PBE-39

694 48 11
                                    

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh nona muda Evander. Ia sudah tak sabar berlibur di akhir pekan bersama kakak dan kakak iparnya. Hanya mereka berdua yang memiliki waktu untuk menemaninya. Semua keluarga Evander yang lain sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Kedua orangtuanya juga berada di luar kota karena urusan ini pekerjaan.

"Jangan bercermin terus. Bisa-bisa cermin di kamar Kak Ezra pecah," ucap Ezra diambang pintu kamar. Ia terkekeh saat adik perempuannya mengerucutkan bibir.

Sejak kemarin, Eisha menginap di rumah pasutri ini. Menambah keramaian saat malam. Kakak-beradik itu berdebat untuk tidur bersama Elsye. Wanita yang akhirnya memberi keputusan untuk tidur bersama. Sehingga tak ada lagi perdebatan di antara keduanya.

"Eca tidak sejelek itu sampai-sampai membuat cermin Kak Ezra pecah. Sudahlah, Eca kesal dengan Kak Ez. Nanti saat pergi, Kak Elsye harus duduk di belakang!" tukas Eisha merajuk.

"Hey! Kau harus tahu diri, Ca! Elsye istriku! Dan kau hanya adik iparnya saja!!!" teriak Ezra memandang kepergian adik perempuannya yang menghentakkan kaki di lantai.

"KAK ELSYE!! MENGAPA KAK ELSYE MAU MENIKAH DENGAN KAK EZRA, SIH?!" jerit Eisha frustasi.

Elsye tertawa kecil. Ia memberikan sepiring nasi pada adik iparnya yang sudah terduduk manis di kursi meja makan. Wajahnya yang cemberut mampu membuat siapa saja merasa gemas. Pantas saja, Ezra sangat suka menggoda anak perempuan tersebut.

"Karena Kak Elsye cinta Kak Ezra," akunya pada Eisha yang melirik tajam ke arah pria yang baru datang dengan senyum menjengkelkannya.

"Aku juga mencintaimu, Sye," balas Ezra seraya mengecup pipi kanan sang istri.

Seketika atmosfer ruangan ini berubah panas. Eisha tak segan melempar sandal yang dikenakan kepada kakak keduanya. Ia tak menyangka jika pria itu akan bermesraan secara terang-terangan.

Rasa puas memenuhi hati Ezra. Ia merengkuh tubuh sang adik, lalu mengecup kedua pipinya. "Eca tetap menjadi kesayangan Kak Ezra. Tenang saja. Sudah, ayo kita sarapan. Jangan sampai rencana hari ini batal."

"Jangan! Eca sangat ingin ke puncak. Bukankah, Kak Ezra janji akan menuruti keinginan Eca karena sebentar lagi Eca ulang tahun."

Senyuman simpul terbit di wajahnya yang tampan. Ia mengangguk, kemudian mulai memakan makanan yang sudah disiapkan oleh sang istri. Akhir-akhir ini, Elsye sangat bernafsu makan. Mulutnya tak berhenti mengemil. Oleh karena itu, mereka menyiapkan banyak camilan selama perjalanan.

"Sye, sepertinya satu minggu kita akan di sana. Eisha akan pulang di minggu pagi. Zion yang akan menjemput. Aku merindukan waktu berdua denganmu. Sudah lama juga kita tidak melakukannya, bukan?" Ezra mengangkat kedua alisnya ke arah sang istri.

Elsye segera memalingkan wajah ke arah lain. Kedua pipinya bersemu merah. Ia menggigit bibir bawah. Membayangkan malam pertama di villa dan memberi kejutan besar untuk suaminya.

Eisha mengerutkan kening melihat kakak iparnya yang tersipu. Anak perempuan itu baru kembali dari kamar sang kakak untuk mengambil tas ransel miliknya. "Kak Elsye kenapa? Kok pipinya merah gitu?"

"Tidak apa-apa. Ayo, Ca, kita tunggu di luar," ajak Ezra merangkul bahu sang adik. Ia tak bisa membiarkan istrinya semakin bersemu atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Eisha.

Langkah kakinya terhenti saat mendapat sebuah pesan beruntun dari nomor tak dikenal. Melihat perubahan raut wajah sang kakak, membuat Eisha mengerutkan kening. Saat ia hendak bertanya, kakak keduanya itu lebih dulu masuk ke dalam mobil. Meninggalkan banyak pertanyaan yang bermunculan di benaknya.

"Loh, Bang Ezra kemana, Ca?" tanya Elsye yang tak menemukan keberadaan sang suami.

"Pergi begitu saja. Sepertinya rencana hari ini batal." Eisha terduduk lesu di lantai teras. Ia memilin jemarinya. Menahan rasa kecewa yang tiba-tiba meluap. Tak mungkin jika Ezra mengingkari janjinya, tetapi mengapa pria itu pergi secara tiba-tiba tanpa sepatah kata?

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang