Ezra memberhentikan mobil di depan minimarket. Ia membeli dua buah minuman dingin dan memberikan salah satunya pada Emmanuel yang menunggunya di luar. Emmanuel melotot melihat kakak keduanya yang mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam saku celana.
"Kak Ezra!" bentaknya saat sang kakak mengapit sebatang rokok di antara jari telunjuk dan jari tengah.
"Kau kembali ke mobil saja. Asap rokok tidak baik untuk kesehatanmu, Nuel."
Emmanuel menurut. Ia masuk ke dalam mobil dan meminum minumannya. Kakak keduanya itu sangat sulit dipahami. Selama setengah jam, dirinya menunggu Ezra yang tengah menenangkan hati dan pikiran. Suara derap kaki yang mendekat, membuatnya segera menoleh.
"Kau pulang duluan saja, ini ongkosnya." Ezra memberikan lembaran berwarna merah pada adiknya yang tercengo. "Malam ini, aku tidak pulang. Sampaikan pada Mommy untuk tidak mengkhawatirkan aku."
"Kak Ez ingat, untuk tidak merokok lagi. Nuel membiarkan Kak Ez merokok karena teringat, jika Kak Ez sedang stress." Ezra terkekeh. Ia membukakan pintu untuknya dan mendorong pelan pundaknya. Emmanuel kesayangannya yang cengeng itu sudah beranjak dewasa. Satu tahun lagi, pemuda itu akan menyelesaikan pendidikan di bangku SMA.
Ezra menyodorkan tangan pada Emmanuel yang ingin menyalaminya. "Nuel pamit, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Selepas kepergian adiknya bersama ojek online, Ezra pun melajukan mobilnya menuju toko grosir si kembar. Malam ini adalah jadwal mereka tidur di toko. Ia memutuskan untuk ikut menginap di sana.
Para karyawan yang melihat sebuah mobil yang tak asing, diam-diam menarik sudut bibir. Terutama para karyawati yang tiba-tiba salah tingkah saat Ezra melangkah mendekati mereka.
"Pak Bos ada di lantai atas," ucap salah satu karyawan seolah menduga pertanyaan yang akan dilontarkan.
"Thanks." Ezra menerobos masuk ke dalam. Ia menaiki undakan tangga dan segera melangkahkan kaki menuju kamar adik kembarnya.
Di lantai atas terdapat beberapa ruangan. Dua ruangan dijadikan kamar tidur oleh pemilik toko ini, sedangkan kamar lainnya digunakan oleh para karyawan yang tinggal di sini atas titah sang bos.
"Ada apa, Kak?" tanya Elan heran.
Si kembar saling memandang. Saat ini, mereka berada di kamar Elan. Ezra merebahkan tubuhnya di kasur. Ia memeluk bantal guling dengan erat. Membuat tanda tanya besar muncul di dibenak kedua lelaki itu.
"Aku ingin menginap. Kalian jangan memberitahu keberadaanku," ujarnya dengan mata terpejam.
"Kak," panggil Eidlan pelan. "Apa kau benaran menikah dengan Kak Elsara?"
Adik-adik Edzard tahu jika sang abang memiliki rasa lebih terhadap gadis itu. Namun, kedua orangtua mereka malah menjodohkannya dengan Ezra. Lelaki yang jelas-jelas membenci gadis centil tersebut.
"Aku tidak ingin menikah," seloroh Ezra merubah posisi menjadi duduk.
Ia menatap kedua adiknya bergantian. Mata elangnya seolah menyampaikan hal tersirat yang selama ini menggandrungi pikiran ketiganya. Si kembar mengulum senyum. Mereka mengangkat sebelah alis, lalu bertos.
"Pak Bos, ada Mommy Ele di bawah," kata pria paruh baya yang bekerja sebagai supir di toko grosir si kembar.
"Kak Ezra, cepat sembunyi!" pekik Elan gelagapan.
Kemunculan seorang wanita membuat pergerakan mereka terhenti. Tatapan mengintimidasi mengarah pada tiga tuan muda Evander. Ezra tampak biasa saja melihat wajah sang mommy yang merah padam. Sementara itu, si kembar melarikan diri. Keduanya tak mau terkena amukan singa betina yang sudah lama tak murka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Bermata Elang [END]
Teen FictionPangeran bermata tajam bak elang itu mendapati kabar yang sangat memilukan hati. Kabar perjodohan tersebar membuat Edzard terpukul. Ia harus merelakan sahabat perempuannya menikah dengan sang adik. Ezra yang tidak mau menjalin hubungan dengan gadis...