(26) STIGMA

1.5K 217 26
                                    

Ini adalah hal tergila yang pernah Vegas lakukan. Dia benar-benar sudah gila.

Vegas menatap jam di tangannya, pukul tiga pagi. Vegas tidak pernah segila ini hanya karena seorang laki-laki yang baru dia kenal sebentar. Pete membuatnya gila.

Vegas menatap Pete yang tidur bersandar di dadanya, meskipun ini di hutan, Pete tetap tertidur nyaman dalam pelukannya.

"Pete,," panggil Vegas.

Vegas mencoba membangunkan Pete yang tidur dalam pangkuannya. Mereka terlalu lama berada di luar, tidak ada yang mereka lakukan. Hanya diam memandangi gelap malam dengan tangan yang saling bertautan. Vegas memang sengaja tidak banyak bicara, pikirannya sedang berantakan. Sedangkan Pete, memang tidak pernah banyak bicara.

Pete bangun, mengerjap matanya dan tiba-tiba memeluk Vegas. Bersandar pada bahunya menatap belakangnya, Vegas mengelus punggung Pete lembut. "Masih mengantuk?"

Pete menggeleng.

"Aku bisa menggendongmu sampai rumah, jadi tidurlah lagi."

Pete menggeleng lagi. Tiba-tiba turun dari pangkuannya. "Pegal?"

Vegas menggeleng dan berdiri, mengelus puncak kepala Pete lalu menghembus lilin yang sudah meleleh tersisa sedikit. Keduanya pergi meninggalkan tempat, setelah Vegas meraih tangan Pete dan dia genggam, tangan lainnya meraih lentera.

Mereka kembali saling diam, hanya ada suara langkah kaki mereka yang menyeret daun kering dan terkadang sempat menginjak ranting pohon. Vegas meminta Pete lebih dulu berjalan saat hendak melewati jembatan kecil.

Lalu mereka kembali bergandengan untuk menembus alang-alang hingga sampai di belakang rumah Vegas. Sesekali Vegas menatap Pete yang berjalan di belakangnya, terlalu sempit jika mereka berjalan beriringan.

Langkah keduanya berhenti. Pete menggenggam kuat tangan Vegas.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Pete? Ini jam tiga pagi!" Lentera lebih terang muncul di hadapan mereka, menampilkan sosok wibawa yang Vegas kenali sebagai seorang kepala desa.

"Sa-saya-saya, dia tidak tahu, dia tidak boleh!!" Pete teriak, dia memeluk Vegas erat. "Jangan!! Jangan hilang!! Tidak boleh!! Mohon!"

"Pete, tenang." Vegas mencoba berbalik dan merangkulnya, ia menatap Pak Korn yang berdiri dengan mata memerah. "Kami hanya berjalan-jalan Pak, lagi pula Pete punya hak untuk memilih. Kenapa Bapak seakan melarang Pete melakukan hal sesukanya."

"Nak Vegas, jangan melebihi batasanmu. Kamu hanya aparat negara yang diperintahkan untuk mengamankan desa kami. Kamu akan pergi meninggalkan Pete di sini, jadi jangan membuat Pete berharap padamu." Pak Korn melangkah maju, mendekati mereka dan dia tarik tangan Pete hingga  dia meringis kesakitan. "Pulang, Pete!"

"Tidak mau!! Tidak!! Tidak!!"

"Pak, bukankah anda juga bersikap berlebihan? Jangan bersikap seakan bapak adalah ayah Pete," Vegas maju, menarik tangan Pete agar lepas dari cengkraman Pak Korn.

"Saya memang Ayahnya, Pete sudah seperti anak bagi saya." Pak Korn hendak melangkah maju, tapi Vegas menahan lebih dulu.

"Biarkan Pete memilih,"

"Jika memilih, dia akan memilih hal yang salah!" Pak Korn menarik tangan Pete untuk menjauh darinya.

Dan Vegas menahan tangan itu. "Biarkan Pete ikut dengan saya!"

"Lalu?" Pak Korn menatapnya tajam, "kamu mau apa setelah Pete ikut?"

"Saya, akan membahagiakannya, melepaskan Pete dari Bapak yang mengekangnya!" Teriak Vegas. Tidak akan ada yang mendengar karena mereka masih di pinggiran hutan. Dan juga ini di pagi buta. "Apakah Bapak tidak sadar, Bapak ini seorang monster!"

"Monster? Lalu bagaimana dengan kamu Nak Vegas. Kamu sama seperti saya." Pak Korn tersenyum tipis, senyuman itu membuat Vegas melepaskan tangan Pete yang ia genggam kuat. Pete menangis, mencoba memberontak mendekatinya, tapi tubuh Pak Korn lebih besar dan kuat dari tubuh Pete yang kecil. Dan Vegas tidak membantu, Vegas hanya diam mematung melihat wajah ketakutan Pete dan tangisannya yang pecah.

Pak Korn menarik Pete segera menjauh, hanya terasa melambat ketika Pete mencoba berlari.

"P-pak polisi!!!" Teriak Pete, Vegas hanya diam.

Pete menangis dan menggeleng kuat. "Pak!! Tidak, tidak!! VEGASSSSS!!! VEGAS!!!"

Vegas meraba lehernya, rasanya ada sesuatu melingkar di sana, napas Vegas tercekat. Dia terus menatap Pete yang menjerit, bahkan menyebut namanya yang sejak pertama belum pernah ia dengar. Sayangnya, namanya terpanggil bukan dengan suara atau nada lembut, melainkan dengan jeritan keras diiringi tangisan.

Matanya kabur, pandangan Vegas memburam. Suara Pete dan wajah manis itu tidak lagi berada dijangkauannya. Vegas kehilangan kesadarannya.

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang