PBE-17

329 53 4
                                    

Edzard mengerutkan kening melihat sosok gadis yang berdiri di depan gerbang kediaman Evander. Ia terkesiap saat mendengar suara bantingan pintu mobil. Eisha, anak perempuan itu berlari menghampiri gadis tersebut. Edzard dan dua adiknya terkejut bukan main saat gadis itu memutar tubuh menghadap nona muda Evander yang berdiri di belakangnya.

"Siapa dia, Bang?" tanya Emmanuel yang duduk di kursi bagian belakang.

"Zia, teman Kak Ezra," jawab Ezra melirik adik ketiganya sekilas.

Hanya mereka berempat yang kembali ke rumah. Tuan dan nyonya Evander masih berada di rumah sang paman, sedangkan si kembar akan bermalam di toko.

"Sejak kapan Kak Ezra punya teman perempuan?!" Raut terkejut tercetak jelas di wajah tuan muda kelima Evander. Ia mengalihkan pandangan ke arah gadis yang memakai dress bermotif bunga dengan rambut yang dikepang. Terlihat sangat cantik, tetapi ia segera menundukkan kepala. Tersadar akan dirinya yang khilaf tak menjaga pandangan.

Edzard mengamati pergerakan Ezra yang menghampiri gadis kurang ajar itu. Mereka tampak berbincang singkat, lalu Ezra membuka gerbang rumah dan memberikan aba-aba untuk segera memasuki area rumah. Setelah memarkirkan mobil, Edzard dan Emmanuel turun secara bersamaan.

"Ada urusan apa kau di sini?" tanya tuan muda pertama Evander seraya melayangkan tatapan sinis pada Zia yang mengedikkan bahu tak acuh.

"Kak Zia, ayo masuk! Mommy tadi buat pudding buah loh, Kak Zia harus coba!" ajak Eisha menarik tangan kakak dari teman sekelasnya itu.

Sebagai kakak tertua, Edzard mengalah untuk menjamu tamu mereka. Ia membuatkan minum dan membawa pudding yang disinggung oleh adik tersayang. Mereka berkumpul di ruang tamu. Tatapan Edzard tak luput memandang Eisha yang tampak akrab dengan gadis yang sempat membuatnya terpesona. Emmanuel yang menyadari jika sang Abang tak berkedip karena terlarut akan pemandangan indah di depan mereka, segera menyenggol lengan Ezra. Tuan muda kedua Evander itu segera mengikuti arah pandang adik ketiganya.

"Pandang terus saja, sampai Abang jatuh hati pada gadis sok feminim itu," celetuk Ezra membuat kakak sulung mereka tersadar.

Edzard meraup wajahnya kasar, lalu melenggang pergi meninggalkan semua orang. Emmanuel yang tak betah berada dengan orang asing pun bergegas menyusul. Pemuda bermanik biru itu berniat merecoki kakak sulung mereka yang kedapatan memandang Zia dalam durasi lama.

"Jangan mengikuti. Abang ingin buang air besar, Nuel," katanya, lalu menutup pintu kamar rapat-rapat.

Emmanuel mencebikkan bibir dan memutuskan kembali ke ruang tamu. Namun, langkahnya terhenti saat Eisha muncul dan berlari ke kamar kakak kedua mereka. Rasa penasaran menguasai dirinya. Ia terbelalak melihat banyak mie instan di laci kamar bernuansa abu itu.

"Ca, itu mie semua?" Eisha mengangguk, kemudian mengambil tiga buah mie cup sesuai instruksi tuan muda kedua Evander.

"Mas Nuel mau tidak? Supaya sekalian dimasakkan oleh Kak Zia," tawarnya seraya menatap lekat manik mata biru kakak kelimanya.

"Mas Nuel pilih sendiri, ya."

Setelah menemukan mie yang berhasil menarik perhatiannya, ia memberikannya pada Eisha. Lalu mereka berjalan beriringan menuju dapur. Emmanuel memalingkan wajah saat menangkap basah kakak keduanya tengah bercengkerama dengan gadis tersebut.

"Kak Zia, Eca lupa kasih tau Kak Zia kalau Kak Ezra sebentar lagi akan menikah!" pekik Eisha membuat kakak keduanya tersedak air liurnya sendiri.

Bukannya raut senang yang terpancar di wajah Zia. Gadis itu malah berkacak pinggang dan menampilkan raut wajah garangnya. "Sejak kapan lo main rahasia-rahasiaan kayak gini, hah?!"

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang