PBE-26

336 39 4
                                    

Keluarga Evander telah kembali ke rumah atas desakan Edzard yang enggan berlama-lama dirawat. Lelaki itu tak bisa meninggalkan pekerjaan kantornya begitu saja, meski Ezra dapat bisa menggantikannya sementara. Akan tetapi, ia tahu jika sang adik tak suka berkutat dengan lembaran-lembaran kertas. Ezra lebih suka menghabiskan waktu di luar ruangan.

"Mas Nuel, Abang mana?" tanya Eisha pada kakak kelimanya yang tengah mengerjakan tugas sekolah di ruang tengah.

Emmanuel menghentikan sejenak kegiatannya. Ia meletakkan pena dan memandang ke arah sang adik. "Di ruang kerja. Eca di sini saja, kita tunggu Kak Ezra pulang."

"Memangnya Kak Ezra pergi kemana? Perasaan Eca tidak melihat Kak Ezra keluar dari kamar sejak pulang dari rumah sakit," cerocosnya seraya mengingat-ingat.

"Kak Ezra barusan pergi. Abang menginginkan sate pakde Irul."

Eisha mendengkus kesal karena tuan muda kedua Evander tidak mengajaknya ke kios sate langganan keluarga mereka. "Sudah, jangan merajuk. Mas Nuel tadi minta pada Kak Ezra untuk membeli satu kodi sate khusus buat Eca."

Mata anak perempuan itu berbinar. Gelak tawa memenuhi ruangan yang sering menjadi tempat perkumpulan keluarga Evander. Eisha memeluk dan mencium seluruh bagian wajah kakaknya, kecuali bibir. Dari lantai atas, Edzard mengulum senyum. Ia yang tidak mau tertinggal momen berpelukan pun segera menuruni anak tangga dan menggendong tubuh Eisha.

"Sekarang giliran Abang!" serunya langsung mendapat kecupan hangat di kedua pipi dan kening.

"Abang, minta juga ke Mas Nuel. Jangan ke Eca saja," protes Eisha yang terkadang kesal karena menjadi target kecup kelima kakaknya.

Emmanuel melepas tawa. Ia tersenyum mengejek ke arah nona muda Evander. "Mas Nuel sudah besar, ya! Dulu sewaktu Mas Nuel kecil, Mas juga sering dicium. Jadi Eca tak boleh protes."

Suara bel berbunyi membuat Eisha bergegas lari keluar rumah. Edzard menyusul dengan langkah lebar. Khawatir dengan adik perempuannya akan terjatuh. Ketidaksabaran Eisha menghilang saat orang yang datang bukanlah kakak keduanya. Melainkan seorang gadis yang membawa sebuah paper bag di tangannya.

"Halo, Eisha, Edzard," sapa Elsara tersenyum manis. "apakah Ezra ada di rumah?"

Tatapan sinis menyergap gadis yang masih mempertahankan senyum di wajah cantiknya. Nona muda Evander melipat kedua tangan di depan dada. Mengangkat dagunya angkuh ke arah gadis yang mencoba menahan rasa kekesalan kary mendapat sambutan tak hangat darinya.

"Tidak ada. Kak Ezra sedang berjalan-jalan dengan istrinya!" jawab Eisha menekan kata terakhir terlontar dari mulutnya.

Edzard terdiam memandangi perubahan wajah sang sahabat. Ia bisa menebak jika Elsara murka. Gadis yang memiliki obsesi tinggi pada tuan muda kedua Evander itu.

Rasa ketidaksukaan Eisha bermula ketika kejadian malam itu. Ia tidak terima melihat kondisi sang abang yang babak belur hingga tak sadarkan diri sebab menyelamatkan gadis tersebut. Meski tak sepenuhnya salah Elsara, tetap saja menyalahkannya.

"KAK EZRA!!" teriak Eisha berjingkrak kegirangan. Ia berlari mendekati sang kakak yang memasang raut datar di wajahnya. "sate khusus untuk Eca mana?"

"Tidak ada. Pakde Irul tutup," sahut Ezra seraya turun dari atas motor.

Elsye menarik tangan sang adik ipar dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Ia tak mau terlibat dalam obrolan dengan gadis yang terobsesi pada suaminya. Ia tersenyum tipis, lalu menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa dirinya berpamitan. Edzard yang melihat gerak-gerik sahabatnya yang terus mencuri pandang segera angkat kaki. Ia cukup peka jika Elsara menginginkan waktu berdua dengan adiknya.

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang