(12) STIGMA

1.7K 234 6
                                    

Sekitar tiga hari, Vegas menghabiskan waktu di kota dan kembali ke desa Ban Mai setelah menyelesaikan tugas di kantor pusat, mengenai pergantian kartu tanda penduduk. Daripada harus berulang-aling pergi dan pulang untuk mengambil hasilnya, lebih baik ia tidak kembali saja. Dia butuh refreshing diri. Lelah dengan kehidupan membosankan di desa itu, Vegas butuh sesuatu yang menyenangkan hatinya.

Vegas tidak langsung kembali ke rumah, dia sempatkan mampir terlebih dahulu untuk menyerahkan kartu tanda penduduk yang baru. Saat Vegas masuk ke dalam kantor, dia tidak melihat satu pun anggota yang berjaga di kantor. Vegas berjalan keluar, tidak lama dia berdiri di pelataran lantor, dia melihat Big yang mengendarai motor milik Pol dengan kecepatan tinggi berhenti tepat di depannya.

"Pak, ayo,"

"Ke mana?"

"Ada yang meninggal di desa sebelah, tapi ini aneh. Bapak harus lihat sebelum kepala desanya menutupi seperti sebelumnya." Jelas Big cepat membuat Vegas buru-buru naik ke atas motor di belakang Big.

Big melaju begitu cepat, sampai di desa Ban Rai. Sebuah rumah cukup besar dan berpagar besi. Sudah banyak orang berkerumun dan garis Polisi sudah Pol dirikan, laki-laki itu memberikan hormat padanya, Vegas hanya mengangguk. Mobil jenazah sudah terparkir rapi, tapi, belum terlihat akan mengangkat mayatnya.

Vegas masuk ke dalam rumah, dia tersentak kaget. Ada mayat wanita yang tergeletak di lantai, tubuhnya bersimbah darah segar, tulang kaki kiri dan tangan kanan terlihat menonjol keluar, pada bagian perutnya terkoyak dan memperlihatkan organ dalam yang berhambur keluar. Vegas berjalan dan duduk di kursi rotan, menatap wanita itu yang tampak melotot ke arahnya, tangannya seperti terulur tapi bengkok, mulutnya menganga lebar.

"Siapa saja yang tinggal di sini?"

"Hanya sendiri."

"Sudah tanya warga, apa beliau memiliki musuh dan semacamnya?"

Big menggeleng. "Tidak ada Pak, tapi kami menemukan ini."

Big menyodorkan setumpuk kertas ke hadapan Vegas. "Tadi saya sempat membaca, itu adalah beberapa surat penyelewengan yang beliau lakukan saat menjabat menjadi guru dan kepala sekolah."

Pol bergaya seakan berbisik padanya. "Bapak ingat kan? Ini ibu Nindi, yang turut merundung Pete."

"Hus, jangan membuat fitnah." Big memukul punggung Pol. "Kalimatmu bisa di anggap betulan, Pol."

Vegas menatap wanita yang tergeletak itu. Benar-benar mengerikan, bahkan ia melihat Pol yang terus mengelus lengannya.

~~~

"Pak," Big masuk ke dalam ruangan Vegas sambil menaruh sebuah kertas di atas papan genggam. "Itu ... beberapa daftar yang pernah di peras oleh Bu Nindi. Beliau adalah seorang guru relawan yang kebetulan menetap dan malah menggerogoti orang tua dari para murid."

"Busuk."

"Kasusnya di anggap balas dendam, Pak, tidak ada bukti siapa yang membunuhnya." Ucap Big lagi. "Hanya ada saksi mata yang mengatakan Bu Nindi sempat beradu mulut dengan laki-laki muda tapi itu saat sekitar pukul delapan malam."

"Itu pasti Pete," Vegas dan Big menoleh pada suara di ambang pintu.

Big berdecak dan mengentakkan kakinya membuat Pol pergi dari hadapan mereka. "Tapi tidak ada yang tahu siapa laki-laki itu saat saya tanya satu per satu rumah. Kalau Bapak mencurigai Pete seperti Pol, saya rasa tidak, soalnya Pete ada tadi malam di sini menemani saya. Dia suka bermain game di komputer."

"Sampai jam berapa?"

"Sekitar pukul dua belas malam."

"Bisa saja dia." Alis Big hampir menyatu karena kaget pada ucapan seorang berpangkat tinggi. "Kematian Bu Nindi di duga sekitar pukul empat pagi di lihat dari darah segarnya."

"Tapi, Pak—" mulut Big terkatup lagi.

"Ahh sudahlah, hanya menduga. Toh sudah ada perintah dari atas untuk menutup kasusnya." Ucap Vegas membuat Big mengangguk dan berpamit.

"Big ...." panggil Vegas membuat pria tinggi itu menghentikan langkahnya.

Big berbalik. "Ya, Pak?"

"Kabari aku kalau Pete datang ke sini untuk main game di komputer." Big tidak menjawab, hanya tatapan penuh selidik. "Aku juga mau bermain dengan Pete! Pergi!!"

Pintu tertutup saat perintah dengan teriakan itu berakhir.

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang