PBE-03

575 74 8
                                    

"Maaf, aku tidak bisa ikut makan malam di sini. Aku memiliki urusan mendadak," pamitnya seraya menunjukkan sebuah pesan dari asistennya pada sang daddy. 

Tuan Zygmunt mengangguk pelan. Ia membiarkan tuan muda pertama keluarga Evander berpamitan pada mereka semua. Karena dirinya tahu, bahwa Edzard adalah orang yang sibuk seperti daddy-nya saat muda dulu. Berbeda dengan Ezra yang memiliki banyak waktu luang.

"Abang!" teriak Ezra bangkit dari duduknya dan berniat menyusul, tetapi dihentikan oleh sang Mommy yang menginterupsinya untuk duduk kembali. "Mom, please!"

Eleana menggelengkan kepala. Wanita itu melarang putra keduanya untuk ikut pergi. Tak lama, acara makan malam pun dimulai. Elsara selalu mencuri-curi pandang pada pria yang memakan makannya dengan perasaan kesal.

"Berhentilah menatapku terus-menerus, jika kau masih menyayangi kedua matamu!" cetus Ezra membuat gadis tersebut salah tingkah.

"Zina mata juga itu, Kak," timpal Emmanuel tersenyum kikuk.

Tatapan curiga mengarah pada Eidlan yang merangkul bahu adik keduanya. Senyuman jahil tersungging di bibir pemuda berusia dua puluh tahun itu. Ezra memicingkan mata saat pemuda tersebut membisikkan sesuatu pada Emmanuel.

"Percuma kau mengatakan zina mata, dia tidak akan mengerti, Nuel!" Tawa Eidlan pecah. Ia memukul lengan kembarannya yang ikut tertawa juga. "Bule-bule tampan sudah menjadi asupan matanya setiap hari, lihat saja penampilan seksinya!" Eidlan menolehkan kepala adiknya yang saleh agar memandang calon menantu keluarga Evander.

Mereka mengeraskan tawa saat Emmanuel menundukkan kepala seraya beristigfar. Keduanya sangat suka menggoda Emmanuel yang berusaha menjaga pandangan. Terkadang mereka juga sengaja membuat pemuda itu menyentuh perempuan yang bukan mahramnya. Mengakibatkan kemurkaan Eleana yang tidak segan memberi hukuman.

"Nuel, temani Kak Ezra ke toilet." Ezra beranjak meninggalkan ruang makan.  Lelaki itu merasa risih pada sepasang mata yang menatapnya penuh puja. Emmanuel yang mendapat kesempatan bebas dari jeratan kakak kembarnya langsung berdiri. Ia hendak menyusul, tetapi seseorang menghentikannya.

"Biar aku saja." Elsara berlari mengejar lelaki yang dijodohkan dengannya. Gadis itu tersenyum-senyum, memandang punggung tegap Ezra. Lelaki yang menghentikan langkah saat tahu bahwa yang mengantarnya bukanlah sang adik, melainkan gadis yang tergila-gila padanya. "Ezra, aku memiliki mie cup. Apa kau mau?"

Tawaran yang diberikan Elsara membuat Ezra memutar tubuhnya. Senyuman miring terbit di wajah tanpa ekspresi itu. "Selama kau yang menawarkan, aku tidak akan menerimanya."

Di dalam toilet, Ezra kembali memikirkan tawaran makanan favoritnya. Hampir satu bulan ini, ia tidak mengonsumsi makanan instan tersebut. Selepas menyelesaikan hajatnya, ia pun keluar. Keberadaan Elsara yang terduduk di kursi dapur membuatnya bimbang. Dua buah cup mie instan  di atas meja berhasil menggoyahkan pertahanan Ezra yang semula menolak tawarannya.

"Apa kau yakin tidak mau? Ini mie terbaru loh, pedas lagi. Aku tahu, kau sangat menyukai pedas, bukan?" Elsara membolak-balik mie  cup di tangannya. Gadis itu terkekeh saat Ezra merebut mie cup tersebut.

Satu lembar uang berwarna merah disodorkan oleh Ezra yang memutuskan untuk membeli dua buah mie cup yang tampak sangat menggugah selera. Elsara yang tak mau menyulut emosinya pun menerima uang tersebut.

"Kembaliannya kau ambil saja. Ingat, jangan beritahu siapa pun. Aku minta kresek hitam," ujar Ezra menatapnya tajam.

Elsara mengangguk mengerti. Ia beranjak mencarikan kresek hitam yang diminta olehnya. Setelah menemukan, ia pun memberikannya pada Ezra yang langsung melenggang pergi melalui pintu belakang rumah ini.

Pangeran Bermata Elang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang