(7) STIGMA

1.9K 239 3
                                    

"Wahh, kebijakan baru itu memang menyebalkan ya." Ucap Pak Korn. Membaca sebuah map berwarna merah yang Vegas berikan. "Tapi ya sebagai warga negara yang baik, kita harus mengikuti aturannya, 'kan?"

Vegas mengangguk. "Betul, Pak."

"Ah, Pete!!" Teriak Pak Korn. Mendengar nama itu membuat Vegas menoleh, mencari keberadaan laki-laki bernama Pete yang menjadi beban pikirannya sejak pertama datang.

Pete berlari dan membungkuk pada Pak Korn, seperti biasa.

"Tolong ambilkan buku besar di atas meja ruang kerja saya, kalau tidak tahu tanya ibu saja, bukunya berwarna biru." Ucap Pak Korn yang langsung diangguki oleh Pete. Laki-laki itu berlari, bahkan tidak melihat Vegas yang berusaha agar dilirik.

Vegas mendengus menatap punggung Pete yang semakin menghilang dari pandangan.

"Itu Pete," ucap Pak Korn membuat Vegas duduk menghadap Pak Korn lagi. "Dia anak Pak Ken, yang sedang merantau di Ibu kota."

"Ibunya?"

"Sudah meninggal lama, mungkin saat Pete berumur sepuluh tahunan."

"Jadi dia tinggal sendiri?"

Pak Korn mengangguk. "Ya. Dulu sama neneknya, tapi sudah meninggal karena serangan jantung. Jadi, sekarang tinggal sendirian,"

Vegas merespon dengan mengangguk-angguk. Dia sudah mendengar sebagian cerita dari Pol.

"Anaknya memang pendiam begitu, Pak?"

Pak Korn terkekeh. "Ya begitu, seperti apa ya, rendah diri begitu sama orang. Saya kasihan, makanya saya suruh bantu-bantu di sini, merawat kebun dan memberi pakan beberapa hewan ternak saya."

"Pete seperti masih muda, tidak sekolah Pak?"

"Dari dulu yang menyekolahkan ya neneknya, jadi saat neneknya meninggal ya dia berhenti, hanya sampai SMA kelas satu. Uang kiriman bapaknya mana cukup untuk melanjutkan pendidikan." Jelas Pak Korn.

Vegas bangkit saat melihat Pete berlari ke arah gazebo sembari membawa buku berwarna biru. Tangan Vegas terulur meminta buku itu. Mata mereka bertemu, Pete seperti memberikan tatapan tajam padanya.

"Terima kasih, Pete."

Pete mengangguk dan membungkuk ada Pak Korn sebelum berlalu pergi. Vegas menatap bingung, padahal sudah beberapa kali ia melihat Pete menunjukkan wajahnya serta matanya yang indah itu, tapi ada kalanya Pete menyembunyikannya, kenapa? Cerita Big seperti benar, bahwa Pete tidak pernah menunjukkan wajahnya kepada siapapun.

"Bukannya tidak sopan." Pak Korn mengalihkan pikiran Vegas dari Pete yang sudah menghilang dari pandangan. Vegas berjalan naik ke atas gazebo lagi dan menaruh buku biru ke hadapan Pak Korn. "Anaknya memang seperti itu, selalu menunduk dan enggan diajak bicara."

Vegas tersenyum. "Kenapa dia tidak ikut bapaknya saja, Pak. Dari pada di sini sendiri kan?"

Pak Korn tertawa. "Mau apa? Bapaknya juga kerja serabutan. Mending di sini, banyak warga yang peduli padanya. Nanti kalau ikut ke kota, anak seperti dia malah mudah dibodohi orang saja."

Vegas mengangguk. "Iya juga sih,"

"Ini data warga di sini." Pak Korn menyerahkan buku biru itu padanya. "Hanya ada dua puluh lima kartu keluarga,"

"Sedikit juga ya."

Kalimat Vegas membuat Pak Korn tertawa. "Kalau mau ramai ya di desa sebelah, bahkan ada sekolah dari TK sampai SMA. Makanya anak desa sini ya sekolahnya di sana, cuma saya herannya gitu, kok malah kepolisian ditaruh di desa ini."

"Iya juga ya.." Vegas menatap bukunya. "Kalau mau ke desa itu, lewatnya mana, Pak?"

"Dari perempatan depan, kamu lurus saja, 'kan kalau ke desa sini belok kiri." Jelas Pak Korn. "Jadi ya dari desa ini belok kiri berarti. Sebetulnya lewat hutan lebih dekat, tapi kalau untuk pendatang, jangan, soalnya takut kesasar. Kalau mau sama warga desa bisa, malah lebih enak."

"Oh, iya Pak. Terima kasih." Vegas menyalami Pak Korn sebelum berdiri dan turun dari gazebo. "Saya bawa dulu,"

"Iya silahkan."

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang