(24) STIGMA

1.6K 237 31
                                    

Kabar mengenai ditutupnya kasus kematian Kimhan adalah berita yang paling dibicarakan sejak seminggu lalu. Ada sebagian orang yang merasa kecewa, ada pula yang merasa itu adalah tindakan bagus.

Vegas berbaring di atas sofa ruang tamunya dengan memeluk Pete yang sudah tertidur sejak lima belas menit lalu. Seperti biasa, Pete datang lewat pintu belakang dan langsung menghampirinya yang sedang bersantai di depan televisi. Kebiasan itu membuat Vegas tidak pernah mengunci pintu belakangnya, pernah satu kali saat Vegas pulang dari kantor, dia mendapati Pete sudah tidur di kamarnya dengan nyenyak.

Tadi Pete datang sambil menangis dan bercerita dengan kalimat berantakannya. Kalau Pak Korn sempat meminta Pete untuk menjauhinya dan mengancam akan menghilangkan Vegas jika Pete berani mendekati lagi. Pete bercerita tanpa mendengarkan Vegas yang memohon Pete untuk tenang, membuat Vegas terpaksa menarik dan mengecup bibir mungil itu untuk bungkam, barulah Pete diam dan hanya menangis memeluk Vegas.

Vegas menatap Pete, wajahnya sudah tenang.

Tanpa membuat Pete terganggu, Vegas bangkit dari tidurannya dan berjalan menuju dapur. Tenggorokannya kering, Vegas kehausan.

Tidak lama, sekitar lima belas menit Vegas meninggalkan ruang tamu, dia sempat memasak air untuk menyeduh kopi dan susu cokelat kesukaan Pete. Dia tahu setelah beberapa kali Vegas menawari Pete banyak macam minuman, hingga Pete mau saat Vegas menawari susu cokelat. Vegas menatap ke belakang, dia mendengar dari arah ruang tamu suara Pete menangis. Buru-buru ia berlari setelah mematikan kompor.

Pete menangis memeluk lututnya.

"Pete... Hei.." Vegas menangkup wajahnya, membuat mata Pete melebar dan langsung memeluknya erat. Pete menangis memeluknya. "Kenapa Pete? Bermimpi buruk ya."

"Tidak boleh! Jangan pergi!!"

Vegas tersenyum, mengelus kepala Pete. "Aku tidak pergi ke manapun, oke. Tenang."

Vegas membawa Pete untuk duduk di sofa lagi. Dia hendak kembali ke belakang tapi kaosnya ditahan oleh Pete, kepalanya menggeleng kuat memintanya untuk tidak pergi kemanapun.

Vegas tersenyum tipis. "Aku hanya mau membuatkanmu susu cokelat."

"Tidak boleh!"

"Baiklah, aku tidak pergi."

Vegas menggendong Pete masuk ke dalam kamar, membaringkannya dengan pelan dan dia selimuti, tubuh Pete terasa dingin. Tangan mungil itu terus menggenggamnya, seperti takut jika Vegas akan pergi.

Selama mereka sering tidur bersama, Pete merasa tenang ketika dia bangun mendapati Vegas masih tidur memeluknya. Tapi saat dia mendapat acaman bahwa Vegas akan dibuat pergi seperti ibu dan neneknya, Pete ketakutan. Makanya saat terbangun dan tidak menemukan Vegas memeluknya, Pete menangis. Vegas pahami itu.

Dia mengelus puncak kepala Pete. "Tidurlah Pete, aku tidak ke manapun. Kamu tahu aku, Pak Korn tidak akan membuatku menghilang, tenang saja."

Pete menggeleng, memeluk erat tangan Vegas, membuatnya terpaksa berbaring disebelahnya. "Takut..."

Vegas tersenyum. Dia berbisik pada telinga Pete, "apa kamu mau dia saja yang menghilang."

Wajah ketakutan Pete berubah menjadi tersenyum. Vegas ikut tersenyum menatap itu. Demi apapun, senyum Pete adalah yang terindah.

Suara dering ponsel membuat Vegas melepaskan pandangan, sedangkan Pete masih menatapnya. Vegas terkekeh saat ia hendak berdiri meraih ponselnya, Pete malah memeluk tidak membiarkan Vegas bergerak.

"Heii, sebentar, mau angkat telepon."

Pete menggeleng.

Vegas tertawa melihat itu, "you clingy man," Vegas menghujani bibir Pete dengan kecupan, membuat Pete terkekeh dan melepaskan pelukannya, Vegas bergegas pergi dan meraih ponselnya.

Panggilan dari Kinn, teman baiknya. "Hmm..."

"Saat pulang, aku jemput ya, Porsche ingin ikut menjemput." Ucap Kinn disebrang.

Vegas menatap Pete yang berbaring menatapnya tanpa berkedip. "Hmm, kapan?"

"Masa habismu kan seharusnya satu bulan lagi. Tapi jadi satu minggu lagi, aku dan Porsche akan cari waktu untuk bisa libur bersamaan dan menjemputmu," ucap Kinn, Vegas masih menatap Pete, ia tersenyum tipis. "Apa kamu membuat masalah dengan kepala desa di sana? Katanya ingin kamu diganti dengan cepat, itu malah membuat Pak Gun senang."

"Tidak sih, kabari saja."

"Okey."

Panggilan terputus, Vegas menaruh ponselnya lagi dan merangkak naik ke atas ranjang, tengkurap menatap Pete yang terbaring miring. Keduanya sama-sama tersenyum.

"Pete, mau pergi dari sini?"

Pete menggeleng.

"Kenapa?"

"Ikan."

Vegas tersenyum. "Kamu tidak mau berpisah dengan ikanmu ya?"

Pete mengangguk.

"Kamu lebih tidak ingin berpisah denganku atau ikan?"

Pete menggeleng. "Tidak tahu."

Vegas berbaring, mengelus pipi Pete dengan lembut. Dia tidak bisa memaksa Pete ikut dengannya, masa kerjanya sudah habis. "Pilih Pete,"

"Kenapa?"

"Tidak ada, hanya bertanya." Vegas menatap kearah lain.

"Ikan."

Membuat Vegas menatap Pete lagi. "Kamu memilih ikan?"

Pete diam, Vegas juga tidak memaksa untuk Pete menjawab. "Dia baik,"

"Lalu aku?"

"Dia tidak akan bisa menghilangkan ikan! Tidak bisa! Pak polisi bisa! Aku-aku..."

"Oke tenang," Vegas mengelus tangan Pete. "Kamu benar, dia tidak akan bisa membuat ikanmu pergi, tapi dia bisa membuatku pergi."

Next➡

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang