-35.000 kaki, merindu-

30.2K 2.8K 40
                                    

-Sebuah tarian yang tak kunjung selesai- Nadin amizah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Sebuah tarian yang tak kunjung selesai- Nadin amizah.

.

"Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Also, make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhead bins. Thank you."

(Ibu-ibu dan Bapak-bapak, sembari kita mulai mendarat, mohon pastikan punggung kursi dan meja Anda berada dalam posisi tegak. Pastikan juga sabuk pengaman Anda terkait dengan baik dan seluruh barang bawaan tersimpan di bawah kursi di depan Anda, atau di penyimpanan atas. Terima kasih.)

Tak
Tak
Tak

Sepatu Loafer yang menghentak lantai dingin bandara saling bersahutan dengan sepatu formal lainnya, mereka terdengar kompak, dari turun nya pesawat hingga berpamitan pada tujuan masing-masing, pekerjaan yang singkat di negara orang telah selesai pada bulan ini, Jarrel bergegas pulang bersama tangan kanan yang setia menggeret koper kecilnya masuk ke dalam mobil.

Demikianlah perjuangan yang ia sebut dalam ungkapan yang dapat dihitung menit nya dalam sambungan telepon pasca lalu. Seharusnya Garuda masih mampu berkeliling dunia, namun sang pilot bilang pulang terlebih dahulu saja, ada seseorang yang menunggu dirumah dan ada ibu negara yang suatu saat nanti siap ia bawa bersama kuda besi gagahnya.

Kelaya.

Jarrel bilang dia rindu, tanpa tau malu mengadu pada ketinggian 35.000 kaki di atas permukaan laut.

Layaknya mahasiswa Ambis- ini harus kalian percaya- pemuda hampir berkepala tiga itu menulis semua kata yang ia bisa susun serapih mungkin untuk wanitanya nanti, selama perjalanan, wajah berseri itu tidak sedang di tutup-tutupi, begitu terang-terangan, mengatakan bahwa ia sedang bahagia.

"Mereka masih dirumah sakit pak?" Sang supir menghela nafas, sekiranya ia butuh beberapa waktu sampai sang majikan tidak lagi tersenyum menyeramkan tanpa berucap sepatah-kata pun.

"Masih pak,"

"Kalo gitu antar saya ke rumah sakit aja, Kelaya juga disana?" Tanya Jarrel, meletakan punggung pada senderan kursi.

"Sepertinya iya pak, beliau beberapa hari ini memang sulit diajak pulang ke rumah, maunya sama tuan El terus," terang sang supir.

Kini giliran Jarrel menghela nafas. Dia sudah tau informasi ini dari Lhasa juga Ren, mereka diam-diam bersimpati walau Jarrel sosok si kurang ajar itu, namanya juga manusia, mereka sadar tidak ada yang sempurna.

Tiba-nya di lobi rumah sakit, Jarrel langsung bergegas menuju ruangan El yang sudah ia hafal di luar kepala, walau hampir satu bulan tidak mengunjungi letak putranya dirawat tapi bukan berarti Jarrel melupakannya dengan mudah. Sedangkan sang supir sudah ia suruh pulang.

Mommy KelayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang