PBE-12

388 47 8
                                    

Ezra menatap dua orang pria yang berdiri di depannya. Ia merasa diturunkan harga dirinya oleh mereka. Bagaimana tidak, ia yang biasanya menginjakkan kaki di kantor sebagai seorang atasan, kini malah menjadi bawahan.

"Dad, pikirkanlah sekali lagi. Aku tak mungkin melakukan pekerjaan ini," protesnya pada Erland yang mengedikkan bahu tak acuh.

Eron terkekeh. Ia merangkul sepupunya dan menggiringnya meninggalkan ruangan Erland. "Akan aku antar kau pada teman-temanmu yang lain, Ez."

Kedua lelaki itu menghentikan langkah saat berpapasan dengan Elsye. Raut terkejut tercetak jelas di wajah datarnya. Ezra melirik sepupunya yang mengulum senyum.

"Sye, mulai sekarang Ezra akan menjadi partner kerjamu," katanya pada Elsye yang menatap tajam lelaki yang membuatnya hilang pekerjaan di kantor pusat hingga berpisah dengan bos tercinta.

"Nggak saya terima, Mas. Mending saya sendiri, daripada dapet partner kayak dia!" tolaknya mentah-mentah.

Elsye mengangkat dagu saat Ezra hendak mendekatinya. Saat ini, mereka berada di posisi yang sama. Tak ada yang perlu ditakutkan. Ezra yang merasa jika gadis di depannya semakin berani terlihat mencoba meredam emosinya dengan mengepalkan kedua tangan erat-erat.

"Aku tinggal. Selamat bekerja. Kalian yang akur," ucap Eron sebelum meninggalkan mereka yang saling melempar tatapan penuh dendam.

Sebelum jam kerja di mulai, Elsye segera melaksanakan tugasnya. Ia mendengkus melihat Ezra yang hanya menonton dirinya bekerja. Tanpa berniat membantunya. Untuk saat ini, ia masih mewajari lelaki yang mendadak turun jabatan itu.

"Gue manggil dia apaan, ya? Masa bapak lagi? Bisa-bisa diamuk gue," gumamnya merasa bingung.

Suara dehaman membuat Ezra menatap gadis yang berdiri di sampingnya. Ia bergeser menjauhinya untuk mengantisipasi kesialan yang akan menimpa. Namun, Elsye malah semakin mendekatinya. Gadis itu ingin sedikit bermain-main dengan pria tersebut.

"Berhenti di sana! Jangan mendekatiku, gadis pembawa sial!!" pekik Ezra menunjuk Elsye agar tetap di tempatnya berpijak.

"Aelah, si Abang dideketin malah nggak mau. Sekarang kita ini rekan kerja setara. Lo bukan bos gue lagi," ucapnya santai.

Bekerja di kantor cabang membuat Elsye mendapat dua perlindungan sekaligus, yaitu perlindungan Erland dan Eron. Jika pria pemarah itu berulah, ia akan melaporkan pada salah satu pelindungnya.

"Tetap jaga jarak denganku," pintanya saat Elsye hendak mengikis jarak satu langkah di antara mereka.

"Bang, gue denger-denger dari gosip karyawan kantor, lo itu anti cewek, ya? Kabar terbaru yang gue tau tentang lo, lo kabur dari pernikahan. Emangnya itu bener, Bang?" bebernya membuat Ezra melotot.

Pernikahannya dilakukan secara tertutup, bagaimana bisa gadis itu tahu? Eron. Satu nama yang terlintas di benaknya. Ia menduga jika keduanya cukup dekat. Hingga kabar tentang dirinya yang melarikan diri bisa sampai ke telinga office girl tersebut.

"Dipikir-pikir, kalo sikap lo nggak berubah, gue jabanin lo bakal jadi bujang lapuk!"celetuk Elsye terperanjat saat seseorang menyentil keningnya.

"Tidak masalah, jika nanti kau juga menjadi perawan tua. Hitung-hitung menemaniku melajang," sahut Ezra meliriknya sekilas.

Mulut Elsye tak henti berkomat-kamit. Gadis itu mengetuk kepalanya pelan, lalu beralih mengetuk dinding. Hal itu terjadi beberapa kali. Membuat Ezra yang melihat merasa keheranan. Ia merasa jika gadis tersebut sudah tidak waras.

"Lo kalo ngomong dipikir-pikir dulu. Jangan asal jeplak gitu aja," pekik Elsye tak terima.

Ezra memutar bola matanya jengah. "Tidak tahu diri."

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang