Seorang wanita tengah memandang wajah polos suaminya yang terlelap di tempat tidur. Ia memandangnya dengan tatapan penuh cinta, namun air matanya mengalir deras. Betapa ia mencintai suaminya dengan sepenuh hati, tetapi menyadari bahwa cinta sang suami hanya untuk kekasihnya seorang.
Ia tertegun sejenak, saat tiba-tiba tangannya di genggam tangan suaminya. Dengan perlahan, ia menyentuh wajah sang suami dengan penuh kehati-hatian. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya dan mencium kening suaminya. Ia lalu bisikkan sebuah kata yang sungguh menyesakkan hatinya.
"Mari berpisah, Noah"
Tidak, kumohon, jangan katakan itu.
"Noah?"
Jangan katakan ingin berpisah. Aku akan melakukan yang terbaik, aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan, aku—
"Noah?"
Tolong, jangan tinggalkan aku.
"Noah?!" teriak Leyvi khawatir.
Noah membuka matanya cepat, nafasnya memburu akibat mimpi buruk yang baru saja di alaminya.
"Kau baik-baik saja?"
Raut wajah Leyvi terlihat sangat khawatir. Wanita itu duduk sila di tempat tidur, dan meraih tangan Noah.
Sial, hanya mimpi, batin Noah.
Noah berbalik, menatap sang istri yang juga tengah menatapnya namun dengan tatapan khawatir. Pria itu kemudian mengangguk pelan menandakan jika ia baik-baik saja.
"Mimpi buruk? Sangat buruk?"
Noah tetap diam dan masih menatap Leyvi, pria itu menggeleng pelan kemudian meminta Leyvi lebih mendekat. Leyvi mengerutkan keningnya, namun tetap mendekat ke suaminya. "Sangat buruk," balas Noah setengah berbisik.
Leyvi mengusap pelan punggung suaminya, berharap pria itu akan merasa lebih baik.
"Kau sangat aneh akhir-akhir ini," ujar Leyvi.
"Aneh?" tanyanya dengan suara terdengar serak.
"Ya,kau seperti bukan Noah yang kukenal. Akhir-akhir ini kau selalu memperlihatkan sisi manis mu kepadaku. Seperti sekarang, sebuah pelukan. Jika kau masih Noah yang dulu, kau sudah pasti akan keluar mencari udara segar alih-alih ingin pelukan. Kau sangat aneh sampai aku ingin menggigit mu, tapi tidak akan aku gigit, tenang saja."
Noah mendengus geli, ketakutannya tadi, menghilang seketika. "Satu menit," ujarnya.
"Hanya satu menit? Kau boleh memelukku sampai besok," katanya bercanda.
Noah melepaskan pelukannya, tangannya ia alihkan mengelus perut istrinya, lalu bertanya "Bagaimana kabarnya?"
"Dia ingin bermain catur," Noah tertawa mendengar balasan Leyvi yang asal-asalan.
Noah tertawa?
"Kau baru saja tertawa? Karena ku?"
Padahal Leyvi merasa cemburu saat ia melihat potret Noah yang tertawa lepas dengan Maria. Tapi, melihat pria ini tertawa saat ini, karena dirinya, membuatnya melupakan semua rasa cemburu itu.
Leyvi tertegun karena Noah masih dan terus tertawa, sejenak ia merasa tenang mendengar suara tawa pria itu. Menikmati suara tawa berat tiap detiknya.
Dan, untuk kesekian kalinya, Leyvi, kembali berpikir,
"Apa aku berhasil membawa kebahagian ke pernikahan ini"
***
Sikap Noah akhir-akhir lebih baik dari biasanya. Ya, sangat baik. Tapi, sepertinya Leyvi mulai mengerti dengan perubahan tiba-tiba suaminya,
Aku melakukan kesalahan kepadanya.
"Apa karena ia merasa bersalah kepadaku? Karena aku hamil?"
Aku perlu menanyakan ini kepadanya, namun, sepertinya itu bukan ide yang baik jika melihat keadaan yang sedikit membaik sekarang. Aku takut jika menanyakan itu, Noah akan marah dan kembali membenciku.
Aku terus memikir ini, apakah perubahan Noah karena merasa jika saat itu adalah kesalahan yang perlu ia pertanggung jawabkan, atau karena, keberhasilanku membawa kebahagian?
Ah, aku tidak tahu,
Aku bingung tuhan,
"Kau akan pergi?"
"Ya,"
Baru saja, Noah mendapatkan panggilan jika ia harus pergi keluar kota untuk urusan bisnisnya, terlihat dari ia terburu-buru, sepertinya itu adalah urusan yang sangat penting dan mendadak.
"Kapan kau akan kembali?" tanya Leyvi. Wanita ini tahu, suaminya tidak mungkin berada di sana hanya beberapa jam atau sehari, pasti lebih dari itu,
"Satu minggu, itu adalah waktu tercepat," jawab Noah. Disisi lain, pria ini tidak tega meninggalkan Leyvi, namun, ia tidak punya pilihan selain meninggalkan istrinya sementara.
Leyvi menghela nafas, menahan air matanya mengalir keluar. Namun, sepertinya ia gagal menahannya, "Oh astaga, ada apa denganku," Leyvi dengan cepat menghapus air matanya, namun, dengan tidak tahu malunya, air mata itu mengalir semakin deras.
Noah berhenti mengemas barangnya, lalu berjalan mendekat ke istrinya yang masih sibuk menghapus air matanya, "Sepertinya ini karena kehamilanku, kau tahu kan? wanita hamil sangat sensitif, aku—"
Leyvi berhenti melanjutkan kalimatnya begitu Noah tiba-tiba memeluknya, air mata yang ia coba hentikan tadi kini ia biarkan keluar dengan bebas. "Selama itu? Apa kau tidak bisa menyelesaikannya dalam sejam?"
"..."
"Bagaimana jika aku sulit tidur karena mual?"
"..."
"Bely bisa membantuku,"
"..."
"Tapi, Bely tidak akan bisa menggendongku,"
Suara tangisannya semakin meninggi, entah berapa lama mereka berdiri dan berpelukan disana, yang jelas, Noah sudah lupa jika ia harus bergegas dengan cepat. Namun, ia tidak akan bisa berjalan keluar rumah selama Leyvi belum selesai dengan tangisannya.
Mungkin karena sadar dengan apa yang ia lakukan, dengan cepat ia menyingkir dari pelukan Noah, mengambil barang yang sudah pria itu kemas tadi, lalu mendorong pria itu hingga keluar melewati pintu masuk.
"Pergilah, kau akan terlambat, saat pulang nanti, jangan lupakan hadiah untukku."
Usai mengucapkan kalimatnya, ia menutup pintu dan menguncinya. Leyvi kembali melanjutkan tangisannya, semakin keras dan keras.
"Kenapa mereka seperti itu?" ucap Bely yang baru saja menyaksikan tayangan langsung drama percintaan majikannya.
"Dramatis sekali."
***
"Ah, jadi pria manisku akan pergi dan meninggalkan istrinya selama beberapa hari?"
"Ya. Aku mendengarnya seperti itu,"
"Baiklah. Terus awasi jalang itu,"
"Tentu sayang."
Melia menutup panggilan telepon tadi. Tadinya, ia ingin bertindak lebih cepat karena amarahnya, tapi sepertinya, ia ingin bermain sebentar.
"Jalang, aku tidak sabar ingin menyingkirkan mu, tapi, tidak ada salahnya jika kita bermain-main sebentar saja."
***
'23.02.16
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's Get Divorced, Noah
Romansa"Mari berpisah," "Mari berpisah, Noah." © 2022, Emmicavu