Kabar pernikahan Elsye dengan tuan muda kedua Evander telah tersebar. Ada banyak gunjingan daripada pujian yang didapati. Para tetangga yang iri akan nasib baik yang dimiliki Elsye tak tanggung-tanggung mengatakan jika dirinya telah menggunakan bantuan dukun untuk mendapati lelaki kaya raya hingga dapat mengubah taraf hidup keluarganya. Elsye tak semurah itu. Jika bukan karena paksaan nyonya Evander, ia tak akan mau menikah dengan lelaki yang sangat-sangat dibencinya.
"Sye, cepet siap-siap. Setengah jam lagi, Bu Eleana jemput kamu. Katanya mau ke butik," ucap Ibu pada Elsye yang tengah rebahan di atas kasur.
Setelah hari pernikahan ditentukan, Elsye tak lagi bekerja. Gadis itu menghabiskan hari-harinya di rumah dengan membantu pekerjaan rumah tangga. Ia sangat malas keluar karena selalu mendapat gunjingan. Pernah suatu waktu, Elsye sangat ingin memakan bakso. Ia berkeliling di rukun tetangga tempat tinggalnya. Alih-alih mendapat petunjuk tentang tukang bakso yang berjualan, ia malah difitnah tengah mengandung. Sontak, hal itu memantik kemurkaannya. Jika tidak dilerai oleh Eron yang tak sengaja lewat, Elsye dapat menjamin jika ibu-ibu yang selalu mengusik ketenangan keluarganya akan habis di tangannya.
"Ngapain ke butik sih, Bu? Orang acaranya cuma akad nikah doang, 'kan?" komentar Elsye merasa tak habis pikir dengan jalan pikiran orang-orang kaya.
"Kamu lupa? Setelah akad nikah bakal ada resepsi di rumah calon suamimu. Itu juga khusus keluarga. Kamu udah hubungi sodara-sodara di Cerbon belum, Sye?" Ibu melirik Elsye yang ogah-ogahan bangkit dari rebahannya. "Udah, Bu."
Setelah memakan waktu sekitar lima belas menit untuk bersiap, Elsye menunggu calon mertua dan calon suaminya menjemput. Ah, rasanya seperti mimpi. Menikah dengan lelaki yang tak pernah akrab. Berbicara hanya sepatah kata dan selalu merebut makan siangnya. Mengingat itu semua membuat Elsye ingin memukul kepala lelaki dingin dan mesum tersebut.
Suara salam yang disusul ketukan pintu membuat Elsye terkesiap. Gadis itu melotot melihat sosok Ezra yang berdiri di depan pintu. Berbeda dengan ibu yang langsung menghampiri dan mempersilakannya masuk.
"Nak Ezra, kenapa wajahnya lebam-lebam seperti itu?" tanya ibu menatapnya cemas.
"Biasa Bu, urusan anak laki-laki," jawabnya tersenyum canggung.
Ibu mengangguk mengerti. "Kalau begitu, duduk dulu, Nak Ezra. Mau buatkan minum apa? Teh atau kopi?" tawar Ibu antusias.
"Tidak perlu repot-repot. Mommy sudah menunggu di rumah Paman Eron, Bu. Ezra kemari karena disuruh jemput Elsye." Ezra tersenyum canggung. Ia melirik calon istrinya yang memutar bola mata jengah.
Seusai berbincang singkat, akhirnya mereka berpamitan. Elsye berjalan di belakang lelaki yang memasang raut datar di wajahnya. Di depan Ibu saja, lelaki tersebut tampak sangat ramah. Berbanding terbalik saat bersama dirinya dan orang lain.
"Assalamu'alaikum," ucap Elsye tersenyum tipis pada calon mertuanya yang menunggu kedatangan mereka.
"Wa'alaikumussalam. Langsung berangkat saja, yuk! Elya sudah menunggu kedatangan kita di butiknya." Eleana merengkuh bahu Elsye yang begeming. Gadis itu menatap lamat-lamat kendaraan beroda empat di depannya.
Ia mengerjap berkali-kali, lalu mengalihkan pandangan ke arah Ezra dan Eleana. "Em, kita naik mobil?"
Ezra mengerutkan kening bingung. Seharusnya, gadis itu merasa senang bisa menaiki kendaraan milik keluarga Evander. Namun, mengapa raut wajahnya malah menunjukkan sebaliknya?
"Aku mabuk kendaraan."
Pernyataan yang dilontarkan Elsye berhasil mengundang tawa tuan muda kedua Evander. Hal langka yang dapat dilihat oleh mata. Eleana tersenyum kecil. Sudah lama sekali, dirinya tak melihat putranya tertawa lepas seperti itu.
"Ya sudah, Ezra kau pinjam motor milik Paman Eirion saja. Mommy akan naik mobil," cetusnya yang tak akan memaksa gadis tersebut.
Kemunculan beberapa orang bodyguard membuat Elsye kebingungan. Dua orang masuk ke dalam mobil yang dinaiki nyonya Evander, lalu sisanya menaiki mobil lain. Setelah insiden semalam, Erland menugaskan para bodyguard untuk melindungi anggota keluarganya. Terhanyut dalam kamunan, Elsye tak menyadari jika calon suaminya sudah berada di atas motor matic milik pamannya. Ia terperanjat kaget saat mendengar suara klakson motor yang begitu memekakkan telinga. Dengan menahan rasa dongkol, ia mendudukkan diri di jok belakang.
"Inget ya, Bang, jangan cari-cari kesempatan dalam kesempitan!" Peringatan Elsye hanya dianggap angin lalu olehnya. Ezra sangat enggan mengingat peristiwa yang menjadi penyebab keduanya menikah.
Sesampainya di butik yang sering dikunjungi, Ezra malas turun dari atas motor. Lelaki itu menatap lurus ke arah bangunan yang menjadi tempat bekerja sahabat tuan Evander. Untuk kedua kali, ia menginjakkan kaki di sana karena sebuah pernikahan.
"Bang, cepetan jalan. Itu Mommy udah nungguin," ucap Elsye merasa tak enak hati pada calon ibu mertuanya yang melambaikan tangan ke arah mereka.
Tak tega melihat mommy-nya berdiri terlalu lama, Ezra pun mulai melangkah mendekatinya. Selama memilih-milih baju pernikahan, ia hanya diam mengamati. Beberapa kali gadis yang ditetapkan sebagai calon istrinya itu berganti gaun pengantin pilihan sang mommy, karena Elsye tidak berani memilih. Gadis itu menyadari jika harga gaun di butik ini sangatlah mahal. Semua biaya pernikahan ditanggung oleh keluarga Evander. Keluarga Elsye sudah berdiskusi untuk ikut menyumbangkan biaya meski tak besar, tetapi dengan lembut tuan Evander menolak. Pria paruh baya itu merasa sangat bersalah atas perbuatan putranya terhadap karyawatinya.
"Bang, bantu kasih masukan dong! Mommy sama Tante Elya kebingungan. Gue juga capek bolak-balik ganti gaun," bisik Elsye pada lelaki yang terduduk sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Itu deritamu," ketus Ezra seraya memalingkan wajah ke arah lain.
Elya berjalan mendekati gadis yang sebentar lagi akan berganti status menjadi seorang istri. "Yang ini cocok kok sama Elsye. Tidak terlalu terbuka dan berat juga gaunnya."
"Ezra, menurutmu bagaimana?" tanya Eleana melirik putra keduanya.
"Tidak tahu."
Bertanya pada orang yang tidak peduli dengan sekitar adalah hal yang sia-sia. Setelah berdiskusi singkat, akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil gaun terakhir. Elsye bernapas lega. Ternyata menjadi calon istri dari keluarga kaya sangat menyulitkan. Ia harus bergonta-ganti gaun sampai mendapatkan yang cocok dengan dirinya.
"Bang, bisa nggak sih, pernikahan ini digagalin? Rasanya gue emang nggak pantes jadi bagian keluarga Evander. Diibaratkan kalian itu berlian dan gue cuma remahan rengginang. Jujur aja ya, gue udah lupain kejadian itu, kok. Kalo lo mau, kita bisa kerja sama untuk akhiri pernikahan ini sebelum terlambat," cerocos Elsye yang tak menyadari jika lelaki di sampingnya sudah melarikan diri.
"BANG EZRA!!!" teriaknya berlari mengejar Ezra yang semakin mempercepat langkah.
Ditinggal seorang diri di tempat yang tak pernah ditapaki, membuat Elsye merasa tak nyaman. Menyusul kepergian Ezra bukanlah suatu keputusan yang buruk. Eleana berada di dalam ruangan Elya untuk membahas rencana pernikahan kedua Ezra yang sangat mendadak ini.
"Pulang," ucapnya yang menunggu Elsye di luar butik, lalu mereka melangkah bersama menuju parkiran.
"Bang," panggil Elsye membuat langkahnya terhenti. "Bisa nggak sih, kita nggak usah nikah? Gue belum siap."
Manik mata mereka saling bertemu. Ezra segera memalingkan wajah ke arah lain. Ia juga belum siap menikah, apalagi menjadi seorang suami. Namun, mereka didesak untuk segera menggelar pernikahan. Dua keluarga seolah menutup telinga saat mereka menjelaskan bahwa keduanya sama sekali tak memiliki rasa, kecuali kebencian. Hal-hal yang dikhawatirkan tak mungkin terjadi. Peristiwa saat itu murni sebuah ketidaksengajaan.
"Jika sejak awal bisa, aku pasti sudah melakukannya." Ezra kembali melanjutkan perjalanannya. Ia meninggalkan gadis yang masih mencerna perkataannya tadi.
"JADI, MAKSUDNYA KITA BAKAL BENERAN NIKAH, BANG?!" teriak Elsye tidak percaya.
Nexxtt??
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Bermata Elang [END]
Teen FictionPangeran bermata tajam bak elang itu mendapati kabar yang sangat memilukan hati. Kabar perjodohan tersebar membuat Edzard terpukul. Ia harus merelakan sahabat perempuannya menikah dengan sang adik. Ezra yang tidak mau menjalin hubungan dengan gadis...