PBE-15

389 48 3
                                    

Selama berhari-hari, suasana kantor cabang keluarga Evander tampak suram akibat ulah seorang gadis yang selalu berusaha menempeli Ezra yang bekerja. Gadis itu juga selalu membuat jarak antara para karyawati yang hendak berbicara dengan lelaki tambatan hatinya. Membuat Elsye merasa sangat muak. Ia merasa jika Elsara sangat kurang kerjaan dengan membuntuti kemana pun Ezra pergi.

"Mbak bisa minggir? Saya ada urusan sama dia," ucap Elsye menunjuk rekan kerjanya yang tampak pasrah akan segala tingkah laku Elsara yang mendominasi itu.

"Kau bisa berbicara dengan jarak ini," sahutnya seraya melipat kedua tangan di depan dada.

Elsye menghela napas panjang. Tangannya yang memegang gagang lap pel semakin mengerat. Kesabarannya telah habis. Ia melempar lap pel tersebut. Membuat orang yang berada di sekitar mereka terperanjat kaget.

"Mbak ini siapa, sih? Dari kemarin-kemarin Mbak terus nempelin Ezra! Saya tau Mbak punya rasa sama dia. Tapi tolonglah, Mbak, jadi cewek sedikit punya harga diri tinggi. Mbak cantik, kaya, dan punya segalanya. Tinggalin dia yang nggak bisa balas perasaan Mbak. Masih banyak kok lelaki di luaran sana yang cinta sama Mbak," cerocosnya mengundang kemurkaan seorang Elsara.

Ezra yang diam-diam menyaksikan perdebatan mereka pun tersenyum miring. Lelaki itu tak menyangka, jika seorang office girl berani angkat bicara terhadap kelakuan Elsara yang sangat menganggu kenyamanan semua orang.

"Tahu apa kau tentang kehidupanku? Kau itu hanya seorang office girl! Ingat, statusmu berada di bawahku!" desis Elsara mengangkat dagunya angkuh.

"Ya ampun, Mbak. Status kita di mata Allah itu sama. Terus, semua yang kita miliki itu cuma titipan. Jadi, apa yang bisa kita sombong, 'kan?" cerca Elsye tersenyum sinis.

"Kau—" Elsara sudah berada di puncak amarah. Gadis itu menunjuk Elsye yang terlihat sangat tenang. Ketenangan yang membuatnya semakin menggila.

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Elsye yang lengah. Elsye memegangi pipinya yang berdenyut nyeri. Tatapan tajam menyergap Elsara yang mengepalkan kedua tangannya erat.

"Mbak yang mulai duluan. Jangan salahin saya kalo balik dari sini, muka Mbak babak belur," ujar Elsye meregangkan otot-otot tubuh dan berancang membalas gadis yang tidak tahu malu itu.

Pukulan, jambakan, dan tendangan dilakukan oleh keduanya. Ezra tampak sangat terhibur oleh perkelahian mereka. Sementara para karyawan yang tidak sengaja melihat segera melapor pada tuan Evander.

Penampilan dua gadis tersebut sudah sangat berantakan. Namun, tak ada salah satu dari mereka yang mau menyerah. Hingga seruan dari pria paruh baya yang sangat disegani itu berhasil menghentikan keduanya.

"Apa kalian tidak malu membuat keributan di kantorku?!" teriak Erland menatap tajam dua gadis yang menundukkan kepala. "Dan kau Ezra! Bukannya memisahkan, kau malah menonton! Kapan kau akan bersikap dewasa, hah?!"

Helaan napas terdengar. Ezra mengorek telinganya yang terasa sedikit sakit akibat teriakan sang daddy. "Sudahlah Dad, apa kau juga tidak malu, memarahi anakmu di depan semua karyawan?"

Pada akhirnya, ketiga orang itu digiring ke ruangan Erland. Tuan Evander meminta klarifikasi dari pelaku pembuat keributan di kantor ini. Ketiganya diminta untuk menjelaskan dari sudut pandang masing-masing.

"Mulai sekarang, nak Elsara tidak bisa bolak-balik ke kantor keluarga Evander tanpa sebuah keperluan. Paman harap, kejadian seperti ini tak akan terjadi lagi di masa depan," tutur Erland dengan lembut.

Elsara mengangguk kaku. Ia segera berpamitan. Kali ini, dirinya mengalah. Namun, tidak dengan lain waktu.

"Pak Erland, saya nggak dipecat, 'kan?" tanya Elsye takut-takut.

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang