yang memiliki kemiripan wajah dengannya hilang entah ke mana. Mungkin jika jasad putranya ditemukan, ia akan belajar ikhlas. Namun, sampai pencarian diakhiri, mereka tak pernah mendapat kabar tanda-tanda ditemukannya Ezra.
"Maaf, Abang telah merenggut semuanya darimu, Ez," gumam Edzard mendudukkan kepala dalam-dalam.
Kasih sayang, perhatian, dan pujian sangat jarang didapati oleh tuan muda kedua Evander. Atensi Erland dan Eleana selalu tertuju padanya. Erland sering memandang putra keduanya sebelah mata. Ia terlalu fokus pada Edzard yang ditetapkan sebagai penerus utama keluarga mereka.
"Sekarang tinggal tugasku yang melindungi keluarga kita. Tak apa, aku mampu, Ez. Terima kasih telah melindungi kami selama ini," tuturnya sambil memeluk erat figura foto sang adik.
Sementara di kamar bernuansa merah muda, seorang anak perempuan menatap lurus ke arah jendela kamar. Ia tak pernah beranjak dari kamar tidurnya. Keluarganya pun sangat jarang menemui atau sekedar untuk membujuknya agar tak lagi terpuruk. Hari-hari terberat ini hanya ada Emmanuel yang selalu berada di sisinya. Pemuda yang dapat melihat sisi rapuh adik perempuannya yang terabaikan oleh keluarganya sendiri. Mereka sibuk mengobati duka masing-masing, tanpa menyadari jika Eisha amat butuh dukungan untuk bangkit dari titik terendah dalam hidupnya.
"Eca, makan dulu, ya. Mas Nuel sudah bawa makan siang untuk Eca," ucap Emmanuel yang lagi-lagi harus menahan desakan air mata saat melihat adik perempuannya yang melamun sepanjang hari.
Pemuda itu meletakkan nampan berisi sepiring nasi dan segelas air di nakas, lalu merengkuh tubuh Eisha. Tak ada air mata yang mengalir di matanya yang sayu. Lingkaran hitam di bawah mata membuat Emmanuel terisak. Ia tahu adik perempuannya tak pernah tidur. Eisha hanya akan terlelap bila ditemani olehnya. Akan tetapi, ia tak tahu jika setelah dirinya pergi, Eisha akan terbangun dan terjaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Bermata Elang [END]
Teen FictionPangeran bermata tajam bak elang itu mendapati kabar yang sangat memilukan hati. Kabar perjodohan tersebar membuat Edzard terpukul. Ia harus merelakan sahabat perempuannya menikah dengan sang adik. Ezra yang tidak mau menjalin hubungan dengan gadis...