(32) STIGMA

1.8K 235 42
                                    

Lima bulan yang lalu

Vegas memperhatikan Big yang berjalan dengan diikuti seorang wanita yang mengenakan seragam dinas. Terlihat elegan dan anggun dengan suaranya yang lembut, saat berbicara selalu diiringi tawa, Vegas menatap ke arah lain, melihat Pol yang tengah melambaikan tangannya. Memintanya untuk mendekat, Vegas berjalan menghampiri. "Apa?"

Pol bergerak berbisik padanya. "Itu, Bu Nindi, yang ikut andil dalam membully Pete sewaktu SMP."

"Iyakah?" Vegas menatap wanita yang sudah masuk kedalam kantor polisi.

Pol mengangguk. "Saya ingat, soalnya beliau sendiri yang bilang kalau Pete itu anak yang menyebalkan. Saat saya tanya sama murid lain, katanya beliau memang terkenal galak."

"Masih menjadi guru?"

"Sudah jadi kepala sekolah." Pol menegapkan tubuhnya saat wanita itu keluar dan tersenyum pada keduanya, Vegas dan Pol turut tersenyum.

Vegas menatap datar kepergian wanita itu.

Leher belakangnya terasa gatal, dia terus menatap kepergian wanita itu. Vegas agak tidak suka jika ada sesuatu yang mengganggu perasaannya dan dia harus menuntaskannya. Dia mengajukan diri untuk mengurusi pembaruan kartu tanda penduduk milik warga desa Ban Mai dan Ban Rai.

Vegas itu termasuk polisi yang menekuni hobi auto racing, dia bahkan bisa mempercepat lajuan dari desa ke kota dengan kecepatan tinggi dan selamat. Setelah sampai, Vegas langsung menyerahkan dan beristirahat. Besoknya Vegas berkeliling sebentar membeli kebutuhan Pol dan Big, lalu dia kembali pulang.

Tapi Vegas tidak kembali ke desa Ban Mai, melainkan dia ke desa Ban Rai, dia diam di dalam mobil hingga menjelang malam. Tidak ada bedanya dengan desa Ban Mai, desa Ban Rai juga sepi ketika sudah masuk ke waktu pukul enam petang, dan sekarang pukul sebelas malam.

Vegas turun dan berjalan menuju sebuah rumah besar. "Selamat malam Bu,"

Wanita yang sedang berjalan menuju rumahnya berbalik. "Eh, pak polisi kan?"

Vegas mengangguk, mengulurkan tangannya. "Saya Vegas."

"Oh, saya Nindi." Wanita itu berjalan menuju pintu dan membukanya. "Ayo Pak Vegas, silahkan masuk."

Vegas mengangguk, dia melangkah masuk dan duduk di sofa pada ruang tamu. Vegas menatap kesekeliling, "ibu tinggal sendiri?"

"Hm. Kami sudah bercerai dan anak ikut suami di kota." Jawab Bu Nindi, dia datang membawa minuman dan beberapa cemilan. "Ah iya, ada apa kemari malam-malam?"

"Oh, maaf mengganggu waktunya." Vegas mengeluarkan lembaran kertas dari amplop coklat. "Ini bu, ada beberapa penulisan ibu yang salah, tidak bisa dilacak dan kami butuh perbaikannya secepatnya."

"Oh, benarkah?" Bu Nindi meraih dan membacanya, dia tertawa kecil melihat ada penulisannya yang salah. "Tapi bukannya kemarin harusnya diantar ke kota?"

"Besok Bu, kami ada pekerjaan yang membuat pengantaran tertunda." Ucap Vegas, dia tersenyum tipis ketika bu Nindi mulai menulis dikertas baru. "Ibu mengajar di SMP?"

Bu Nindi menoleh pada foto pajangan di dinding rumahnya, yang Vegas lihat. Bu Nindi mengangguk. "Iya, tapi sekarang sudah mengambil alih menjadi kepala sekolah di SMA."

"Sempat bertemu Pete? Anak desa Ban Mai?"

Bu Nindi menganga lalu mengangguk. "Ya, Pete, satu-satunya anak yang paling mudah diingat."

STIGMA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang